Minggu, 26 Juli 2020

Lianhua Bisa Sembuhkan Covid?


Pagebluk Covid-19 ini ternyata tak membuat bangsa kita bersatu padu. Malah tambah nyinyir di media sosial. Perang kembang kampret vs cebong masih panas. Meskipun Prabowo sudah lama jadi menteri pertahanan.

Angka-angka pasien corona selalu naik dan naik. Bahkan sudah jauh melampau Tiongkok. Negara asal virus corona yang bikin kacau tatanan dunia itu. Nah, orang Indonesia malah ribut bahas klepon yang katanya haram. Bukannya cari jalan untuk menemukan obat atau vaksin.

Syukurlah, di tengah pandemi virus kadrun itu, muncul seberkas sinar harapan. Rupanya orang-orang Tiongkok sudah kirim jutaan jamu tradisional bernama Lianhua Qingwen Jiaonang. 

Pekan lalu jamu cungkuo ini dibagikan polisi-polisi di Surabaya. Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal M Fadil Imran yang pimpin langsung pembagian Lianhua kepada anggotanya dan masyarakat. Khususnya yang positif corona.

Obat yang diproduksi Shijiazhuang Yiling Pharmaceutical itu dibagikan ke pasien positif Covid-19 yang punya gejala ringan hingga sedang. "Alhamdulillah, pasien-pasien itu sembuh," kata Kapolda.

Kemarin, saya lihat Kapolrestabes Surabaya Kombes Johnny Isir yang asli Papua juga membagi-bagikan Lianhua kepada masyarakat dan anggotanya. Buat menambah kekebalan tubuh.

Dunia memang sudah empat bulan menunggu vaksin resmi Covid-19. Jutaan dokter, pakar farmasi di seluruh dunia, para peneliti sedunia sedang berjuang bersama untuk mengeroyok corona. Tapi hasilnya belum kelihatan. 

Tiongkok yang jago TCM sejak jutaan tahun pun belum terlihat kehebatannya dalam membuat vaksin dan obat corona. Sejauh ini ya cuma Lianhua itu.

 "Lianhua itu bukan vaksin tapi jamu herbal. Bagus dikonsumsi sebelum ada vaksin," kata Andrean, alumnus Taiwan yang sangat getol mempromosikan Lianhua.

"Korban corona sudah terlalu banyak di Indonesia. Sudah berapa orang yang meninggal? Belum lagi jutaan orang yang di-PHK atau dirumahkan," katanya.

Andrean yang guru bahasa Mandarin itu juga menulis khasiat dan kehebatan Lianhua di salah satu media. Tak lupa dicantumkan data pasien sembuh berkat Lianhua. Katanya, obat ini sudah lama beredar di Surabaya.

"Di toko-toko obat cina pasti ada. Sudah lama sejak SARS. Ada legalisasi dari BPOM," kata Andrean.

Masalahnya, gugus tugas atau satgas Covid-19 di pusat sampai daerah dikendalikan oleh para dokter. Biasanya kepala dinas kesehatan provinsi hingga kabupaten dan kota. Dokter-dokter Indonesia yang beraliran Barat sejak dulu tidak percaya dengan jamu-jamu tradisional Nusantara, Tiongkok, India, dsb.

"Temanku di farmasi malah dibuli dan diancam pecat karena share informasi tentang Lianhua dari saya. Payah," kata Andrean.

Yang pasti, virus corona tidak bida diusir dengan makan camilan klepon atau kontol kambing.

2 komentar:

  1. Seandainya Genosse Xi di Peking bisa membaca tulisan Anda diatas, niscaya dia akan meng-angguk2 sambil menggerutu perlahan: εΎˆζœ‰ζ„ζ€ ! (hen you yi si), atau istilah jerman-nya Sehr Interessant !. Masuk akal !, kata orang Melayu. Ada benernya !, bahasa-ku.
    Seandainya Lianhua tidak bisa menyembuhkan Covid, saya yakin barang itu pasti tidak membahayakan tubuh manusia yang menelannya. Ya, dicoba tidak ada salahnya, asalkan harganya tidak di mark-up. Kalung-kalung Eucalyptus, Kencur, Lengkuas, Kunyit, Jahe, Temulawak, semuanya okay juga, asalkan tidak berkalung kuntul-kambing.

