Rabu, 07 Oktober 2020

Flobamora di Jawa Banyak Masalah

Di mana ada orang NTT, di situ ada Flobamora. Paguyuban keluarga besar NTT di perantauan. Biasanya sama-sama menyanyikan Himne Flobamora. Semua orang NTT boleh dikata hafal "lagu kebangsaan" NTT yang diciptakan pada masa pemerintahan Gubernur Ben Mboy itu.

Tapi itu dulu. Sejak akhir 1990-an Flobamora mulai surut. Mati di mana-mana. Jangankan Flobamora, ikatan keluarga tingkat kabupaten pun mati suri. Ada yang hidup kalau mau bikin Natal bersama atau halalbihalal Idulfitri.

Anggota DPRD Jatim Daniel Rohi salah satu saksi pasang surut Flobamora di Surabaya. Maklum, sejak 1980-an Daniel sudah tinggal di Surabaya. Jadi mahasiswa UK Petra. Kemudian jadi dosen UK Petra.

"Sekarang beta nonaktif karena jadi wakil rakyat," kata Daniel Rohi.

Beta pun iseng-iseng bertanya tentang eksistensi Flobamora bagi para perantau asal NTT. Ini karena belakangan muncul organisasi Flobamora Jatim yang kelihatannya lebih serius tata kelolanya.

Bung Daniel, mengapa Flobamora selalu dibentuk, kemudian vakum, hidup lagi, mati lagi, hidup lagi?

Begini. Beta analisis ada beberapa penyebab dari tahun ke tahun. Pertama, Flobamora terlalu heterogen. Pengikatnya tidak ada. NTT itu punya 22 kabupaten dengan suku, adat, bahasa yang berbeda-beda. Lain dengan orang Jawa yang bahasa dan adat istiadatnya sama.

Kedua, orang NTT atau Flobamora punya karakter individu yang menonjol atau gengsi tinggi. Itu sering jadi sumber konflik dan keretakan di organisasi karena banyak orang yang ingin menonjol.

Ketiga, tidak punya tokoh yang bisa mempersatukan dan punya kepedulian. Sulit menemukan tokoh yang diakui semua orang Flobamora dari berbagai daerah dan latar belakang.

Keempat, sekarang komunikasi sudah tidak jadi masalah sehingga tidak perlu kontak fisik. Dulu orang NTT masih suka kumpul-kumpul di rantau karena belum ada telepon, HP, media sosial, internet dsb. Makanya orang senang kumpul sesama Flobamora. Sekarang orang bisa ngobrol setiap saat dengan keluarga atau teman-teman di NTT.

Kelima, kebanyakan warga Flobamora masih dalam level survive sehingga sibuk urus diri sendiri dulu. Kalau mapan baru mau kumpul-kumpul. 

Keenam, mungkin warga Flobamora punya daya adaptasi yang bagus sehingga bisa diterima lingkungan. Jadi, dia tidak merasa perlu untuk kumpul-kumpul dengan sesama orang NTT.

Bagaimana Anda melihat Flobamora di Surabaya yang baru dibentuk pada pertengahan 2020?

Beta kebetulan diundang sebagai pembicara saat launching Flobamora di hotel. Beta sampaikan pengalaman jatuh bangun Flobamora masa lalu agar bisa dijadikan pengalaman.

 Beta juga memotivasi Flobamora di Malang agar mereka bisa eksis dan adaptif terhadap perubahan.

Kelihatannya Flobamora yang hidup justru di kalangan mahasiswa. Orang-orang NTT yang lain sibuk cari duit untuk survive?

Betul. Justru yang hidup adalah Flobamora di kalangan mahasiswa UK Petra. Mereka minimal bisa bikin Natal bersama dan syukuran kalau ada yang wisuda. Bahkan buat pembinaan kepemimpinan rutin.

Bisa dipahami karena ada kebutuhan yang sama.

 Betul dan menjawab kebutuhan.

Termasuk kebutuhan untuk cari jodoh sesama NTT?

Hahaha.... tetapi beta "larang" datang jauh-jauh kok jodohnya orang NTT. Cari jodoh dari suku lainlah. 😃

Tidak ada komentar:

Posting Komentar