Minggu, 03 Mei 2020

Covid Bikin Tidur Lebih Cepat

Pandemi virus corona sejak awal Maret 2020 membuat irama hidup dan kerja kita berubah drastis. Tak ada lagi siaran langsung sepak bola di TV. Sebab, liga-liga di Eropa distop.

Liga Indonesia juga libur panjang. Entah sampai kapan. Sebagian besar dari 18 klub minta Liga 1 Indonesia dihentikan karena pandemi corona kelihatannya belum selesai dalam waktu dekat.

Selama bertahun-tahun irama hidup kita, yang gila bola, didikte sepak bola. Khususnya Liga Inggris dan Spanyol. Kita melekan untuk nonton pertandingan MU, Liverpool, Chelsea, Arsenal dsb hingga larut malam.

Masih lumayan Liga Inggris biasanya sudah selesai pukul 01.00. Liga Spanyol malah baru kickoff pukul 01.00 atau 02.00 atau 03.00.

Tapi kalau Barcelona vs Real Madrid ya kita tetap menunggu. Rugi kalau sampai ketinggalan. Nonton cuplikan atau highlight di YouTube pasti tidak afdal. Sebab nuansa dan gambaran pertandingan tidak akan kelihatan.

Wabah Covid-19 ternyata ikut membunuh sepak bola. Sudah tak relevan lagi bicara olahraga, kesenian, politik di masa pandemi. Mata Najwa, Indonesia Lawyer Club (ILC), dan acara-acara televisi Indonesia sudah tak menarik.

Ini ada bagusnya. Kita dipaksa Covid-19 untuk istirahat lebih lama di rumah. Sebab tak ada lagi kafe-kafe dan tempat hiburan yang buka. Pukul 21.00 sudah lengang di mana-mana.

Ujung-ujungnya tidur pun lebih cepat. Sebelum pukul 22.00 saya sudah tidur. Bahkan sebelum pukul 21.00 sudah nyenyak.

Syaratnya cuma satu: jangan memaksa diri menonton video-video di YouTube yang kualitasnya lebih bagus ketimbang televisi kita.

Tidur awal, bangun pun lebih cepat. Suasana ini mirip di kampung-kampung pelosok NTT ketika belum ada jaringan listrik dan televisi.

Covid-19 memaksa kita kembali ke alam. Back to nature! Menikmati kembali ritme tubuh alami yang selama bertahun-tahun hilang.

3 komentar:

  1. Covid-19 memaksa kita tambah kreativ. Romo katolik di Amerika memberkati jemaahnya dengan pistol-air mainan, demi menjaga jarak PSBB.
    Dulu saya menyanyi; Asperges me Domine, hyssopo et mundabor.
    Dulu: Percikilah diri ku = Asperges me
    Sekarang : Semprotilah diri ku = Apa terjemahan Latin-nya ????

    BalasHapus
  2. Dui dui.. Saya sudah baca romo amerika itu. Jadi viral di media sosial. Maklum, biasanya dikelilingi ratusan bahkan ribuan umat sekarang kesepian.
    Asperges Me bagus banget. Misa lama itu juga sering saya ikuti di masa pandemi Covid-19. Romo2 lama Vetus Ordo sangat beruntung bisa bikin kurban misa menghadap tabernakel dan sangat fokus ke pengurbanan Kristus.

    Beda dengan romo2 Novus Ordo yang mirip atau sama dengan pendeta protestan. Bingung ketika harus bikin misa tanpa umat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dui dui.. Romo2 Vetus Ordo.
      Ketika awal saya datang ke Eropa, di jalanan sering sekali saya berpapasan dengan Romo2 Biarawan Katholik berjubah dan potongan cukuran rambutnya aneh, setengah botak, setengah berambut.
      Cukuran model itu disebut Tonsur.
      Seorang teman-indonesia yang sudah lama menetap di Eropa, lalu menerangkan kepada saya, macam2 Ordo, sesuai dengan model jubah dan tonsur yang dipakai. Ada Ordo Benediktiner, Zisterzienser, Trappisten, Kartäuser, dll. Para Biarawan Katholik yang ber-Tonsur, tidak boleh banyak omong alias nyerocos tak karuan macam ustadz Made in Indonesia.
      Romo2 lama Vetus Ordo tersebut harus hidup secara Askese, semboyan mereka, tidak banyak omong, tetapi kerja nyata. Semboyan itu laris di Indonesia, tetapi hanya di bibir.
      Ora et Labora !! Sekarang tak ada lagi Romo berjubah dan ber-tonsur. Sekarang Romo2 ganteng seperti James Dean.
      Saya kenal baik seorang biarawati, Sr. Pauline, orangnya ramah suka bicara. Kadang kala, jika dia merasa, tahu diri, sudah kebanyakan ngomong, maka dia pergi ber-minggu2 mengasingkan diri, ke biara ordo Zisterzienserinen.

      Sekarang di Indonesia juga ada kasus, Novus Ordo di-nusakambangkan supaya berubah menjadi Vetus Ordo. Apakah akan berhasil, Wallahualam bishawab ?

      Hapus