    Walaupun sudah 53 tahun lahirniah saya hidup di Eropa dan di Tiongkok, tetapi rohaniah saya tetap Indonesia. Percaya dengan ajaran-ajaran para cendekiawan Indonesia.
    Saya setuju :
    Lagu, Balon-ku ada lima, dilarang ! Masakah anak2 belita sudah diajari mbalon ! Seronok Ah, Mbalon sekaligus lima senuk.
    Lagu, Naik naik ke Gunung Nona, dilarang. Sebab konotasi-nya melecehkan kaum Ibu dan Nenek, yang gunung-nya longsor, glantongan.
    Setiap kali mengendarai mobil di perempatan-jalan, hati-ku berdebar, takut di prapatan ada Jin Kafir yang awe-awe, menguak-uak: haleluya !
    Terlebih lagi di prapatan selalu ada lampu berwarna tiga, dalam benak-ku bertanya, kok cuma tiga, kok tidak lima. Panca diganti Tri.
    Tentang Klepon :
    Dulu kala, sebelum rumah2 di Surabaja dipagari dengan tembok tinggi berkawat duri, ala Kali Sosok, setiap pagi selalu ada Bibi penjual kue yang menyunggi tenong besar, lewat di depan rumah. Ibu-ku sering membelikan anak2-nya kue. Setiap anak hanya boleh memilih satu dari belasan macam kue-kue yang dijajakan. Aneh bin ajaib, aku setiap kali selalu memilih Klepon. Satu pincuk kecil daun pisang berisi 5 butir.
    Sekarang aku akan berpikir 5 kali, apakah akan memilih Klepon lagi.
    Sejak tragedi George Floyd dan Demo-demo Black Lives Matter, orang2 jadi ber-pikir2 kalau mau makan sesuatu, Rassisme atau tidak !
    Dalam Klepon berisi Gula-Jawa (di Jawa), atau Gula-Bali (di Bali), orang Sumatra bilang Gula-Merah.
    Sejak kasus Floyd, makan Klepon berkonotasi Rassismus (makan Jawa atau Bali). Bagi orang Sumatra Gula-Merah terkonotasi memasukkan idee merah-komunis ke dalam tubuh, najis, haram, tidak islami !
    Tahun 1968 saya jalan kaki pulang sekolah bersama seorang teman asal Pekalongan. Di sebuah toko klontong si-teman berhenti, masuk ke toko dan berkata kepada pemilik toko: Bitte, geben Sie mir 10 Dekagramm Negerbrot ! ( Tolong, saya ingin membeli 10 dekagram roti-negro !).
    Negerbrot atau Roti-Negro yang dimaksud, adalah semacam rempeyek-kacang tanah, tetapi peyek-nya bukan dari adonan tepung beras, melainkan terbuat dari coklat (kakao). Di Jawa terbuat dari gula-jawa dan kacang tanah, di Bali dari kacang dan gula-bali.
    Sekarang tidak ada lagi Negerbrot.
    Dulu kalau mau beli Es-lilin, kita bilang mau beli Eskimo.
    Medadak zaman sekarang kok semuanya berubah menjadi rassist, haram, kafir, tidak islami ?? Kok semua jadi baperan, mudah tersinggungan ?
    Pemuda2 zaman-ku, kalau mendengar kata Floyd, assosiasi-nya selalu ke Floyd Petterson atau Floyd Cramer.




    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamsia... komentar yang sangat menarik. Soal Lianhua jadi melebar ke mana2 hehehe. Klepon, balonku ada lima dsb.
      Makin lama manusia memang makin pintar, gila, dan mabuk apa saja. Termasuk mabuk agama.

      Hapus