Ternyata saya sempat 'dirasani' sejumlah wartawan senior Jawa Pos Group di salah satu WA Group. Kebetulan saya sudah lama tidak ikut grup-grup yang tidak ada hubungan dengan kerjaan. Memori ponselku terlalu sempit untuk menampung data dari WAG yang besar itu.
Menarik. Gara-gara pertanyaan Pak Maksum, dosen, mantan redaktur opini Jawa Pos. Saya kenal Pak Maksum, bahkan tahu tempat duduknya, dulu. Tapi ia tidak kenal saya.
Kalau ketemu langsung, saya yakin Pak Maksum kenal. Cuma tidak tahu nama saya.
Bung Thom, eks wartawan senior JP Group, yang membagikan sedikit percakapan di WA Group para jurnalis lawas itu. Ceritanya, nama saya tercatat sebagai salah satu pemesan buku biografi Cak Soeryadi, mantan karyawan Jawa Pos, yang jago sepak bola itu.
Maksum: "Mbak Oemi, sopo Hurek itu Mbak?"
Soeryadi: "Hurek itu redaktur Radar Surabaya Pak Maksum."
ArNov Palabo (pensiunan wartawan ekonomi Jawa Pos): "Hurek iku dulu Redaktur Suara Indonesia/Radar Surabaya. Areke pendiam berat. Tapi, nek diajak ngobrol, omonge uuuuaaaakeeeeh.
Nek diajak ngobrol, guyone luar biasa gayeng. Sangat nyaman diajak berteman."
Maksum: "Lah, maka itu Cak Nov karena saya belum kenal nanya."
ArNov Palabo: "Memang anaknya gak banyak omong, Cak Sum. Tapi grapyak dasyat. Asal NTB klo gak salah."
Amri (redaktur Jawa Pos): "Bang Hurek itu arek NTT mas.. Lembata tepatnya. Bener. Kalo udah ngobrol sama dia, seru banget. Wawasannya luas."
David Yusuf (wartawan senior): "Lembata NTT Flores."
Isna Fatmawati (mantan wartawan Radar Surabaya dan Tabloid Nurani):
"Lambertus Lusi Hurek, Redaktur satu ini emang bener-bener top markotob. Beliau berasal dari Lembata (Flores Timur) NTT, tapi sudah lama sekali merantau ke Pulau Jawa.
Saya banyak belajar dari beliau. Pak Hurek sudah saya anggap bapak sekaligus guru menulis.
Model liputan blusukannya jadi acuan saya tiap kali liputan. Cara mengajarnya bak seorang guru, enak, mudah dipahami, dan langsung masuk.
Pak Hurek tidak pernah bilang tulisanmu salah, atau tulisanmu kurang bagus tidak cocok. Tapi, beliau menegur dengan kalimat-kalimat positif yang bisa membangun wartawan bimbingannya menjadi lebih baik. Saya akan selalu merindukan bimbingan dari Pak Hurek."
Menarik juga komentar teman-teman wartawan senior Jawa Pos dan Isna yang milenial asli Pagerwojo, Sidoarjo. Komentar-komentar positif, bikin senang.
Tapi ya itu.. ada banyak sisi negatif yang tidak disebut para kolega. Mungkin aku kurang luwes dan luas bergaul sehingga Pak Maksum tidak kenal saya.
Padahal, sejak mahasiswa saya mengikuti analisis berita dan ulasan Pak Maksum setiap pagi, Senin sampai Kamis, di Radio SCFM Surabaya. Saat itu Maksum yang sehari-hari redaktur opini Jawa Pos menjadi salah satu narasumber di SCFM.
Matur nuwun atas komentar konco-konco lawas (cowas) Jawa Pos Group.
Menarik. Gara-gara pertanyaan Pak Maksum, dosen, mantan redaktur opini Jawa Pos. Saya kenal Pak Maksum, bahkan tahu tempat duduknya, dulu. Tapi ia tidak kenal saya.
Kalau ketemu langsung, saya yakin Pak Maksum kenal. Cuma tidak tahu nama saya.
Bung Thom, eks wartawan senior JP Group, yang membagikan sedikit percakapan di WA Group para jurnalis lawas itu. Ceritanya, nama saya tercatat sebagai salah satu pemesan buku biografi Cak Soeryadi, mantan karyawan Jawa Pos, yang jago sepak bola itu.
Maksum: "Mbak Oemi, sopo Hurek itu Mbak?"
Soeryadi: "Hurek itu redaktur Radar Surabaya Pak Maksum."
ArNov Palabo (pensiunan wartawan ekonomi Jawa Pos): "Hurek iku dulu Redaktur Suara Indonesia/Radar Surabaya. Areke pendiam berat. Tapi, nek diajak ngobrol, omonge uuuuaaaakeeeeh.
Nek diajak ngobrol, guyone luar biasa gayeng. Sangat nyaman diajak berteman."
Maksum: "Lah, maka itu Cak Nov karena saya belum kenal nanya."
ArNov Palabo: "Memang anaknya gak banyak omong, Cak Sum. Tapi grapyak dasyat. Asal NTB klo gak salah."
Amri (redaktur Jawa Pos): "Bang Hurek itu arek NTT mas.. Lembata tepatnya. Bener. Kalo udah ngobrol sama dia, seru banget. Wawasannya luas."
David Yusuf (wartawan senior): "Lembata NTT Flores."
Isna Fatmawati (mantan wartawan Radar Surabaya dan Tabloid Nurani):
"Lambertus Lusi Hurek, Redaktur satu ini emang bener-bener top markotob. Beliau berasal dari Lembata (Flores Timur) NTT, tapi sudah lama sekali merantau ke Pulau Jawa.
Saya banyak belajar dari beliau. Pak Hurek sudah saya anggap bapak sekaligus guru menulis.
Model liputan blusukannya jadi acuan saya tiap kali liputan. Cara mengajarnya bak seorang guru, enak, mudah dipahami, dan langsung masuk.
Pak Hurek tidak pernah bilang tulisanmu salah, atau tulisanmu kurang bagus tidak cocok. Tapi, beliau menegur dengan kalimat-kalimat positif yang bisa membangun wartawan bimbingannya menjadi lebih baik. Saya akan selalu merindukan bimbingan dari Pak Hurek."
Menarik juga komentar teman-teman wartawan senior Jawa Pos dan Isna yang milenial asli Pagerwojo, Sidoarjo. Komentar-komentar positif, bikin senang.
Tapi ya itu.. ada banyak sisi negatif yang tidak disebut para kolega. Mungkin aku kurang luwes dan luas bergaul sehingga Pak Maksum tidak kenal saya.
Padahal, sejak mahasiswa saya mengikuti analisis berita dan ulasan Pak Maksum setiap pagi, Senin sampai Kamis, di Radio SCFM Surabaya. Saat itu Maksum yang sehari-hari redaktur opini Jawa Pos menjadi salah satu narasumber di SCFM.
Matur nuwun atas komentar konco-konco lawas (cowas) Jawa Pos Group.