Minggu, 10 April 2022

Minggu Daun-Daun tanpa Perarakan Daun Palem

Menikmati kacang kapri cap Hosana di Gresik, saya jadi ingat Minggu Palem. Lagu perarakan wajib di awal pekan suci itu memang Hosanna Filio David. Kata 'hosanna' selalu diulang-ulang.

Versi Indonesia: Hosana Putera Daud.. terpujilah yang datang dalam nama Tuhan.

Versi Latin: Hosanna filio David: benedictus qui venit in nomine Domini.

Lagu antifon gregorian ini dinyanyikan berkali-kali saat perarakan di kampung di pelosok NTT. Jalan kaki sekitar 3 kilometer. Menyanyi sambil mengangkat dan menggerak-gerakkan daun palem atawa palma.

Prosesi khusus untuk mengenang Yesus masuk Kota Yerusalem. Naik keledai. Diele-elukan rakyat dengan daun-daun dan ranting-ranting zaitun.

Di Jawa tidak ada perarakan palem yang jauh. Biasanya cuma di halaman gereja. Biasanya malah tidak ada. Langsung masuk ke gereja. Daun palem cuma diangkat dan diberkati imam. Sambil nyanyi Yerusalem Lihatlah Rajamu, Hosana Putra Daud, dan Terpuji Raja Kristus.

Saat ngobrol dengan Pater Wayan Eka Suyasa SVD di samping pastoran Paroki Gresik, pater asal Bali ini menyebut persiapan Minggu Daun-Daun. Wow, istilah lama yang sangat terkenal di NTT, khususnya Flores dan Lembata.

Waktu masih di kampung semua pastor, guru agama, umat Katolik selalu bilang Minggu Daun-Daun. Tidak pernah saya dengar Minggu Palem atau Minggu Palma. Sebaliknya, di Jawa tidak dikenal Minggu Daun-Daun tapi Minggu Palem.

Namanya juga daun-daun, maka umat tak hanya membawa daun palem. Ada yang bawa daun kelapa, daun pinang, daun enau, daun macam-macam lah. Suasananya sangat meriah ketika imam-imam dari Eropa, khususnya Belanda dan Jerman, masih tugas di NTT.

'Nyanyi yang keras.. semangat,' ujar Pater Geurtz SVD di pelosok Lomblen alias Lembata. Lalu menyanyi: Hosanna... Putera (versi baru: Putra) Daud.. terpujilah yang datang dst.

Semangat betul pater yang selalu bicara pakai bahasa Indonesia versi tempo doeloe alias Melayu Rendah itu. 'Santo Paulus kasih tau kita orang supaya tidak berhenti tolong kita orang punya sesama,' begitu kira-kira gaya bahasa misionaris Belanda itu.

Minggu pagi ini Minggu Palem.

Saya tengok di YouTube gereja-gereja di berbagai kota sudah misa mendekati normal. Ada perarakan daun-daun palma tapi sebatas di lingkungan gereja. Passio lengkap dan panjang. Durasi misa dua jam lebih. Persis sebelum pandemi.

Tadi pagi saya misa online versi singkat dan padat ala Amerika. Durasinya tidak sampai 30 menit. Lebih hemat data dan tidak bertele-tele. 'Maaf, passio tidak dibacakan lengkap karena kita dibatasi durasi 30 menit,' kata pater yang biasa melayani Sunday Mass dari Amerika Serikat itu.

Selamat Minggu Palem!
Selamat Pekan Suci!

Gadis Peru menikmati asmara lampu ublik

Semalam Kevin tiba-tiba muncul di warung dekat pohon beringin berselimut kain. Di kawasan Jolotundo, Trawas, yang sejuk. Tumben, Kevin bawa cewek cakep sekali. Rupanya baba Tionghoa dari Surabaya ini sudah dapat pacar.

'Anaknya gak iso bahasa Indonesia. Apalagi bahasa Jawa,' kata Kevin kepada Mbok Nur yang punya warung. 

Ibu gemuk ini penghayat kejawen yang pinter ritual. Kevin pun biasa ritual bakar hio atau dupa di tempat petilasan yang dikeramatkan itu. Mbok Nur bingung karena gadis langsing itu sama sekali tidak bereaksi ketika ditanya dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

'Dia asli dari Peru. Bisanya cuma bahasa Spanyol dan bahasa Inggris,' kata Kevin kepada saya.

Ketemu di mana kok dapat gadis Peru? Di media sosial, jawab Kevin sambil tersenyum bahagia. Khas orang yang lagi mabuk asmara.

Baba ini sudah berusaha cari gadis lokal. Sesama wong tenglang. Tapi sulit. Yang bukan tenglang juga angel atawa sulit. Karena itu, ia minta bantuan media sosial plus sembahyang bakar dupa dsb. 

Rupanya media sosial sangat efektif di era globalisasi. Jarak jauh di Amerika Latin, beda negara, lain bangsa.. bukan lagi penghalang. Gadis Latin nan jelita itu pun terbang ke Surabaya. Nekat demi kekasihnya meski pandemi corona belum usai.

Sudah pernah dengar Indonesia sebelum ketemu pacarmu?

'Tidak pernah. Tahunya dari dia aja,' katanya.

Gak kesulitan dengan masakan Indonesia?

'Gak masalah. Enak kok,' katanya dalam bahasa Inggris khas non native speaker.

Malam itu listrik di warung Mbok Nur padam. Ada masalah dengan makelar listri di desa rupanya. Sehingga jaringannya diputus. Apa boleh buat, mbok pakai pelita atawa lampu minyak tanah. Ublik kata orang Jawa.

Cahaya pelita remang-remang kekuningan. Persis suasana di pelosok Lomblen NTT saat aku kecil dulu. Waduh, tamu jauh dari Peru kok disambut cahaya lampu ublik!

Maaf, ada masalah dengan jaringan listrik. Terpaksa pakai lampu minyak yang sangat sederhana.

'Oh, gak masalah. Aku suka kok suasana seperti ini,' kata si Nona Latin.

Mbok Nur lalu mengajak si Nona dan Kevin ke dalam. Makan-makan atawa dengar wejangan spiritual. Nona Latin terlihat senang meski berada di kampung yang listriknya mati.

Apa yang disampaikan kepada sejoli itu?

'Kalau memang sudah garis jodohnya ya dinikahi aja. Kita doakan yang terbaik,' kata Mbok Nur menjawab pertanyaan saya.

Malam kian larut. Mata kian berat meski sudah melahap kopi hitam dua gelas. Saya pamit pulang. Kevin dan Nona Latin pun rupanya kembali ke Surabaya.

Kalau cinta sudah melekat, lampu ublik di gubuk pun serasa di hotel berbintang.

Sabtu, 09 April 2022

Pater Wayan Eka Suyasa SVD Nostalgia Lembata dan Lomblen

Selepas menikmati nasi krawu, teh panas, dan kacang kapri cap Hosana, meluncurlah saya ke Gereja Katolik Gresik. Ingin katemu Pater Wayan Eka Suyasa SVD. Pater asal Bali ini ternyata sudah lama bertugas di Gresik. Sebelum pandemi corona.

Dulu saya biasa ngobrol dengan Pater Wayan di Paroki Yohanes Pemandi, Wonokromo, Surabaya. Cerita-cerita nostalgia tentang Pulau Adonara, Pulau Lembata, Pulau Flores, NTT. Pakai bahasa Indonesia campur Lamaholot, bahasa daerah di Adonara dan Lembata sana.

Meski berasal dari Bali, Pater Wayan cukup lancar bahasa Lamaholot versi Adonara Timur. Ia memang pernah bertugas di Adonara di awal jadi imam kongregasi SVD. Bahasa Lamaholotnya tidak hilang di Surabaya karena pastor paroki di Wonokromo asli dari Adonara: Pater Kris Kia Anen SVD. 

Sekarang Pater Kris pindah ke Sumatera Utara. Pater Wayan geser ke Gresik. Ini bersejarah karena sejak zaman Belanda belum pernah ada rama-rama SVD yang tugas di Gresik. Dari dulu imam kongregasi misi atawa CM. Dari dulu Paroki Santa Perawan Maria, Gresik, identik dengan Rama Suwadji CM.

Apa kabar Rama Suwadji? Beliau ternyata masih melayani domba-domba di Gresik. Namun, karena sudah terlalu tua, Rama Wadji ditemani Rama Wayan Eka SVD dan rama rekan. Sebab jemaat di Gresik tergolong banyak dan wilayahnya sangat luas.

Rupanya Pater Wayan Eka baru selesai memimpin jalan salib bersama ibu-ibu Legio Mariae. Maka saya temui dengan prokes khas pandemi covid. Pakai masker dsb. 'Saya sudah booster. Pater sudah booster juga?' kata saya membuka percakapan.

'Sudah lah. Lansia dapat prioritas,' jawab pater yang ramah ini.

Lalu mulai nostalgia pakai bahasa campuran Indonesia dan Lamaholot. Cerita tentang kebiasaan minum tuak di kampung. Ada tuak dari siwalan, kelapa, enau. 'Orang Adonara paling suka yang dari kelapa,' katanya.

'Orang Lembata suka tuak koli (siwalan). Sebab tidak ada yang dari kelapa.'

'Ama dari Lembata atau Lomblen?' (Ama itu sapaan untuk laki-laki di bumi Lamaholot. Ina untuk perempuan.)

Lembata dan Lomblen itu sama saja. Dulu disebut Pulau Lomblen. Sekarang Pulau Lembata. Bahkan sekarang jadi Kabupaten Lembata. Tidak lagi ikut Kabupaten Flores Timur.

Pater Wayan tentu sangat paham. Rupanya di kalangan pater-pater SVD ada perbedaan Lembata dan Lomblen. Lembata, menurut versi Pater Wayan, adalah kawasan yang bisa dijangkau dengan sepeda motor atau mobil. 

'Kalau motor dan mobil tidak bisa masuk namanya Lembata,' kata pastor lulusan seminari tinggi di Ledalero, Flores, itu.

Hehehe.. Saya baru dengar ada guyonan soal ini. 'Saya dari Lembata, bukan Lomblen. Memang dari kampung tapi tidak jauh dari Lewoleba, ibu kota kabupaten.'

'Pater parokinya dulu siapa?'

'Asli Belanda. Pater Petrus M. Geurtz SVD.'

'Oh ya.. Pater Geurtz. Saya ingat dulu kami pernah main bola voli di sana. Habis olahraga bukannya dikasih minum air putih tapi tuak,' cerita Pater Wayan bikin aku ketawa.

Rombongan Pater Wayan kemudian disuguhi makan enak khas orang kampung di Lomblen alias Lembata. Ikan laut segar, kerang, sayur kelor, dsb. Tentu saja wata kenaen alias jagung titi tidak ketinggalan.

Gak nyangka Pater Wayan Eka ternyata pernah blusukan hingga ke pelosok Lembata. Bahkan ke Lomblen yang belum punya infrastruktur jalan raya untuk motor dan mobil. Terpaksa naik kuda atau jalan kaki.

'Kudanya pater-pater di Lembata dulu biasanya jalan sendiri bawa barang dan berhenti di depan pastoran,' kata saya.

'Betul. Itu juga yang saya alami saat tugas di pelosok Kabupaten Ende. Kuda yang bawa barang saat kita tourne,' ujar sang pater.

Itu semua tinggal kenangan masa lalu. Pater Wayan sudah lama bertugas di paroki-paroki di Jawa yang fasilitasnya modern dan terjamin. Gereja bagus, pastoran bagus, makanan bergizi, apa saja ada. Umatnya juga makmur dan berpendidikan tinggi.

Kelihatannya lebih enak tugas di Gresik dan Surabaya ketimbang di Flores atau Adonara atau Lomblen?

'Tugas di mana pun sama saja. Sebagai imam, saya harus melayani umat Allah di mana pun saya ditempatkan,' ucap Pater Wayan.

Kelihatannya makin banyak umat Katolik yang datang meski bukan hari Minggu. Semangat menggereja orang Katolik di Gresik memang luar biasa. Mereka ingin bertemu Pater Wayan.

Maka, saya pun minta diri.
Terima kasih, Ama Tuan!
Terima kasih, Pater Wayan!

Manusia di Ukraina bisa mati semua kalau ikut Matius

Invasi Rusia ke Ukraina masih berlangsung. Sejak 24 Februari 2022. Entah sampai kapan. Mungkin sampai Ukraina hancur total. Putin punya ambisi untuk mengambil semua tanah Ukraina.

Putin tak peduli jutaan manusia mati. Tentara Rusia juga banyak yang mati. Apalagi gedung-gedung megah nan mewah hancur berantakan.

Putin tak peduli tekanan Nato, USA, negara-negara mana saja. Apalagi PBB. Rusia punya hak veto untuk membungkam semua resolusi PBB. Tiongkok teman Rusia juga punya veto di PBB. 

'Buang saja PBB ke laut,' kata pengamat warkopan di Sidoarjo. 'Buat apa ada PBB? Toh, dari dulu Israel serang Palestina dan tidak ada solusi dari PBB.'

Tsar Putin juga tidak ikut Paus Frans di Vatikan. Anda sudah tahu, Putin dan Rusia punya paus sendiri: Patriarkh Kirill. Bapa Kirill ini selalu serang Barat. Sering serang Roma atawa Paus di Vatikan yang pimpin Gereja Katolik sedunia. 

