Kamis, 03 April 2025

Nostalgia Ngadireso: Gagal Dapat Bahasa Roh, Iri Melihat Kawan-Kawan Bertumbangan saat Didoakan

Ngadireso. Nama itu terkenal sekali. Terutama di kalangan Katolik. Bukan hanya di Jawa Timur. Bahkan sampai ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya.

Biasanya disebut "Ngadireso, Tumpang". Padahal secara administratif, desa itu masuk Kecamatan Poncokusumo. Kabupaten Malang.

Di sana ada Pertapaan Karmel. Sudah sangat lama berdiri. Dirintis oleh Romo Yohanes Indrakusuma. Seorang imam Karmelit.

Romo Yohanes kemudian membentuk kongregasi sendiri. Namanya CSE: Carmelitae Sancti Eliae. Spiritualitasnya tetap Karmelit. Tapi pendekatannya berbeda. Lebih karismatik. Beda dengan O.Carm. kongregasi utama di Keuskupan Malang.

Beliau dikenal sebagai salah satu bapak gerakan karismatik Katolik di Indonesia. Wajar kalau tempat ini sering dipadati aktivis PDKK. Retret. Rekoleksi. Atau sekadar menyepi dan merenung.

Saya juga pernah. Dulu. Waktu remaja. Lalu berlanjut di masa mahasiswa. Tertarik karismatik. Lagu-lagunya bersemangat. Musiknya full band. Suasana doanya hangat. Persekutuannya hidup. Loncat-loncat!

Tapi saya selalu gagal di bahasa roh.

Juga gagal ambruk dalam sesi pencurahan roh kudus. Padahal teman-teman sudah banyak yang jatuh. Ada yang menangis. Ada yang meracau.

 Ada yang memuji Tuhan dalam bahasa yang tak saya mengerti. Walaloblabalabla...

Saya hanya berdiri tegak. Menahan kantuk.

Mbak Lina, putri Pak Alex—ketua PDKK Paroki Santo Yusuf—pernah menasihati saya. Katanya saya belum pasrah. Belum menyerahkan semua beban. Belum membiarkan diri kosong agar Roh Kudus bisa masuk.

Saya mencoba lagi. Retret berikutnya. Lalu satu lagi. Tapi tetap sama: gagal.

Akhirnya saya mundur pelan-pelan. Kembali menjadi Ata Kiwan. Orang awam. Katolik kampung khas Lamaholot.

Ata Kiwan itu sederhana. Tidak banyak teori. Tidak banyak sensasi. Tidak baca Alkitab karena tidak ada bukunya di kampung. 

Ata Kiwan hanya sembahyang pagi dan malam. Sembahyang Kontas alias Rosario. Bapa Kami. Salam Maria. Angelus. Credo. Ya Yesus yang Baik. Itu saja.

Mereka tidak tahu bahasa roh. Tidak kenal istilah pencurahan roh. Tidak paham mengapa di acara doa ada orang yang jatuh, tergeletak, atau menangis.

Sudah lebih dari 20 tahun saya tidak ke Ngadireso.

Sampai akhirnya libur Lebaran ini saya ke Malang. Rencana awal: ingin mampir ke RS Sumber Santosa di Tumpang. Ingin bertemu Suster Ursula OSA. Teman masa kecil di Lembata. Tapi beliau sedang di Kalimantan.

Dari Tumpang ke Ngadireso tidak jauh. Saya teruskan perjalanan ke pertapaan itu. Ingin nostalgia.

Mobil-mobil memenuhi halaman parkir. Banyak pelat B. Juga D. Tapi paling banyak pelat L.

Di dekat Gua Maria saya bertemu seorang lelaki muda. Dari Larantuka. Ternyata ia bagian dari rombongan Malang.

Dalam hati saya ingin bertanya: "Mau belajar bahasa roh? Atau ingin jatuh ke lantai saat didoakan?"

Tapi saya tahan. Kami malah ngobrol panjang dalam bahasa Lamaholot.

Dia menunjuk jalan ke arah gua.

Saya ke sana. Berdoa kontas. Satu peristiwa saja. Cukup. Doa sederhana orang kampung. Tanpa suara keras. Tanpa bahasa roh. 

Ave Maria gratia plena...

Selasa, 01 April 2025

Libur Lebaran di Tumpang, Gagal Nikmati Menu Susteran di RS Sumber Santosa

Libur Lebaran kali ini, saya memutuskan ke Malang lagi. Cuma dua jam perjalanan dari Surabaya, nggak jauh-jauh banget. Motor atau mobil, hampir sama cepatnya. Kalau naik bus patas, lebih asyik lagi—nyantai, duduk manis, dan lihat pemandangan.

