Kamis, 04 Agustus 2022

Eksostisme Pabrik Obat di Jalan Bongkaran

Kawasan kota lama Surabaya ini sumpek dan padat siang hari. Malamnya sepi. Gedung-gedung tua banyak betul. Tapi kebanyakan mangkrak.

Saya sering banget melintas di Jalan Bongkaran, belok kiri Jalan Kopi, tembus Pasar Bong, Slompretan, Topekong alias Cokelat, Jalan Karet, ada juga Jalan Teh, dan seterusnya. Kalau sudah capek biasanya mampir di Maya punya rumah di dekat Topekongstraat.

Setelah nikah, Cik Maya diboyong suaminya ke Jakarta. Yah.. terpaksa mampirnya di warkop-warkop van Madoera yang banyak banget di kawasan Old Chinese Town itu. 

Kemarin ada orang Medan pusing-pusing ke Jalan Karet, Gula, Slompretan, Bibis.. sampai penat. Mampir di warkop Jalan Bongkaran. Orang Madura punya warkop. 

"Orang Madura banyaaak di sini ya, Bang?" tanya si Medan gaya Tapanuli.

"Bukan banyak tapi banyaaaaak. Hampir semua warung, warkop di pinggir jalan, emperan gedung itu  punya wong Meduro."

"Warung sate dekat kelenteng itu Madura juga?"

"Iya.. itu Abah punya ponakan. Abah asli Madura sudah lama naik haji hasil jualan sate sejak awal 80-an."

"Kalau bangunan Pabrik Obat Helmig dan Essence itu masih aktif?"

"Pabriknya sudah lama pindah ke Prigen, Tretes. Kawasan dingin banyak vila bagus. Anda bisa rekreasi di sana. Ada sate kelinci yang enak."

Bang Horas ini rupanya bukan turis biasa. Dia senang gedung-gedung tua, bangunan kolonial, kota tua, pabrik-pabrik tua dan sejenisnya. Sudah keliling beberapa kota besar. 

 "Bangunan-bangunan tua di Surabaya ini sebenarnya bagus-bagus. Tapi kurang terawat. Kalau di kota lama Semarang bagus-bagus," kata si Horas yang tidak suka RW alias Sengsu.

Saya lalu cerita dongeng tentang pabrik obat Helmig dan esens Tjap Lontjeng. Pabrik ini ganti nama jadi Pharmasi Industri Masyarakat (PIM) pada 1958. Sekarang jadi  PT PIM Pharmaceutical.

 Juga menyinggung sedikit bangunan-bangunan kolonial di kawasan Bongkaran, Slompretan, Bibis, Waspada, Karet, Gula dsb. Tidak lupa dikasih sedikit bumbu-bumbu kuntilanak, nonik-nonik londo yang melayang-layang, serta hantu-hantu tenglang.

Bang Horas sesekali tersenyum dengar dongeng soal hantu blauw van Londo. 

Horas.. horaaas... horaaasss!
Lisoi.. lisoi.. lisoi...
O parmitu lisoi.. 

(Tidak ada tuak di Surabaya 😀)

1 komentar: