Jumat, 20 Januari 2023

Kangen Kue Keranjang Tante Tok! Gong Xi Fa Cai 🧧🧧

Jelang tahun baru Imlek, Ayas selalu ingat kue keranjang. Ingat kue keranjang, ingat Tante Tok. Pemasak kue keranjang paling tua di Sidoarjo. 

Tok Swie Giok sudah 88 tahun. Tapi tidak pernah lupa bikin nian gao. Awalnya masak untuk dimakan keluarga sendiri. Lama-lama dipesan banyak orang. Laku keras.

Tante Tok pun kewalahan melayani order kue keranjang. Selama satu bulan tante alumnus sekolah Tionghoa di Sidoarjo itu melekan bersama anak-anaknya. Kalau sakit, ya kita orang bikin sedikit, katanya.

Sejak ada covid, Bung Ayas tidak mampir ke Tante Tok punya rumah di kawasan pecinan. Prokes jaga jarak, maskeran, kurangi bepergian, tidak boleh salaman dsb. Apalagi dengan tante sepuh pembuat kue keranjang.

"Kamu dapat salam dari Tante Tok,"  kata Satria wartawan di Sidoarjo.

"Salam  kue keranjang," Ayas balas Tante punya salam.

Semoga dapat hoki, banyak rezeki, umur panjang, sehat, tidak sakit dsb. Ayas minta Satria sampaikan ke Tante Tok.

Maklum, tante ini lao ren yang gagap teknologi. Tidak punya HP yang ada WA-nya. Bahkan HP biasa yang pakai SMS pun tak punya. Maka, kalau mau kasih selamat tahun baru Imlek, salaman ya harus datang langsung ke rumahnya Tante Tok. 

Ayas biasa minta teh pahit asli dari Tiongkok. Ditambah kue keranjang yang baru dikukus. Biasanya makan-makan juga. Ciamik soro pokoke!

Ayas seneng liat foto Tante Tok. Misih seger, misih kuwat bikin kue keranjang.

Selamat tahun baru Imlek!
Selamat tahun kelinci!
Gong xi fa cai! 

Senin, 16 Januari 2023

Kawan Kelas Yoyok Pulang ke Rumah Abadi

Nawak amal (kawan lama) telah berpulang. Ratno Aryo Wicaksono telah tiada. Meninggal dunia agak mendadak di Malang karena sakit jantung.

Yoyok, sapaan Ratno Aryo Wicaksono, selama ini selalu ceria. Biasa membagi video-video tentang desa binaannya di Kabupaten Malang. Serius sekali kalau bahas soal ekonomi desa, UMKM, dan sejenisnya. Idealismenya sejak jadi aktivis mahasiswa terbawa sampai akhir.

Ayas satu kelas dengan Yoyok saat di SMAN 1 Malang. Orangnya selalu ceria, murah senyum, tapi agak usil. Ulahnya membuat kelas jadi hidup. Apalagi kalau kebetulan guru sakit atau berhalangan. Kelas A1 itu pasti heboh.

Yoyok seniman musik. Sejak SMP sudah main band di Malang. Tukang gebug drum. Makin intens saat di SMA. Saat festival band pelajar se-Jawa Timur di Surabaya Sam Yoyok ini jadi drummer Mitreka Satata, julukan SMAN 1 Malang. Lagu wajib: Musisi dari Godbless. Hasilnya? Lupa.

Main band hobi Yoyok hingga ajal menjemput. Alumni Smansa tetap main band untuk silaturahmi. Bahkan diperluas dengan alumni SMAN 3 dan SMAN 4 yang biasa disebut SMA Tugu. Sebab gedung sekolahnya satu kompleks di tugu Alun-Alun Bundar itu.

Selama 30 tahun Ayas tak pernah ketemu Yoyok alias Ratno alias Daker. Cuma ketemu di grup WA khusus alumni satu kelas A1-3. Total ada 42 orang. Tapi Sri Astuti sudah lebih dulu pulang ke pangkuan-Nya. Kini disusul Yoyok.

Di balik gayanya yang rada nyentrik sebagai seniman musik, Yoyok ternyata sangat serius dan militan. Selalu jujur, sederhana, apa adanya. 

Salah satu kalimatnya:

"Aku tidak menikah karena akan menciptakan kemiskinan baru!"

Menikah akan menciptakan kemiskinan? Tidak ada nawak-nawak yang berani bahas secara terbuka di grup. Tapi seniman dan aktivis macam Yoyok selalu punya alibi dan penjelasan panjang lebar.

Selamat jalan, Nawak Yoyok! R.I.P.

Ajaran lama yang sering dilupakan wartawan: Lead harus istimewa

Sobekan Lead



Oleh  Dahlan Iskan


"JANGAN besar karena jabatan. Besarkanlah jabatan." 

Ketika kalimat itu diucapkan Pangdam V/Brawijaya yang baru, Mayjen TNI Farid Makruf MA, saya langsung membuka kotak kue di depan saya. Saya robek karton bagian sampingnya. Saya pinjam pulpen Johannes Dipa SH. Saya tulis kalimat itu di karton sobekan. Saya pun berkata dalam hati: "Kalimat ini akan saya jadikan lead di tulisan saya".

Lead adalah kalimat pembuka  dalam sebuah tulisan. Mencari kalimat pembuka, adalah salah satu bagian yang tersulit dalam menulis.

Banyak orang memulai tulisan dengan kalimat asal-asalan. Padahal kalimat pembuka itu harus istimewa. Dulu ada doktrin jurnalistik dalam menulis: lead harus diambil dari bagian yang terpenting dalam seluruh tulisan.

Doktrin itu terkait dengan teknologi lama: di percetakan model lama kalimat disusun dengan huruf-huruf terbuat dari timah. Tidak bisa dipotong di tengah. Beda dengan zaman komputer sekarang ini. Anda bisa potong tulisan di bagian mana pun yang  Anda mau. 

Maka, dulu, bagian yang terpenting harus ditaruh di tempat paling awal di tulisan. Disebut lead.

Di zaman berikutnya muncul teori baru. Khusus untuk penulisan cerita. Feature. Leadnya tidak lagi yang terpenting, tapi yang termenarik. 

Penting belum tentu menarik. Menarik belum tentu penting. Dengan menempatkan bagian paling menarik di lead pembaca akan tergoda untuk terus mengikuti cerita.

Saya memilih jalan yang lebih sulit: lead harus gabungan dari unsur terpenting dan termenarik. 

Untuk membuat lead yang ''hanya'' mengutamakan ''penting'', hanya perlu berpikir 9 kali. Untuk membuat lead yang mengutamakan ''menarik'' juga hanya perlu berpikir 9 kali. 

Maka untuk menggabungkan yang terpenting dan termenarik hitung sendiri: harus berapa kali berpikir.

Kadang tidak harus berpikir sama sekali. Seperti untuk membuat lead hari ini. Tinggal comot dari ucapan sumber berita. Sumber beritalah yang harus berpikir. 

Benar. Kadang lead sudah ditemukan jauh sebelum memulai menulis. Lead tulisan hari ini, misalnya, sudah saya temukan ketika kalimat itu diucapkan Pangdam Farid Makruf. "Ini akan saya jadikan lead" tekad saya saat mendengar kalimat itu. 

Baru dari Pangdam Farid saya mendengar kalimat seperti itu: penting sekaligus menarik.

Sayangnya sobekan karton kotak kue itu hilang. Saat Pangdam meninggalkan tempat, sobekan itu saya tinggal di meja. Saya mengantarkan Pangdam ke pintu depan. Saya juga ikut buru-buru naik mobil. Harus ke Pacet.

Di jalan saya menelepon kantor. Agar sobekan karton di atas meja itu difoto. Lalu dikirim dengan WA ke saya. 

Sobekan itu diperlukan karena saya akan menulis Disway di dalam mobil, di perjalanan menuju Pacet. Bahan-bahan tulisan ada di sobekan itu.

Rupanya meja sudah dibersihkan. Tidak ditemukan lagi sobekan itu. Kue yang belum termakan pun sudah bersih. Saya tidak bisa mulai menulis tanpa sobekan itu. 

Saya pun minta agar semua tempat sampah dikumpulkan. Sampahnya diperiksa. Sobekan itu harus ditemukan.

"Mungkin di kantong jaket bapak," ujar petugas kantor.

Saya mulai ngegas. Untuk apa telepon ke kantor kalau sobekan itu ada di kantong. Baju, celana, dan jaket saya masih yang itu-itu juga. Jangankan sobekan, uang pun tak ada.

Sampai tiba di Pacet, sobekan masih raib. Batas waktu sudah mepet. Kalau tulisan telat dikirim saya bisa dimarahi admin. Itulah kesempatan admin untuk marah, setelah hanya admin yang jadi sasaran marah perusuh. 

Terpaksa saya mulai menulis. Tanpa catatan apa-apa. Anda sudah membacanya kemarin dulu. Hanya saja tulisan itu harus saya hentikan saat cerita sampai ke soal Poso. Nama-nama ekstremis Poso ada di sobekan itu. Nama-namanya khas Sulteng: sulit saya ingat. Hanya sedikit  orang Sulteng yang saya ingat namanya. Salah satunya: Mastura. Ada juga Toana.

Maka sambungan tulisan itu saya janjikan baru bisa terbit di hari Senin. Siapa tahu perlu dua hari untuk menemukan sobekan. 

Setelah tulisan Letnan Master selesai dikirim ke Disway, barulah saya dapat kabar: sobekan itu ditemukan. Hari sudah larut. Tulisan di sobekan itu sudah tidak lengkap. Ada yang tersobek ada yang tersiram air. 

Bagaimana kalau sobekan itu tidak ditemukan? Bisakah edisi Senin muncul dengan cerita lanjutan? Bisa. Tapi saya harus menanggung malu: bertanya lagi ke Pangdam. Saya tidak boleh malu. Itulah doktrin lama saya kepada wartawan: jangan malu bertanya ulang kepada narasumber.

Apakah saya tidak pernah mengalami kesulitan dalam  menemukan lead? 

Kadang saya sendiri juga begitu sulit menemukan lead. Tidak semua sumber berita seperti Jenderal Farid. Wartawan sangat senang dengan sumber berita yang kata-katanya berisi, kalimatnya penuh warna dan ingatannya kuat. 

Memang, kadang sumber berita juga tergantung pada pancingan pertanyaan. Kalau pertanyaan tidak bermutu sumber beritanya juga malas berpikir. 

Tapi kalau sumber beritanya seperti Pangdam Farid penulisnya bisa sambil bersiul. Dari sekali bertemu Jenderal Farid saya bisa mendapat lima calon lead. 

"Anak Pasar jadi Jenderal" di edisi kemarin dulu itu, juga kata-kata Farid. Lalu lead yang saya pakai hari ini. Demikian juga yang akan saya jadikan lead edisi besok pagi.

Bagaimana kalau sulit menemukan kalimat yang bisa dijadikan lead?  Jangan berpikir terlalu keras. Tulis saja apa yang keluar dari pikiran. Pun kalau itu bukan pilihan terbaik. Lalu Anda hapus. Tulis lagi yang lain. Yang mungkin juga belum menarik. Hapus lagi. Sampai ketemu sendiri lead yang terbaik.

Zaman muda dulu, saat awal-awal jadi wartawan, urusan lead ini paling meneror. Maka setiap kali selesai wawancara pikiran langsung bertanya: apa lead-nya nanti. Sepanjang perjalanan pulang ke kantor pun pikiran fokus ke mencari lead. Kadang sampai lampu bang-jo tidak terlihat. Ditangkap polisi.

Begitu lead ditemukan, bagi saya, 50 persen tulisan sudah selesai. Cerita bisa dialirkan dari lead itu.

Lead itu ibarat ibarat gincu. Menarik untuk dilihat. Penting untuk dibayangkan. (*)

Minggu 15 Januari 2023

Selasa, 10 Januari 2023

Makin Tipis Makin Mahal, Hidup Komodo!

Ayas lupa bawa ponsel pagi ini. Tidak bisa ikuti komentar-komentar setelah timnas Indonesia dipermalukan Vietnam. Mutu timnas asuhan STY memang sangat buruk. Masih lumayan cuma kalah 0-2. 

Ayas pun beli koran ibukota di Kapasan. "Malam Kelam Indonesia di Vietnam!" tulis koran itu. 

Sesumbar STY pelatih asal Korsel ternyata cuma omong kosong. Beda dengan Park, pelatih Vietnam. Park omong besar tapi hasilnya juga besar. Vietnam memang tajam dan padu.

Cukup lama Ayas tidak baca koran Jakarta. Sebab di kawasan Surabaya Selatan sudah lama hilang. Tacik di Pondok Candra sudah berhenti jualan koran-koran yang dianggap sulit laku. Kita orang ndak bisa retur, katanya.

Lupakan sepak bola! Lupakan timnas Garuda! Sampai kiamat pun sulit berprestasi, kata warganet yang sumpek.

Ayas perhatikan surat pembaca. Nadanya juga kecewa berat. Sebab harga koran naik per awal tahun 2023. Sementara koran ibukota itu tetap tipis. Cuma 4 lembar (web) alias 16 halaman.

"Kualitas beritanya biasa saja," tulis Awan Dermawan di Tegal. "Belakangan saya lihat isinya lebih banyak iklan atau promosi produk tertentu."

Kecaman Awan itu bisa jadi mewakili unek-unek banyak pembaca lain. Mayoritas diam. Lalu diam-diam berhenti langganan surat kabar. "Saya baca berita di HP aja," kata seorang dosen di kawasan Gunung Anyar.

Begitulah dirupsi di era digital. Bukan hanya koran atau majalah kertas yang jadi korban. Begitu banyak bisnis lain ikut terdampak. Misalnya produser kaset, CD, VCD. Sekarang orang cukup nikmati musik, film, konser di media sosial atau YouTube.

"Bisnis musik di era digital ini jauh berbeda dengan era analog zaman papa saya," kata Nyo Leonard. 

Papanya Nyo dulu raja pop manis alias pop cengeng di Indonesia. Mulai Dian Piesesha, Obbie Messakh, Deddy Dores, Meriam Bellina, Ria Angelina, Lydia Natalia dsb. Namun label JK Records itu gulung tikar. Nyo berusaha menghidupkan label lawas itu.

Selalu ada peluang di era digital, katanya. Hitung-hitungannya jelas. Kita harus ikuti model bisnis digital sekarang, kata Nyo.

Media cetak juga sama. Ada yang migrasi penuh ke digital, berbayar, ada yang 50%, ada yang punya jurus-jurus silat khusus untuk beradaptasi dengan era baru. Tipisnya koran ibukota yang dikeluhkan pelanggan itu jadi salah satu jurus. Masih ada jurus-jurus simpanan lain.

Ayas jadi ingat pelajaran old school, sekolah lawas. Survival of the fittest. Siapa yang mampu adaptasi, stamina kuat, tahan banting, tahan sakit, imunitas tinggi.. dialah yang akan survive. Binatang purba Varanus komodoensis alias komodo toh masih sehat walafiat di Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan pulau-pulau kecil di Manggarai Barat, NTT.

Padahal, kata pakar, binatang-binatang purba seusia komodo macam di Jurrasic Park sudah punah ribuan tahun lalu. Long live komodo! 