Hari pertama Lebaran, warung-warung tutup. Udah biasa. Tapi saya nggak bisa diam di rumah. Jadi, saya meluncur ke Tumpang. Mampir ke RS Sumber Santosa, rumah sakit milik suster-suster OSA—Ordo Santo Agustinus.

Ada Suster Ursula OSA di sana. Teman masa kecil dulu di Desa Lamawara, Lembata. Namanya Marselina, tapi begitu jadi suster, dia ganti nama jadi Suster Ursula, pake nama ibunya, Mama Ursula.

Suster Ursula ini bukan suster biasa. Dia sudah kaul kekal. Orang penting di pusat OSA di Ketapang, Kalimantan Barat. Tapi sering banget ditugaskan ke Tumpang, ngurus rumah sakit tua yang ada di pinggir jalan raya itu.

Sayangnya, hari itu, Suster Ursula nggak ada di rumah sakit. Keinginan saya untuk makan menu susteran yang enak langsung melayang.

 Saya pun kirim swafoto di depan RS Sumber Santosa, langsung ke Suster Ursula. 

"Go kala rumah sakit ro mo take," teks saya dalam bahasa kampung. Bahasa Lamaholot gaya Ile Ape, Lembata.

Tidak lama, balasan masuk: "Saya telepon Suster supaya kamu masuk ke biara," jawabnya. "Go ia Ketapang," tambahnya. (Jadi, dia lagi di Ketapang.)

Saya cuma senyum geli. "Suster, saya sudah meluncur ke Ngadireso, Pertapaan Karmel." Padahal, saya masih di dekat rumah sakit itu, haha!

Menipu orang, apalagi seorang suster, jelas tidak baik. Itu salah saya. 

Mea culpa!

Minggu, 30 Maret 2025

Nasib Gedong Bella-Vista di Malang Semangkin Ngenes

Hujan agak deras petang tadi di Hari Raja Njepi. Ajas jang soeka oeklam-oeklam di Kota Malang malang nian nasibnja, tiada bawa pajoeng atawa djass oedjan. Tiada bisa bebas mlakoe-mlakoe, ia terpaksa bertedoeh di waroeng kopi jang terletak di gedong kolonial Bella-Vista, dempet dengan kantoran DPRD Malang, dekat pula Balai Kota.

Gedong itu kini soedah banjak waroeng-waroeng di sekelilingnja. Tiap hari ramai, lěbih-lebih oleh toean-toean penarik odjek, soeka njangkroek di sana, moentji baterei handphone atawa menumpang WiFi. Banjak anggota group tempo doeloe, soeka potret-potret di sana, buat dikirimkan di persatoean Malang Tempo Doeloe atawa pagoejoeban Sedjarah dan Budaja Malang-Raja.

Bella-Vista, asalnja nama berarti pemandangan indah, tapi siapa sangka sekarang tidak indah sama sekali? Boeat tahoe tahoen berapa didirikan, Ajas tjari informatie di group Malang Tempo Doeloe. 

Ada jang bilang, gedong itoe dahoeloe dari tahoen 1920 sampe 1942 ditinggali seboeah familie Belanda. Soedah itoe, pada masa Nippon 1942-1945, diambil dan dipakai kantor.

Tatkala taon 1990-an, Bella-Vista sempat ditempati Sekolah Tinggi Atlas Noesantara, tapi entah bagemana, sekolah tinggi itoe soedah pindah ke  Arjosari, maka gedong mangkrak sampe sekarang. 

Djoega ada jang bilang, Bella-Vista sering dipake tempat oendji njali, atawa anak-anak moeda bikin konten misteri lantaran konon ada penoenggoe di sono, begitoe katerangan Sam Suga dari Kepandjen, toean oplet.

Banjak kawan-kawan tempo doeloe mengeloh, mengapa Bella-Vista dibiarkan begitoe sadja? Mengapa tidak didjoelma mendjadi cagar boedaja Kota Malang?

 Kantoran Dewan dan Balai Kota dempet dengan Bella-Vista, tapi tidak ada jang ambil ferdoeli. Apa boleh boeat, nasi soedah mendjadi boeboer. Gedong itoe tinggal menanti tamat riwajat.

Adoeh, Bella-Vista! Dahoeloe njaman, sekarang soedah tidak keruan 🙏🙏

Sabtu, 29 Maret 2025

Mampir Ngombe Koffie di Toko Oen Malang

Toko Oen, Kajoe Tangan nomer 5, jang kesohor itu, adoeh, jang mana orang-orang pesiar di Malang belon lengkap rasanja kalau belon singgah di situ! Toko roti dan kue, tempat orang makan-makan, minoem koffie atawa bier, di tengah-tengah Kota Malang jang ramai.

Di dalem toko, ada tulisan besar pakai bahasa Belanda:

,,Welkom in Malang, Toko Oen die sinds 1930 aan de gasten gezelligheid geeft.''

Adoeh! Artinja? 

Nah, kalau ini djaman doeloe, sebelum ada internet atawa Mbah Google, mesti tanya sama oma opa jang masih cas-cis-cus Hollands spreken. Tapi sekarang? Wah, gampang betoel!

Daholoe Ajas masih anak moeda, kalau lewat toko ini cuma bisa liat dari loewar sadja. Pikiran sudah bilang: "Adoeh, pasti roti dan kue di dalam mahal betoel!"

 Mana berani masoek! Orang Malang sekalian pun banyak jang jangankan beli, masoek sadja tidak! 

Toko Oen van Malang ini memang tempatnja orang-orang tadjir, toeris-toeris dari negeri jauh, apalagi orang-orang Belanda jang doeloe pernah tinggal di sini.

Sore ini, Ajas pesiar keliling kota, dari Petjinan jang ada Kelenteng Eng An Kiong, lalu ke Pasar Besar, ke Agus Salim atawa Djalan Kabupaten jang makin ruwet, makin padet, makin semrawoet. Kemudian nyeberang ke Aloon-Aloon.

 Adoeh! Anak-anak ramai betoel main-main sama burung merpati. Rupanja Pemkot Malang kasi anggaran special bagi piara burung dara jang rakos makan biji djagung itu.

Ajas mulai rasa penat. Moesti cari tempat santai, minoem kopi. Tapi ini bulan puasa, 29 Ramadan 1446 H, kebetulan pas sama 29 Maart 2025. Wah, waroeng-waroeng banyak jang toetoep. 

Adoeh! Lantas Ajas pikir, lebih baik masoek sadja ke Toko Oen. Ini toko jang sejak zaman doeloe tetap buka macam hari biasa. Orang jang poso tetap hormat, orang jang tidak poso bisa santai.

Di dalam, suasana masih tetap tempo doeloe. Pelajan-pelajan pakai seragam putih item. Langit-langit tinggi, mebel dari djati tua, dan bau roti jang baru matang dari dapur. 

Ajas pesen koffie toebroek panas. Wah, harganja 20K! Lebih mahal dari koffie premium di Klodjen sana. Tapi jang Ajas cari bukan itoe wedhang kopinja. Ajas cari suasana nostalgia!

Biasanja di sini banyak toeris Belanda jang doeloe pernah tinggal di Hindia-Belanda, datang minoem koffie atawa bier. Tapi petang ini cuma ada dua bule toea. Lebih banyak orang Tionghoa jang rambutnja disemir pirang, ah, matjam orang bule!

Di podjokan, samar-samar Ajas dengar lagu Don't Sleep Away dari Daniel Sahuleka, penyanyi Maluku jang tinggal di negeri Belanda. Adoeh, makin terasa suasana tempo doeloe! 

Kopi masih panas, sore makin redup, dan Malang tetap njang tjantik seperti doeloe!

Jumat, 28 Maret 2025

Paus Fransiskus Sudah Keluar Rumah Sakit tapi Belum Sehat

Kabar kesehatan Paus Fransiskus, Pemimpin Tertinggi Katolik seantero jagad, menjadi perhatian khalayak ramai. Segenap umat beriman, dari benua ke benua, menunggu kabar dengan penuh rasa cemas, seraya berdoa bagi kesembuhan bapa suci asal Argentina tersebut.

Sebagaimana telah diketahui, Paus Fransiskus telah beberapa kali mengalami gangguan kesehatan dalam tahun-tahun terakhir. Kendati demikian, beliau tetap menjalankan tugas suci dengan semangat tak surut. 

Bulan lalu, Paus dikabarkan mengalami infeksi pernapasan ringan, sehingga beberapa agenda ditunda. Kendati demikian, sumber dari Vatikan menegaskan, kesehatan beliau tetap dalam pemantauan dokter-dokter ahli dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tatkala peristiwa ini tersiar, para dokter kepausan segera mengambil tindakan yang patut. Seorang pejabat tinggi di dalam lingkungan Takhta Suci menyatakan, "Bapa Suci masih kuat dan penuh semangat. Beliau tetap membaca, berdoa, serta menerima audiensi dengan para tamu penting."

 Walau telah lanjut usia, 88 tahun, Paus Fransiskus tetap menunjukkan kegigihan dalam menjalankan tugasnya sebagai Gembala Umat.

Adapun di Kota Roma, kaum awam dan rohaniwan tampak berbondong-bondong menuju Basilika Santo Petrus, menyalakan lilin dan mengucap doa bagi kesehatan Paus tercinta. Begitu pula di negeri-negeri jauh, dari Amerika Latin hingga Kepulauan Nusantara, sekalian umat mengadakan Misa Kudus sebagai tanda kasih dan kesetiaan kepada pemimpin rohani mereka.