Lihat saja di YouTube. Omongan Kirill tentang Barat dan Roma sangat keras. Biasanya ada kata heresy. Yang benar dan diterima Tuhan ya gerejanya yang bernama Ortodoks Rusia itu. Tentu Tuhan berada di pihak Rusia, pikirnya.

Semalam ada berita di situs Roma, eh Vatikan. Isinya antara lain:

"Cardinal Pietro Parolin, the Vatican's secretary of state, has reiterated that Ukraine has a "legitimate" right to defend itself from Russian aggression, but he also has warned that weapons being sent there by other countries could lead to a "terrible" escalation of the war."

Bapa Kardinal khawatir perang di Ukraina ini meluas kalau negara-negara lain kirim.senjata ke Ukraina. Untuk menghadapi gempuran Sovyet, eh Rusia, eh Putin yang hebat itu. Skala perang bisa meluas ke mana-mana.

Kalau tidak dibantu senjata, lalu perang pakai apa? Tongkat? Bambu runcing? Batu? Busur panah? 

Diskusi di laman Katolik semalam agak panas. Pro dan kontra. Lebih banyak yang dukung Ukraina. Mendoakan agar perang segera berakhir.. dan Ukraina menang.

'Kardinal ngomong begitu karena tidak punya anak. Beliau selalu punya pengawal yang melindungi,' kata orang Yunani.

Bennio Van menulis:

'With no support of weapons how can Ukraine defend herself, by hands and prayers, your Excellency?
Hope you can pray for Putin so that he might change his mind and ambition and stop killing civilians in the war.'

Saya yang tidak fasih bahasa Inggris ikut nimbrung dengan mengutip kitab suci.
Matius 5 : 39
"But I say to you, do not resist an evil person; but whoever slaps you on your right cheek, turn the other to him also.'
 
Putin ini masuk kategori evil person. Siapa yang tampar kau punya pipi kiri, kasih pipi kanan juga. 

Kelihatannya pernyataan Kardinal yang nota bene sekretaris negara Vatikan itu terinspirasi oleh Santo Matius. Manusia-manusia di Ukraina bisa mati semua.

Rabu, 06 April 2022

Tukang Becak dan Pemulung Kembang Jepun Berumah di Angin

Angin sudah bertahun-tahun jadi tukang becak. Mangkal di pojok barat Kembang Jepun. Selain Angin, ada beberapa lagi abang becak yang mangkal di kawasan kota lama Surabaya itu.

Angin tidak peduli angin malam yang dingin dan, kata orang, membawa penyakit. Juga tidak peduli hujan deras, banjir dsb. Apalagi cuma gerimis tipis. Angin tetap bisa tidur pulas di atas becaknya.

"Kalau ngantuk ya tidur. Kadang mimpi," kata Angin yang selalu berbahasa Jawa halus kulonan.

Pernah dapat nomer? 

Pernah, katanya. Tapi lebih sering tidak kena. Cuma sekali-sekali saja Angin nombok nomor togel, judi toto gelap kesukaan tukang becak atau wong cilik lainnya. Kalangan kuli tinta biasanya senang tebak skor di situs-situs mancanegara.

Bulan puasa ini Angin juga puasa. Meski tetap harus genjot becaknya dengan kaki. Angin belum pakai mesin motor seperti becak-becak di Surabaya saat ini.

 "Alhamdulillah, masih puasa. Kalau ndak kuat ya ndak puasa," katanya.

Tidak takut covid? 

"Alhamdulillah, mboten. Kalau waktunya mati ya mati. Ada ndak ada covid ya tetep mati kalau memang wis wayahe," katanya enteng.

Tak jauh dari situ, masih di Kembang Jepun, ada Petir. Tukang pijat rangkap pemulung sampah-sampah plastik. Petir pun sudah belasan tahun meninggalkan rumahnya di Gresik. Ia memilih jadi gelandangan.

Petir tidur di emperan gedung tua peninggalan Belanda yang telantar. Kantor penting tempo doeloe itu selalu tertutup. Tidak jelas siapa pemiliknya sekarang.

Kalau Angin tidur di atas becak, Petir tidur di atas papan. Biasanya kemulan sarung rangkap dua. Kelihatan asyik banget orang ini tidur. Biasanya ngorok agak keras. 

"Alhamdulillah, masih dikasih rezeki," katanya setiap kali ditraktir kopi, rokok, atau nasi bungkus.

Pak Petir ini kecanduan berat rokok. Uang hasil pijat dan pulung sampah biasa dipakai beli rokok. Beras atau nasi atau mi nomor sekian. Karena itu, Petir sering kelihatan seperti orang kelaparan dan loyo. 

"Mana nasi bungkusnya?" kata Petir setiap bertemu orang yang sudah dikenalnya.