Rabu, 04 Januari 2023

Robohnya Surau (Gereja) Kami

Sudah lama ada ide agar di setiap gereja (katolik) dibuat ruangan untuk menampung para musafir. Siapa saja boleh bermalam di situ. Makan, minum, mandi dsb gratis.


Uang kolekte kan banyak? Ada juga amplop persembahan, aksi puasa, aksi Natal, derma atau donasi umat. Ada juga yang kasih perpuluhan meski kadang tak sampai 10%.

Sayang, ide lawas itu belum terbentuk. Gereja-gereja di kota, khususnya di Jawa, yang dibangun justru ruang adorasi, ruang dan Gua Maria dan sebagainya. Padahal sembahyang adorasi & sembahyang rosario bisa dilakukan di dalam gereja. 

''Bahkan, ada desas desus kalau gedung semakin indah, maka kolekte semakin banyak. Jadi yang dikejar adalah uang," tulis Romo Yohanes Gani, CM. 

Romo Gani pagi ini kembali melakukan otokritik terhadap gereja-gereja, ya pastor, pendeta, jemaat, dsb yang mengabaikan kesalehan sosial. Orang kota makin terjebak ritualisme. Lupa dengan kata-kata Yesus Kristus:

"Sabab nalika Ingsun kerapan, sira ora nyaosi dhahar; nalika Ingsun kasatan, sira ora nyaosi ngunjuk;

nalika Ingsun lelana, sira ora nyaosi palereban; nalika Ingsun gerah, lan ana ing pakunjaran, sira ora sowan."

Tulisan Romo Gani ini patut direnungkan. Syukur-syukur ada pater atau dewan paroki yang mau mengawali proyek kemanusiaan peduli kaum papa. 

ROBOHNYA SURAU KAMI

Oleh Romo Yohanes Gani CM

Robohnya Surau Kami adalah judul cerita yang ditulis oleh AA Navis dan diterbitkan dalam majalah Kisah pada tahun 1955. Inti cerita adalah ada seorang kakek yang saleh dan menjaga surau. 

Suatu hari dia kedatangan seorang bernama Ajo Sidi yang bercerita tentang seorang bernama Haji Saleh yang masuk neraka. Padahal haji Saleh adalah seorang saleh yang melakukan ajaran agama dengan sebaik-baiknya. 

Dia protes kepada Tuhan, mengapa Tuhan memasukannya dalam neraka. Tuhan menjawab kesalahan haji Saleh karena dia hanya mementingkan diri sendiri, yaitu sembahyang, membaca kitab, dan menjalankan ajaran agamanya tetapi lupa akan situasi sekitarnya. Dia dianggap tidak peduli pada masyarakat yang menderita di sekitarnya. 

Cerpen ini merupakan kritik AA Navis terhadap penganut agama yang hanya fokus memuji Allah tetapi lupa akan situasi di sekitarnya. Orang berlomba membuat rumah ibadah besar dan megah, padahal ada banyak orang miskin dan terlantar. 

Dorothy Day pernah mencetuskan pemikiran agar di setiap gereja ada sebuah ruangan untuk menampung orang-orang yang dalam perjalanan atau orang-orang yang tidak punya rumah agar mereka dapat melewati malam dengan aman dan nyaman. Tetapi sampai sekarang ide itu belum terwujud. 

Sebaliknya di setiap gereja sekarang ada ruang adorasi, meski orang dapat adorasi di dalam gereja. Orang berlomba memperindah gedung, padahal berapa persen umat yang datang untuk berdoa. Bahkan ada desas desus kalau gedung semakin indah, maka kolekte semakin banyak. Jadi yang dikejar adalah uang. 

Seandainya dana untuk pembangunan gedung-gedung ibadah itu dijadikan modal berputar bagi kaum miskin, tentu akan ada banyak orang tertolong. 

Dengan demikian, kritik AA Navis masih berlaku sampai saat ini, dimana orang hanya sibuk dan ribut soal aturan ibadah, aturan agama, bahkan sampai bertengkar hebat, tetapi melupakan atau tidak peduli pada situasi masyarakat yang miskin.

Menurut penelitian Yayasan Bertelsman di Jerman, Indonesia termasuk negara yang paling relegius di dunia. Hal ini didasarkan kriteria sebagian besar rakyat Indonesia percaya pada Tuhan, percaya dunia roh dan kuasa gaib, berdoa secara teratur dan fanatik terhadap agama. Tetapi hampir semua umat beragama masih fokus pada pengejaran kesalehan pribadi agar masuk surga, sehingga melupakan kesejahteraan masyarakat. 

Orang memeluk agama tanpa memeluk kemanusiaan atau rasa keagamaannya lebih tebal daripada rasa ketuhanannya. Orang hanya menjunjung tinggi agama tetapi melupakan substansinya. Akibatnya meski mengaku dan diakui sebagai negara religius tetapi tingkat korupsi masih tinggi, pelecehan terhadap sesama manusia masih kuat, kebebasan sipil (beragama, berserikat, berpendapat) kurang perlindungan. Maka tidak heran bila ada bupati atau masyarakat yang melarang perayaan Natal. 

Maka tidak cukup beragama dan hanya fokus untuk masuk surga dengan menjalankan ajaran agama secara ketat. Perlu mencintai Tuhan yang terwujud dalam cinta kepada sesama dan semesta. Perlu menghargai sesama dan semesta.

 Jika hanya fokus hanya berdoa dan membuat gedung megah atau liturgi mewah maka mungkin apa yang diceritakan oleh Ajo Sidi bahwa haji Saleh masuk neraka ada benarnya. (*)

Senin, 02 Januari 2023

Dua Paus Sepuh di Vatikan Jadi Preseden Aneh

Selama 8 tahun lebih ada 2 paus di Vatikan. Paus Fransiskus dan Paus Benediktus XVI. Tepatnya Paus Emeritus. Ini preseden baru setelah 600 tahun. Kondisi yang tidak normal di Vatikan.

Normalnya seorang paus tidak (boleh)  pensiun atawa emeritus. Paus itu penerus Santo Petrus. Jabatan seumur hidup. Para kardinal kumpul di Vatikan untuk konklaf memilih paus baru setelah paus sebelumnya meninggal dunia.

Paus Benediktus XVI memilih pensiun. Tapi tidak kembali jadi Kardinal Ratzinger tapi Paus Emeritus. Kesannya ada 2 paus meskipun Benediktus XVI hidup dalam senyap di dalam biara. 

Kini, setelah Paus Benediktus XVI pulang ke rumah abadi, Paus Fransiskus benar-benar jadi paus tunggal. Tak ada lagi bayang-bayang paus lama yang masih ada di Vatikan. Pope Francis tak perlu lagi konsultasi dengan pendahulunya.

Paus Frans juga sudah tua. Selisih umur cuma 9 tahun dengan Paus Benediktus. Kondisi Paus Frans juga kurang sehat. Duduk di kursi roda, pakai tongkat, kelihatan rentan. Misa di Vatikan pun selalu dipimpin kardinal atau uskup. Paus Frans hanya kasih homili atau khotbah.

Itulah situasi Gereja Katolik sepeninggal Paus Yohanes Paulus II pada 2005. Para kardinal sepakat memilih Kardinal Ratzinger yang berusia 78 tahun sebagai paus. Jadilah Paus Benediktus XVI hingga meninggal dunia dalam usia 95 tahun.

Setelah Paus Benediktus XVI jadi emeritus, mengundur diri, banyak yang mengira para kardinal memilih paus yang usinya masih relatif muda. Ternyata tidak. Tuhan berkehendak lain. Kardinal Borgelio yang sepuh yang jadi Paus Fransiskus.

Mudah-mudahan Paus Fransiskus bisa membantu mengakhiri perang di Ukraina. Dan, Paus Benediktus XVI ikut mendoakan dari surga. 

Resolusi tahun baru! Roh penurut tapi daging lemah

Orang kampung tidak kenal resolusi tahun baru. Bahkan, kata "resolusi" pun tak pernah dengar. Biasanya orang kampung di Lomblen Island, NTT, merayakan tahun baru dengan makan bersama di plein atau namang. Yakni lapangan kampung tempat anak-anak biasa main sepak bola.

Tidak ada konvoi, tiup trompet, konser musik dsb. Tapi orang kampung selalu makan besar. Poro wawe, poro witi, kadang poro sapi: sembelih babi, sembelih kambing, sembelih sapi. Dimakan sepuas-puasnya. Tentu tidak lengkap kalau tak ada tuak, sedikit arak, sebagai penyedap rasa.

Mete sampe pagi! Melekan sampai pagi. Sambil menari oha & hedung tarian khas suku Lamaholot.

Sebelum acara makan-makan pasti ada sembahyang bersama. Ibadat sabda tanpa imam. Sebab, imam atau pater biasanya sibuk di kota atau stasi lain. Orang kampung juga pintar khotbah karena sejak dulu jarang ada pastor di stasi-stasi alias kampung-kampung.

Resolusi tahun baru? Ayas tidak pernah dengar. Biasanya cuma melafalkan doa hafalan: Berilah kami rezeki pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami...

Besoknya doa begitu lagi: Berilah kami rezeki pada hari ini dan...

Ayas baru kenal rezeki setelah hijrah ke Java Island. Kemudian nonton artis-artis di televisi bikin resolusi tahun baru. Nantinya akan begini begini begini.. Harus lebih kurus, punya ini itu dsb.

Ayas bikin resolusi yang sederhana saja. Misalnya akan senam pagi tiap hari. Minimal 3 kali seminggu. Hasilnya gagal. Belum sampai 2 bulan Ayas sudah tak senam pagi. Lama-lama ya lupa resolusi itu.

Tahun lalu Ayas ditanya orang di kantor yang rada modern. Resolusimu opo?

"Apa ya?" Ayas bingung karena tidak punya konsep resolusi-resolusian. "Sederhana aja. Tahun 2022 tidak lagi main HP sambil tiduran karena membahayakan kesehatan, merusak mata dsb dsb."

Ayas agak serius soal main HP sambil tidur itu setelah membaca artikel dan lihat siniar di YouTube. Tidak baik mengoperasikan HP sambil tiduran. Lalu tertidur dan HP masih aktif sampai pagi. Paket data pasti ludes.

Resolusi ini ternyata juga tidak jalan. Tidak sampai 2 bulan kebiasaan menonton berita, podcast, wawancara, musik, cuplikan gol-gol sepak bola kambuh lagi. Lama-lama jadi kebiasaan.

 Bahkan belakangan si Ayas ini sering memutar film-film lawas macam Mak Lampir, Brama Kumbara, Arya Kamandanu di atas kasur. Lalu tertidur pulas. HP sudah disetel mati otomatis pukul 01.00. Kebiasaan jelek ini sudah jalan satu tahunan.

Lalu, apa resolusi tahun 2023?

Tidak ada. Kalau mau diada-adakan ya soal HP, media sosial, YouTube dkk itu. Ayas cuma agak berhasil tidak lagi membawa HP ke kakus. Dulu Ayas cukup lama duduk di dalam toilet saking asyiknya memantau obrolan seniman-seniman Sidoarjo yang sering nyeleneh & kreatif.

Masalah terbesar yang kelihatan sepele ya main HP sambil tiduran itu. Kelihatannya remeh tapi sukar diatasi kalau tidak punya niat yang benar-benar kuat. 

Ayas hanya bisa berdoa, "Ampunilah hamba yang berdosa ini..."

Roh itu penurut tapi daging lemah, kata kitab suci.