Rabu, 19 Juni 2024

Usai, seusai, setelah, sesudah, selepas

Usai Dicopot, Afriansyah Kaji Opsi Hukum

 Begitu judul berita di koran Jawa Pos (JP) hari ini, Rabu 19 Juni 2024.

Saya tertarik membaca judul besar itu gara-gara kata "usai" di depan. Saya jadi ingat pelajaran dasar oleh penyelaras bahasa JP sekian tahun lalu.

Kata usai, seusai, setelah, selepas... dibahas secara khusus karena sering dianggap tidak tepat. 

Ada contoh kalimat di buku panduan redaktur:

Usai diberhentikan dari jabatannya sebagai pelatih Arema FC, Joko Susilo ingin berfokus ke keluarga.

Contoh itu dikatakan salah. Penempatan usai di awal klausa tersebut tidak tepat. Kata usai itu verba = kata kerja.

Kata yang tepat adalah setelah, sesudah. Verba tidak bisa jadi kata hubung. Maka, yang benar, kata usai diubah menjadi seusai.

Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tertulis: 

u.sai
v bubar; berakhir; selesai; habis; sudah lampau: karena kedua pihak sudah letih, perkelahian -- dengan sendirinya; sebelum pertunjukan --, dia sudah keluar

Bisa jadi redaktur JP lupa dengan pelajaran lama yang disampaikan Andri Teguh, editor bahasa JP.

 Bisa juga Mas Andri sudah tidak seketat dulu karena sudah pindah ke bagian lain. 

Bisa juga para editor baru menganggap kata usai sama dengan seusai, setelah, atau sesudah. 

Di era digital ini kelihatannya ketelitian bahasa Indonesia yang baik dan benar rupanya tidak lagi dianggap sangat penting. Gaya bahasa cakapan, informal, bukan masalah asal bisa mendatangkan banyak klik atau PV.

2 komentar:

  1. Dalam rangka jalan2 tahun ini saya bertemu sepasang orang Melayu Singapura yang membawa dua anak, di Zermatt, Swiss, di kedai makanan cepat saji halal. Saya coba menggunakan bahasa Melayu: “Selepas dari sini nak kemana lagi?”
    Bukan “habis ini mau ke mana?”

    Saya tanya: “Dua budak ini tak boleh cakap Melayu kah?” Rupanya anak2 Melayu di Singapura sudah seperti kacang lupa kulitnya. Orangtuanya bilang, sulit sekali bagi mereka mengajak anak2nya cakap Melayu.

    Akhirnya kami ngobrol tentang Fandi Ahmad dan tim nasional Singapur yg konon sekarang kalah dari Indonesia. Mereka tidak tahu bahwa Fandi pernah main di Niac Mitra dan jadi warga kehormatan Surabaya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Singapura memang mengutamakan bahasa Inggris ketimbang bahasa Melayu, Hokkian, India dsb. Aksen Inggrisnya Singapura pun beda dengan US atau UK. Tidak enak didengar tapi itulah lingua franca di negara yang sudah mengalami pembaratan itu. Westernized Chinese.

      Cakap Melayu tak guna lagi di era globalisasi. Mungkin itu mereka punya prinsip.

      Hapus