Kamis, 19 November 2020

Tahbisan 3 Imam Baru di Lewotolok

Biasanya kabar dari kampung halaman kurang menyenangkan. Paling banyak berita kematian. Atau orang sakit keras. Atau bencana alam gunung meletus, banjir, kekeringan, gagal panen.  Terakhir kabar tentang kebakaran puluhan rumah adat di Kampung Napaulun, Pulau Lembata, NTT.

Karena itu, kalau ada panggilan telepon atau SMS atau WA dari kampung biasanya saya deg-degan. Orang-orang NTT lain di perantauan pun sama. Jangan-jangan... jangan-jangan... Dan biasanya dugaan itu tidak terlalu meleset.

Kali ini agak lain. Kabarnya bahagia. Kristofora, adik saya, mengirim pesan singkat:

"Met malam kame wia misa tahbisan di Stasi Lewotolok.. terlalu rame sekali.

Ini malam syukuran misa perdana di Lamawara. Romo orang Lamawara suku Langobelen.

Imam suku Langobelen yang bapa matay na berkat bapa pe  tabis ia Stasi Lewotolok ra ete telo."

Deo gratias!
Syukur kepada Allah!

Ada tahbisan imam baru di Gereja Stasi Stella Maris, Lewotolok, Ile Ape, Lembata. Tiga imam baru sekaligus. Pater Antonius Bisu Markus SVD, Pater Yoseph Bala Roma SSCC, dan Romo Yohanes Watan Langobelen Pr.

Saya ingat... Frater Yohanes Watan Langobelen bulan Juli 2019 lalu yang memberkati jenazah Bapa Nikolaus Nuho Hurek di kampung Bungamuda. Sekarang sudah resmi jadi pastor.

Tak pernah saya bayangkan, dulu... Uskup Larantuka Monsinyur Frans Kopong datang ke Lewotolok untuk menahbiskan tiga imam baru sekaligus. Bukan apa-apa. Paroki kami di pesisir pantai utara Laut Flores sering dianggap gersang panggilan. Daerah yang kurang katolik karena adat istiadat nenek moyangnya terlalu kuat. 

Orang lebih takut melanggar aturan adat ketimbang tidak pigi sembahyang misa. Rajin pigi sembahyang di gereja tapi juga sangat rajin bikin ritual di rumah adat yang terbakar itu.

Karena itu, waktu saya kecil, tidak banyak pater atau romo asal paroki kami. Tidak sampai hitungan jari sebelah alias tidak sampai lima orang. Beda dengan Lembata bagian selatan yang panggilannya sangat subur. Bahkan mungkin paling subur di NTT, bahkan Indonesia.

Karena itu, dulu, Pater Petrus M. Geurtz SVD dan Pater Willem van der Leurs SVD, keduanya asal Belanda, selalu mengajak umat di stasi-stasi kami untuk banyak mendoakan panggilan. Agar ada orang Ile Ape yang dipanggil masuk seminari. Agar bisa menggantikan pater-pater Eropa dan Amerika itu.

Rupanya Tuhan menjawab doa-doa sejak tahun 1980-an dan 1990-an itu. Pelan... tapi mulai ada hasil. Kalau dulu selalu ada tahbisan di Lamalera, Boto, Hadakewa dan sekitarnya, kini Ile Ape pun mulai disebut. 

Bapa Uskup Larantuka makin sering turne ke kawasan pesisir utama. Bukan sekadar untuk memberi sakramen krisma, tapi sakramen imamat. Dari 15 desa (sebelum pemekaran), saat ini hampir semua desa atau stasi sudah melahirkan pastor. Kecuali tentu saja beberapa desa atau kampung muslim seperti Tuak Wutun atau Pali Lolon.

Bahkan, tahun lalu ada imam baru asal kampung kami yang ditahbiskan di Keuskupan Kupang. Romo Yeremias Ama Bodo Lingiraman Laper Making. Romo Yeremias yang asli Napaulun itu cucu Ama Bodo, seorang pemuka adat paling kuat pada tahun 1980-an di kampung halaman kami.

"Itulah rencana Tuhan," kata orang kampung.

Romo Yeremias boleh dikata menggantikan Romo Paskalis Hurek Making yang meninggal dunia karena tabrak lari di Larantuka tahun 2019. Juga Romo Zakarias Benny Niha Making yang meninggal karena sakit.

"Saya merasa bahagia dan senang karena tidak sendiri lagi. Sudah ada adik yang jadi imam baru," kata Romo Paskalis saat khotbah misa perdana di kampung tahun lalu.

Tak lama kemudian Romo Paskalis yang jago nyanyi dan main band itu dipanggil menghadap-Nya. Kini ada gantinya imam baru dari kampung sebelah. Tiga orang sekaligus.

Rabu, 18 November 2020

Bapa, tolong kasih makanan!

Pagi ini ada orang Kupang bagi-bagi firman. Orang itu memang paling hobi bagi ayat. Jarang bagi roti atau nasi bungkus. 

"Manusia tidak hanya hidup dari roti saja, Bung!" katanya di grup medsos orang NTT di Jawa Timur.

Firman pagi ini berjudul "Tuhan Yesus Ajar Orang Sambayang"
(Lukas 11:2-4). 

Pasti sudah tak asing lagi. Pasti doa Bapa Kami. Doa yang selalu diucapkan orang Katolik tiap hari bersama Salam Maria, dan Kemuliaan.

"Kalo bosong sambayang, na, maso pi dalam kamar ko tutu pintu. Ais sambayang diam-diam pi sang bosong pung Bapa. 

Biar orang laen sonde lia, ma bosong pung Bapa yang lia. Nanti Dia balas kasi sang bosong deng berkat bam-banya."

Begitu seringnya mengucapkan Bapa Kami membuat mulut kita seperti mesin doa. Otomatis nerocos begitu saja. Makna kata-katanya seperti tenggelam.

Kemarin ramai di grup Sidoarjo. Ada seorang kakek 70an tahun ditemukan sendirian di tanah kosong. Hutan bambu. "Tinggal sendiri. Masak sendiri seadanya," kata anak Candi yang memotret gelandangan itu.

Saya bayangkan kakek itu setiap hari berdoa Bapa Kami... meski bukan serani. Meskipun kata-kata yang diucapkan tidak sama persis seperti di Alkitab.

"Bapa, tolong kasi sang botong makanan yang cukup tiap hari."

Bapa, tolong beri kami makanan yang cukup tiap hari.

Makanan yang cukup. Ukuran cukup itu memang macam-macam. Kakek ini mungkin bisa makan Rp 10 ribu sehari. Sementara yang lain Rp 30 ribu, Rp 50 ribu, Rp 200 ribu.

Tapi paling tidak bisa bertahan hidup di tengah pandemi virus korona yang berkepanjangan. "Bisa makan aja alhamdulillah," kata gelandangan lain di dekat Kalimas Surabaya.

Di masa pandemi ini, doa Bapa Kami rasanya lebih sering diucapkan ketika banyak perusahaan limbung, PHK di mana-mana, berbagai usaha lesu.

Bapa, tolong kasih makanan tiap hari!

Rabu, 11 November 2020

Trump Masih Yakin Menang

Koran-koran di tanah air memberitakan bahwa pemilihan presiden di USA sudah berakhir. Dan.. pemenangnya adalah Joe Biden dari Partai Demokrat. Angka kursi perwakilan negara-negara bagian alias EC sangat meyakinkan.

Tapi benarkah pilpres USA sudah tuntas? 

Donald Trump bilang belum. Capres petahana itu malah mengklaim dialah yang menang. Kubu Biden curang. Karena itu, dia akan menempuh segala cara agar kursinya bisa bertahan.

Sudah seminggu pilpres berlalu. Tapi hasilnya masih dipertanyakan Presiden Donald Trump.

Pagi ini saya intip twitter presiden yang dikenal sebagai raja twitter itu. Akun resmi Donald J. Trump bernama @realDonaldTrump menulis:

WE WILL WIN!

Wow... masih ramai banget.

 Amerika masih panas! Ciutan-ciutan Trump ibarat bensin yang bakal membakar amarah jutaan pendukungnya. Baik di media sosial maupun di dunia nyata.

Pasti akan ada unjuk rasa berjilid-jilid untuk mendukung junjungannya Mr Trump. Apalagi mereka punya pakar-pakar teori konspirasi yang selalu memasok bahan-bahan sesuai keyakinan mereka.

Sangat menarik situasi politik di USA. Benar-benar berbeda dengan kebiasaan selama ratusan tahun. Biasanya capres yang kalah langsung menelepon yang menang. Kasih ucapan selamat.

Kali ini Donald Trump mengklaim menang. Joe Biden juga menang versi resmi KPU negara-negara bagian.

Bagaimana kalau Trump terus bertahan dengan klaimnya hingga masa jabatannya selesai?

 Transisi akan mulus untuk periode kedua (Trump), kata Pompeo. Orang penting ini kaki tangan Presiden Trump. Selalu mendukung apa pun yang dikatakan Trump meski dinilai pihak lawan ngawur, tak berdasar, tak didukung bukti.

Pilpres di Indonesia tahun lalu juga ramai. Prabowo sampai harus maju ke MK untuk mempertanyakan suaranya yang hilang.

MK akhirnya menetapkan Jokowi sebagai pemenang pilpres. Presiden Jokowi kemudian mengangkat Prabowo sebagai menteri pertahanan.

Rasanya Presiden Joe Biden tak akan mengangkat Trump sebagai anggota kabinetnya.

Minggu, 08 November 2020

Trump tidak menyerah kalah

Koran-koran pagi ini memberitakan tentang kemenangan Joe Biden. Headline Kompas: Biden Menangi Pemilu Presiden. 

Jawa Pos memuat di halaman 2: Joe Biden Menangi Pilpres AS.

Isi berita-berita di Indonesia juga mirip. Bahwa Biden unggul dalam electoral vote di beberapa negara bagian tersisa tapi sangat menentukan. Donald Trump sudah dipastikan kalah.

Saya pun mengecek Twitter resmi Donald J. Trump. Sebab saya yakin presiden ke-45 itu tidak merasa kalah. Tidak ada kata kalah dalam kamus Trump.

 Bahkan, sebelum penghitungan suara selesai pun Trump sudah mengumumkan kemenangan di hadapan pendukung fanatiknya. Kalah kalah berarti pemilu curang. Suaranya dicuri kubu lawan. 

Betul memang. Trump masih seperti yang dulu. Kata-katanya di Twitter masih galak. Pakai huruf besar semua.

Donald J. Trump:

"THE OBSERVERS WERE NOT ALLOWED INTO THE COUNTING ROOMS. I WON THE ELECTION, GOT 71,000,000 LEGAL VOTES. BAD THINGS HAPPENED WHICH OUR OBSERVERS WERE NOT ALLOWED TO SEE. NEVER HAPPENED BEFORE. MILLIONS OF MAIL-IN BALLOTS WERE SENT TO PEOPLE WHO NEVER ASKED FOR THEM!"

Sudah bisa ditebak. Proses pilpres di USA tidak akan semulus pilpres-pilpres sebelumnya. Gara-gara Trump wajah USA jadi sangat berubah. Bukan USA yang kita kenal selama puluhan atau ratusan tahun.

Biasanya capres yang kalah langsung menelepon pemenang untuk mengucapkan selamat, basa-basi siap bekerja sama blablabla. Bahkan, ucapan selamat itu sering disampaikan sebelum penghitungan suara selesai 100 persen.

Sistem pilpres USA yang pakai jumlah kursi negara bagian atau electoral college (EC) sebenarnya jauh lebih simpel dan cepat ketimbang pilpres kita yang pakai popular vote. Ketika suara salah satu kandidat sudah di atas 50 persen, maka otomatis dia dapat semua kursi EC.

 Penghitungan jutaan suara sisa sebetulnya tidak penting lagi. Sebab popular vote tidak ada gunanya di USA. Empat tahun lalu Hillary Clinton menang telak EC tapi gagal jadi presiden. Trump yang bikin kejutan.

Kali ini Trump juga bikin kejutan. Sebab dia tetap merasa menang meskipun komisi pemilu di sana mengumumkan hasil pilpres versi resmi.

Presiden Trump membuat USA menjadi sangat berbeda selama empat tahun. Kebijakan dan pernyataannya penuh kejutan. Termasuk menganggap remeh pandemi covid. Menganggap pakai masker tidak berguna. Menganggap virus korona hasil rekayasa Partai Komunis Tiongkok.

 Saya perhatikan Trump sangat doyan memuntahkan ajektif atau kata sifat untuk mengejek lawan-lawannya di Twitter dan Facebook. Sleepy Joe. Crooked Hillary. Fake news. Nasty reporter. Nasty question.. etc etc.

Kelihatannya jari-jari Pak Trump akan semakin gatal melihat hasil pilpres yang berbeda dengan bayangannya. Kata-kata kasar, ejekan, risakan, bakal berhamburan di akunnya hingga ia benar-benar out dari Gedung Putih.

Seru! Panas! Tegang.

Kita nikmati saja sambil ngopi dan mendengarkan alunan dangdut koplo! Toh, apa pun hasil pilpres di USA, nasib rakyat Indonesia sama saja.

"aku merasa 
orang termiskin di dunia
yang penuh derita
bermandikan air mata
......."

Kamis, 05 November 2020

Ada Orang Indonesia Pemuja Trump

Hasil pilpres US belum jelas. Trump sudah klaim menang meski penghitungan suara belum selesai. Biden belum klaim menang meski yakin bakal jadi presiden. Seru!

Pilpres Amerika Serikat 2020 ini sangat seru. Semula saya pikir Biden menang mudah. Ternyata Trump punya kekuatan besar. Ternyata banyak rakyat Amerika yang pikiran dan tindakannya sama dengan Trump. Sama-sama tidak pakai masker. Sama percaya teori konspirasi. Sama-sama Make Amerika Great Again.

Tadinya saya pikir orang Indonesia tidak suka Trump yang nyentrik, suka omong besar, doyan mengejek orang lain itu. Apalagi orang Indonesia yang mukim di USA. Sebab, yang kita tangkap di sini Trump terkesan melecehkan manusia-manusia yang tidak berkulit putih.

Lihatlah betapa serunya Trump mengecam Tiongkok tak habis-habisnya. Virus korona pun disebut china virus. Kata 'china' selalu diucapkan dengan nada mengejek. China alias Tiongkok rupanya jadi musuh besar USA. Lebih tepatnya musuh besar Trump.

Yang bikin saya kaget ternyata ada orang Indonesia yang jadi pendukung berat Trump. Laman media sosialnya penuh dengan doa dan pujian untuk Trump. Juga hujatan untuk Biden dan Demokrat.

Orang Sumatera itu rupanya sudah lama banget tinggal di Georgia, USA. Karena itu, aktivitas politiknya sama dengan orang Amerika tulen. Bahkan lebih konservatif ketimbang banyak bule USA yang agak cuek dengan politik.

Nah, orang-orang Indonesia di Amerika yang mendukung Trump itu sangat militan. Ada saja argumentasinya untuk mengklaim kemenangan. Menuduh kubu Demokrat main curang, mengubah angka, dsb.

Dia berdoa agar Tuhan memberi jalan untuk kemenangan Trump. Saya pun membalas komentarnya dengan berdoa agar Biden yang menang. Orang itu kelihatannya marah karena dikira saya orang Demokrat pendukung Biden.

Padahal, sejujurnya siapa pun yang jadi presiden USA tidak ada pengaruhnya dengan rakyat Indonesia. Hidup tetap sulit, dan makin sulit, saat pandemi korona yang tak kunjung berakhir. Rakyat makin terseok karena penghasilannya berkurang banyak, bahkan hilang.

Rabu, 04 November 2020

Teori Konspirasi dan Antisains

Alan J. Hoge, guru bahasa Inggris daring kondang asal USA, menulis di akun media sosialnya:

"My Effortless English Facebook page is now locked. I can't post to it anymore. I'm sure this will happen soon to my twitter account too."

Saya sering mengikuti kuliah live streaming AJ via YouTube. Artikulasi, ucapan, dan materi kajiannya sangat bagus. Kita yang kurang lancar bahasa Inggris pun bisa mengikuti uraiannya dengan baik.

Masalahnya, saya curiga, AJ rupanya penganut doktrin yang percaya teori konspirasi. Khususnya soal virus korona atau Covid-19. Seperti Presiden Donald Trump, dia ikut menuduh Partai Komunis Tiongkok sebagai biang kerok pandemi korona.

"Anda jangan takut korona. Tidak perlu pakai masker. Biasa saja kalian jalan ke mana-mana. Itu cuma permainan media," katanya.

AJ juga selalu memuji Trump yang tidak pakai masker. Apalagi Trump sembuh dari covid dalam waktu singkat. Ini kian membuktikan teorinya bahwa covid bukan penyakit yang perlu ditakuti.

Rupanya sebagian besar murid AJ di berbagai negara sepaham dan seideologi. Sama-sama penganut teori konspirasi. Sama-sama anti Tiongkok dan.. antisains juga.

Karena itu, ketika ada komentator yang mempertanyakan QAnon, teori konspirasi, dan pandangan AJ langsung dibantah oleh pengikut setia AJ.

Rupanya AJ dan pengikutnya lupa bahwa pasien covid di USA terbanyak di dunia. Angka kematian pun paling tinggi. Tapi ya tetap saja anggap enteng Covid-19. Bahkan, ada yang menganggap covid tidak ada.

Saya pun yakin akun AJ di Facebook bakal dihapus. Ini setelah pengelola FB berani menghapus postingan Presiden Trump yang dianggap ngawur dan antisains. Lah, tulisan presiden saja dihapus, apalagi AJ yang tinggal di Jepang.

Sejak AJ doyan khotbah tentang konspirasi, QAnon, spiritualitas timur, meditasi, diet ular, dan sejenisnya, saya pun tidak aktif lagi mengikuti live streaming-nya. Sebab, tidak ada lagi pelajaran atau latihan bahasa Inggris ala Effortless English yang kondang itu.

Pagi ini, saat orang Amerika memilih presidennya, saya iseng membaca status AJ di Twitter. Akun Effortless English di FB kena penalti. Akunnya sih masih ada tapi AJ tidak bisa lagi menulis opininya tentang Covid-19, masker, jaga jarak, dan protokol kesehatan lainnya.

Presiden Trump dan AJ sering saya jadikan contoh betapa orang Amerika yang sangat maju dan modern pun meremehkan Covid-19 dan mengabaikan protokol kesehatan. Dus, bukan hanya orang Indonesia yang tetap doyan cangkrukan di warung-warung kopi tanpa jaga jarak dan tidak pakai masker.

Selasa, 03 November 2020

Pemain Asing Semua Pulang

Tidak banyak topik menarik selama masa pandemi Covid-19. Sudah tujuh bulan media-media membahas korona. Tes cepat, uji usap, protokol kesehatan... calon vaksin dan sebagainya.

Siapa pun jadi jenuh dengan korona. Apalagi seniman pertunjukan dan olahragawan. Mereka tak bisa lagi berlaga di lapangan. Seniman-seniman ludruk atau wayang kulit tidak dapat tanggapan.

"Saya hanya bisa andalkan warung. Itu pun penghasilan enggak menentu," kata seorang dalang wayang kulit di Mojokerto kepada saya.

Pemain-pemain sepak bola lebih parah lagi. Sebab, Liga 1 tidak bisa dilaksanakan meskipun tanpa penonton. Meskipun pakai sekian banyak prokes alias protokol kesehatan.

Pagi ini saya baca di media harian tentang pemain-pemain asing Persebaya. Setelah dapat kepastian Liga 1 batal, mereka memilih pulang ke negaranya. Sambil memantau perkembangan korona di Indonesia.

Saya tergelitik dengan kalimat pertama berita itu:

<< Pemain asing Persebaya akhirnya semua meninggalkan Indonesia. >>

Saya baca tiga kali. Saya merenung sejenak. Mengapa wartawan dan redaktur media itu memuat kalimat seperti itu? Khususnya posisi "semua".

Seandainya saya editor atau redaktur, kata "semua" saya geser ke awal kalimat. 

<< Semua pemain asing Persebaya akhirnya meninggalkan Indonesia. >>

Bisa juga: << Akhirnya, semua pemain asing Persebaya meninggalkan Indonesia. >>

Kata "semua" tidak boleh jauh dari "pemain Persebaya". Agar hukum DM terlihat jelas. Hukum lawas diterangkan-menerangkan ini sering dilupakan wartawan-wartawan muda.

"Yang penting kan pembaca mengerti," kata seorang reporter. "Yang penting medianya laku," tambah yang lain.

Media yang bagus itu, kata beberapa jurnalis veteran, adalah media yang laku. Bukan media yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

 "Walaupun bahasa Indonesianya bagus, kalau gak laku ya percuma," kata pria yang kurang peduli bahasa standar itu.

Oktober lalu bulan bahasa. Badan Bahasa melakukan analisis penggunaan bahasa Indonesia di media-media di seluruh Indonesia. Hasilnya, seperti biasa, sebagian besar media kurang peduli bahasa Indonesia yang baik dan benar.

"Kualitas berbahasa wartawan-wartawan perlu ditingkatkan lagi," kata seorang pakar bahasa Indonesia. "Pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing masih terlalu kuat."

< Pemain asing Persebaya akhirnya semua meninggalkan Indonesia. >>

Kalimat di awal berita Persebaya di atas adalah contoh pengaruh bahasa daerah. Khas obrolan di warkop-warkop dengan bahasa Jawa Suroboyoan. 

Bahasa Jawa: Pemain asing kabeh balik nang negorone.

Terjemahan lurus: Pemain asing semua pulang ke negaranya.

Bahasa Lamaholot: Pemain asing wahan kae balika negara raen.

Terjemahan lurus: Pemain asing semua pulang ke mereka punya negara.