Seorang imam dari Buenos Aires, tempat kelahiran Paus, berujar, "Dari muda hingga kini, Bapa Suci selalu dikenal sebagai pribadi yang kuat. Kendati usia telah senja, batin dan pikirannya tetap terang."

Dalam banyak kesempatan, Paus Fransiskus telah menegaskan bahwa kesehatan bukan sekadar urusan raga, melainkan juga jiwa. "Jangan takut akan kelemahan tubuh, sebab Tuhan selalu menyertai," demikian beliau pernah bersabda.

Kini, harapan besar tertumpu pada kesembuhan Paus. Di segala penjuru dunia, doa-doa terus dipanjatkan, tanda bahwa kasih kepada Pemimpin Gereja tetap berkobar. Semoga Bapa Suci lekas pulih dan kembali memimpin umat dalam damai serta kebijaksanaan.

Mudik: Tradisi yang Tak Bisa Ditawar di Tanah Jawa

Tiga hari lagi sampai Lebaran 2025. Jalan-jalan mulai ramai. Orang-orang Jawa berbondong-bondong pulang ke kampung halaman. Kaya, miskin, tua, muda, semua berkemas. Tak peduli lelah, tak peduli biaya, asal bisa merayakan Lebaran di tanah kelahiran.

Mbak Sinta, perempuan asal Tulungagung yang telah lama mengadu nasib di Buduran, Sidoarjo, pun tak mau ketinggalan. Pagi tadi, ia dan dua anak gadisnya yang manis-manis sudah naik bus mudik gratis. 

Biasanya, mereka mengendarai sepeda motor, menempuh perjalanan empat hingga lima jam. "Tapi tahun ini saya sudah capek," katanya, tersenyum kecil.

 "Lebih santai naik bus, tak perlu menyetir, tinggal duduk sampai kampung."

Meski bertahun-tahun menetap di Sidoarjo, memiliki kartu tanda penduduk Sidoarjo, hatinya tetap milik Tulungagung. "Di sini hanya cari duit, tapi kampung tetap di sana," ujarnya mantap.

 Dua anaknya pun sejak kecil sudah diajarkan satu hal: mudik itu wajib.

"Bagaimana kalau tidak mudik?" Kami bertanya.

"Tidak bisa," jawabnya cepat. "Mangan ora mangan, pokoké kumpul!"

Mbak Sinta hanyalah satu dari jutaan orang Jawa yang berpikiran serupa. Maka, tiap tahun, pemerintah daerah Jawa Timur menganggarkan dana besar untuk program mudik gratis. 

Presiden Prabowo boleh menyerukan efisiensi dan penghematan, tapi nyatanya, anggaran untuk mudik tetap ada. Tak mungkin dihapus. Sebab bagi orang Jawa, mudik bukan sekadar perjalanan pulang. Ia adalah panggilan hati, adalah janji pada leluhur, adalah harga diri.

Selamat mudik, rakyat Jawa Timur!

 Semoga selamat sampai tujuan dan berbahagia merayakan Lebaran di kampung halaman.

Banyak Orang Pulang Kampong, Hati Senang Ketemu Keluarga

Soerabaia, 28 Maret 2025 – Pagi-pagi sekali, halaman Universitas Bhayangkara (Ubhara) Soerabaia sudah rame betoel. Orang-orang datang bawa tas besar, anak kecil pegang tangan emak, ada yang bawak rantang isi makanan. Hari ini hari baik, karena Mudik Gratis 2025 Bareng Radar Soerabaia diberangkatkan.

Orang semua seneng, karena bus ini tidak bayar satu sen pun. Bus gede, bersih, ada AC, ada kursi empok. "Wah.. kalau naik bis semewah ini, harga tiket bisa mahal, tapi sekarang kita bisa naik graties," kata Bapa Soemadi, orang tua dari Ponorogo.

Besar dan kecil, muda dan tua, semua orang naik ke bus dengan tertib. Anak-anak lihat ke jendela, melambai ke famili yang anter. Ada jang titip salam ke famili di kampong. 
"Nanti kalau sampe, kirim kabar, jangan lupa," pesan seorang ibu ke anaknya yang duduk di pinggir jendela.

Bus melaju pelan-pelan, dikawal polisi biar selamat sampai kota masing-masing. "Biar hati tenang, kita dijaga sampe rumah," kata Mbok Ijah, yang mau pulang ke Trenggalek.

Hari ini banyak hati yang senang. Di kampong, famili sudah siap-siap masak opor dan ketupat. Hari Lebaran, semua orang bisa ketemu lagi, cerita panjang lebar, dan makan rame-rame.

"Semoga tahun depan ada lagi mudik gratis begini," kata Bapa Mamat, yang pegang tas berisi oleh-oleh buat cucunya.