Selama pandemi covid dua tahun ini Angin, Petir, Guntur, Kilat, dan kawan-kawan jarang pakai masker. Tidak paham protokol kesehatan 3M atau 5M meski sering baca surat kabar pemberian wartawan. 

Polisi dan satpol PP sering bagi masker gratis di kawasan itu. Cuma dipakai sebentar lalu dicopot. Manusia-manusia bebas, T4, tunawisma, gelandangan macam ini kelihatannya kebal virus corona. Padahal Angin dan kawan-kawan belum divaksinasi.

Selasa, 05 April 2022

Kacang kapri ternyata mahal banget

Kacang kapri asli Gresik. Hosana mereknya. Since 1990. 

Sudah lumayan lama camilan kapri ini. Tapi saya baru tahu pagi tadi. Juga baru tahu kalau kacang kapri itu sangat mahal ketimbang kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang-kacangan lain.

Satu bungkus kecil Rp 50 ribu, kata pelayan di salah satu depot di Gresik.

Apa tidak salah dengar? Camilan kapri jauh lebih mahal ketimbang nasi krawu gresik plus teh panas? 

Itu yang murah. Yang agak besar 80 ribu. Ada yang 100 ribu, kata ibu itu meyakinkan saya.

Oh, begitu!

 Kacang kapri ternyata mahal di Jawa Timur. Lebih mahal dari duren kelas sedang. Durian kelas biasa-biasa saja bisa dapat tiga Rp 50 ribu.

Dari dulu kacang kapri memang mahal, katanya. Ibu itu berusaha meyakinkan saya yang terlihat belum percaya dengan harga kacang kapri cap Hosana itu.

Apa boleh buat, kaprinya sudah dimakan meski kurang enak. Wajib bayar. Anggap saja buat pengalaman. Biar kapok. Kali lain jangan beli kacang kapri yang harganya gak umum itu.

Mendingan beli durian meski kadang cuma dapat duren bosok.

Apes! Dapat Duren Bosok di Pasar Lawang

Asyik juga jalan-jalan di Lawang. Ada Hotel Niagara yang antik + bumbu-bumbu cerita anehnya, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) paling top, bangunan-bangunan lawas, hingga Pasar Lawang yang selalu ramai.

Kawasan RSJ dr Radjiman di Sumber Porong belakangan ini sepi. Tak banyak pasien dan keluarganya sliwar-sliwer. Warga setempat pun tak banyak lewat. Sesekali ada mobil dan motor menuju ke perumahan baru di ujung kompleks RSJ. 

Malang Anggun Sejahtera namanya. Kawasan perumahan ini masih mirip hutan atau kampung baru.

Saya agak pangling di kompleks RSJ ternama itu. Banyak sekali bangunan baru. Suasana khas rumah sakit kurang terasa. Tak tercium bau obat-obatan. Tak terlihat perawat-perawat dan dokter pakai seragam kebesaran baju putih.

Syukurlah, ada kopi yang layan enak di salah satu kafe. Khas Ngalam kata pedagang. Tidak terlalu pahit dan keras. Tapi juga tidak seenteng kapal api.

Tak ada hiburan di RSJ, saya langsung cabut ke pasar. Lagi musim durian di Lawang, Purwodadi, Pandaan, Trawas. Biasanya duren-duren di Lawang lebih murah ketimbang di Ngalam Atok (Malang Kota). 

Duren memang banyak sekali dijajakan di lapak-lapak depan pasar. Kebetulan hampir semua pedagangnya berbahasa Inggris Timur alias telo lema. Cocok buat latihan bicara dengan native speaker.

"Yang ini masak pohon.. nyaman," kata mama tua telo lema.

Dilihat dari luar memang bentuknya sangat meyakinkan. Bersih dan agak gemuk. Tebal gak dagingnya? Wis ta.. nyaman nyaman, kata bakul duren itu.

Akhirnya, ayas beli duren kelas sedang produk lokal. Sudah lama gak makan duren. Sekarang saatnya menikmati duren di Lawang. Syukuran karena covid mulai melandai di Jawa Timur.

Malang tak dapat ditolak... duren yang lumayan mahal itu ternyata bosok separo. Hanya separo yang bisa dimakan. Itu pun kurang enak karena ada cacat dari sananya. 

Mau dikembalikan tidak mungkin. Maki-maki pedagang itu pun tak ada gunanya. Sebab, dia hanya menjalankan tugasnya untuk meyakinkan pembeli. Salah sendiri mau beli duren di pinggir jalan.

Kapok lombok. Kapok beli duren tapi biasanya kumat lagi.