Masih dari Suikerstraat atawa Jalan Gula, Surabaya. Selain ada pusat penerbitan buku-buku roman Melayu Tionghoa, tempo doeloe ada markas Komedie Stamboel. Cikal bakal teater modern Indonesia itu pernah sangat terkenal di masa penjajahan Belanda.
Komedie Stamboel itu didirikan pada 1891 di Soerabaia alias Soerabaja alias Surabaja alias Surabaya. Markasnya di Kampoeng Dorostraat 13, yang tak lain toko milik Yap Gwan Thay. (Ada juga yang menulis Yap Gwan Thai, Yap Goan Thay, Jap Gwan Thaij, Jap Goan Thaij... Sama saja orangnya.)
Ada pantun lama tentang Komedie Stamboel yang pernah sangat tersohor pada masa Hindia Belanda itu.
𝐵𝑎𝑏𝑎 𝑌𝑎𝑝 𝐺𝑤𝑎𝑛 𝑇ℎ𝑎𝑦 𝑎𝑚𝑎𝑡𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟
𝐵𝑜𝑒𝑘𝑎 𝑘𝑜𝑚𝑒𝑑𝑖𝑒 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑎𝑚𝑏𝑎𝑟
𝑆𝑒𝑑𝑒𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑛𝑑𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝑇𝑖𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑜𝑒𝑤𝑎𝑡𝑖𝑟 𝑜𝑒𝑑𝑗𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑒𝑏𝑎𝑟
𝑇𝑢𝑎𝑛 𝐴. 𝑀𝑎ℎ𝑖𝑒𝑢 𝑝𝑢𝑛𝑗𝑎 𝑏𝑜𝑒𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑖𝑛𝑔𝑒𝑡𝑎𝑛
𝐷𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑗𝑒𝑟𝑑𝑖𝑘𝑛𝑗𝑎 𝑠𝑜𝑒𝑑𝑎 𝑘𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐿𝑜𝑒𝑡𝑗𝑜𝑒𝑛𝑗𝑎 𝑑𝑗𝑜𝑒𝑔𝑎 𝑑𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡𝑎𝑛
Baba Yap Gwan Thay ini pedagang obat dan arak cina alias ciu (tjioe). Laku keras. Iklan ciu punya Baba Yap ini sering muncul di koran tempo doeloe terbitan Soerabaia dan Batavia. Alamat toko arak itu di Straat Kampoeng Doro 13.
Arak obat khas Tiongkok itu bahkan pakai merek Yap Gwan Thay.
"Boeat obatnja orang laki atawa prampoean toewa atawa moeda jang badannja koeroes poetjet-poetjetan koerang darah...," begitu antara lain iklan arak cina milik Baba Yap di koran tempo doeloe.
Karena duitnya banyak, senang kesenian, punya selera Eropa, Yap Gwan Thay lalu bikin kelompok kesenian yang dinamakan Komedie Stamboel itu. Pemainnya ada 16 orang. Empat di antaranya perempuan.
Tidak disebutkan apakah para pemain komedi stambul ini doyan minum arak Djin Som Tjioe. Di buku Komedie Stamboel karya Cohen hanya disebutkan sebagian besar pemain berasal dari Krembangan. Mereka kerja serabutan, agak nakal, suka minum, dari kalangan bawah.
Latihan sekaligus pentas di bawah tenda di Kampung Doro. Kampung kecil di Suikerstraat alias Jalan Gula itu. Di buku telepon Soerabaia tahun 1937 ditulis Kampoeng Dorostraat (Suikerstraat).
Nah, di belakang Baba Yap punya toko ada perkampungan yang masih kumuh dan berantakan. Kontras dengan toko-toko dan kantor-kantor di dekatnya macam Jalan Slompretan, Jalan Gula, Jalan Teh, Jalan Toapekong, Jalan Karet, atawa Kembang Jepun.
Rupanya eksperimen iseng-iseng Baba Yap dengan Komedie Stamboel ini sukses besar. Masyarakat yang sumpek saat itu sangat menikmati lakon-lakon 1001 Malam, Ali Baba, dsb. Apalagi setelah Tuan A. Mahieu yang jadi sutradara Komedie Stamboel van Soerabaia.
Arena pentas di Kampung Doro tidak lagi layak. Apalagi baba-baba Tionghoa kelas atas juga senang dengan Komedie Stamboel. Maka kelompok teater itu dikasih tempat pertunjukan di gedung bagus di Jalan Kapasan. Komedie Stamboel juga sering ditanggap ke kota-kota lain di Hindia Belanda.
The glory is over!
Saat ini praktis tidak ada jejak Komedie Stamboel yang tersisa di Kampung Doro atau Jalan Gula, Surabaya. Bahkan tidak banyak orang Surabaya (asli) mengenal Kampung Doro. Apalagi riwayat Komedie Stamboel sebagai perintis seni pertunjukan atau teater modern di Indonesia.
Syukurlah, ada Matthew Isaac Cohen PhD, peneliti dari University of London, yang melakukan kajian mendalam tentang Komedie Stamboel di Surabaya. Cohen kemudian menerbitkan buku tebal berjudul Komedie Stamboel: Popular Theater ini Colonial Indonesia 1891-1903.
Saat ini Kampung Doro seperti permukiman di dalam benteng. Jalan masuknya cuma satu dan sangat sempit. Hanya bisa untuk satu sepeda motor.. dan harus dituntun.
Rumah yang tersisa tidak sampai 15 biji. Tidak ada satu pun warga kampung itu yang pernah dengar Komedie Stamboel. "Saya baru tinggal di sini tahun 1982. Gak pernah denger Komedie Stamboel," kata seorang tante di Kampung Doro.