Pandemi virus corona sejak awal Maret 2020 membuat irama hidup dan kerja kita berubah drastis. Tak ada lagi siaran langsung sepak bola di TV. Sebab, liga-liga di Eropa distop.
Liga Indonesia juga libur panjang. Entah sampai kapan. Sebagian besar dari 18 klub minta Liga 1 Indonesia dihentikan karena pandemi corona kelihatannya belum selesai dalam waktu dekat.
Selama bertahun-tahun irama hidup kita, yang gila bola, didikte sepak bola. Khususnya Liga Inggris dan Spanyol. Kita melekan untuk nonton pertandingan MU, Liverpool, Chelsea, Arsenal dsb hingga larut malam.
Masih lumayan Liga Inggris biasanya sudah selesai pukul 01.00. Liga Spanyol malah baru kickoff pukul 01.00 atau 02.00 atau 03.00.
Tapi kalau Barcelona vs Real Madrid ya kita tetap menunggu. Rugi kalau sampai ketinggalan. Nonton cuplikan atau highlight di YouTube pasti tidak afdal. Sebab nuansa dan gambaran pertandingan tidak akan kelihatan.
Wabah Covid-19 ternyata ikut membunuh sepak bola. Sudah tak relevan lagi bicara olahraga, kesenian, politik di masa pandemi. Mata Najwa, Indonesia Lawyer Club (ILC), dan acara-acara televisi Indonesia sudah tak menarik.
Ini ada bagusnya. Kita dipaksa Covid-19 untuk istirahat lebih lama di rumah. Sebab tak ada lagi kafe-kafe dan tempat hiburan yang buka. Pukul 21.00 sudah lengang di mana-mana.
Ujung-ujungnya tidur pun lebih cepat. Sebelum pukul 22.00 saya sudah tidur. Bahkan sebelum pukul 21.00 sudah nyenyak.
Syaratnya cuma satu: jangan memaksa diri menonton video-video di YouTube yang kualitasnya lebih bagus ketimbang televisi kita.
Tidur awal, bangun pun lebih cepat. Suasana ini mirip di kampung-kampung pelosok NTT ketika belum ada jaringan listrik dan televisi.
Covid-19 memaksa kita kembali ke alam. Back to nature! Menikmati kembali ritme tubuh alami yang selama bertahun-tahun hilang.
Liga Indonesia juga libur panjang. Entah sampai kapan. Sebagian besar dari 18 klub minta Liga 1 Indonesia dihentikan karena pandemi corona kelihatannya belum selesai dalam waktu dekat.
Selama bertahun-tahun irama hidup kita, yang gila bola, didikte sepak bola. Khususnya Liga Inggris dan Spanyol. Kita melekan untuk nonton pertandingan MU, Liverpool, Chelsea, Arsenal dsb hingga larut malam.
Masih lumayan Liga Inggris biasanya sudah selesai pukul 01.00. Liga Spanyol malah baru kickoff pukul 01.00 atau 02.00 atau 03.00.
Tapi kalau Barcelona vs Real Madrid ya kita tetap menunggu. Rugi kalau sampai ketinggalan. Nonton cuplikan atau highlight di YouTube pasti tidak afdal. Sebab nuansa dan gambaran pertandingan tidak akan kelihatan.
Wabah Covid-19 ternyata ikut membunuh sepak bola. Sudah tak relevan lagi bicara olahraga, kesenian, politik di masa pandemi. Mata Najwa, Indonesia Lawyer Club (ILC), dan acara-acara televisi Indonesia sudah tak menarik.
Ini ada bagusnya. Kita dipaksa Covid-19 untuk istirahat lebih lama di rumah. Sebab tak ada lagi kafe-kafe dan tempat hiburan yang buka. Pukul 21.00 sudah lengang di mana-mana.
Ujung-ujungnya tidur pun lebih cepat. Sebelum pukul 22.00 saya sudah tidur. Bahkan sebelum pukul 21.00 sudah nyenyak.
Syaratnya cuma satu: jangan memaksa diri menonton video-video di YouTube yang kualitasnya lebih bagus ketimbang televisi kita.
Tidur awal, bangun pun lebih cepat. Suasana ini mirip di kampung-kampung pelosok NTT ketika belum ada jaringan listrik dan televisi.
Covid-19 memaksa kita kembali ke alam. Back to nature! Menikmati kembali ritme tubuh alami yang selama bertahun-tahun hilang.