Kamis, 24 November 2022

EYD Edisi V, Mahakudus atau Maha Kudus? Mahasiswa atau Maha Siswa?

Ejaan yang disempurnakan (EYD) ternyata sudah lima kali disempurnakan. Yang disempurnakan pun belum sempurna. Lalu disempurnakan lagi. Begitu seterusnya. 

 Tak ada yang sempurna kecuali Yang Maha Sempurna? Atau Mahasempurna?

Awalan atau prefiks maha- ini jadi salah satu pokok bahasan dalam EYD 5. Balai Bahasa Jawa Timur di Sidoarjo mengadakan sosialisasi EYD edisi kelima kemarin.

Sejak dulu maha- selalu disambung dengan kata dasar. Tidak boleh dipisah. Bentuk terikat, istilahnya. Mahasiswa, mahaguru, mahadewi, mahakarya, mahakuasa, mahakasih, mahasuci, dsb.

Di EYD edisi kelima ada perubahan. Awalan maha- yang mengacu ke sifat atau nama Tuhan harus dipisah. Tidak boleh disambung seperti EYD edisi pertama tahun 1972. "Ini pengkhususan," kata Kepala BBJT Umi Kulsum.

Karena itu, penulisan Mahakudus, Mahabenar, Mahakuasa, Mahakasih, Maharahim dsb harus diubah jadi Maha Kudus, Maha Kuasa, Maha Rahim, Maha Kasih.

Bagaimana dengan maha + kata berimbuhan?

Sama saja. Harus dipisahkan. Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemurah, Maha Pemberi, dsb. Aturan soal maha + kata berimbuhan ini sama persis dengan EYD 1972.

Saya jadi ingat gereja lamaku di Paroki Sakramen Maha Kudus (SMK), Pagesangan, Surabaya. Sejak masih berstatus stasi, kemudian diresmikan Presiden Gus Dur tahun 2001 (kalau tidak salah), penulisannya selalu dipisah: Sakramen Maha Kudus. Selalu disingkat SMK.

Dulu saya pernah kasih masukan kepada pengurus paroki bahwa penulisan yang benar Mahakudus, bukan Maha Kudus. Alasannya ya aturan EYD. Maha itu awalan sehingga harus melekat pada kata dasar. Tapi masukan saya dan beberapa pakar bahasa Indonesia tidak diindahkan.

Sekitar 20 tahun kemudian aturan EYD tentang maha- malah berubah. Yang benar malah Maha Kudus (dipisah). Bukan Mahakudus. 

 Yang dulu benar, sekarang salah. Yang dulu salah, sekarang benar. Hanya Beliau Yang Mahasempurna, eh Maha Sempurna! 

3 komentar: