Pagi ini ada orang Kupang bagi-bagi firman. Orang itu memang paling hobi bagi ayat. Jarang bagi roti atau nasi bungkus.
"Manusia tidak hanya hidup dari roti saja, Bung!" katanya di grup medsos orang NTT di Jawa Timur.
Firman pagi ini berjudul "Tuhan Yesus Ajar Orang Sambayang"
(Lukas 11:2-4).
Pasti sudah tak asing lagi. Pasti doa Bapa Kami. Doa yang selalu diucapkan orang Katolik tiap hari bersama Salam Maria, dan Kemuliaan.
"Kalo bosong sambayang, na, maso pi dalam kamar ko tutu pintu. Ais sambayang diam-diam pi sang bosong pung Bapa.
Biar orang laen sonde lia, ma bosong pung Bapa yang lia. Nanti Dia balas kasi sang bosong deng berkat bam-banya."
Begitu seringnya mengucapkan Bapa Kami membuat mulut kita seperti mesin doa. Otomatis nerocos begitu saja. Makna kata-katanya seperti tenggelam.
Kemarin ramai di grup Sidoarjo. Ada seorang kakek 70an tahun ditemukan sendirian di tanah kosong. Hutan bambu. "Tinggal sendiri. Masak sendiri seadanya," kata anak Candi yang memotret gelandangan itu.
Saya bayangkan kakek itu setiap hari berdoa Bapa Kami... meski bukan serani. Meskipun kata-kata yang diucapkan tidak sama persis seperti di Alkitab.
"Bapa, tolong kasi sang botong makanan yang cukup tiap hari."
Bapa, tolong beri kami makanan yang cukup tiap hari.
Makanan yang cukup. Ukuran cukup itu memang macam-macam. Kakek ini mungkin bisa makan Rp 10 ribu sehari. Sementara yang lain Rp 30 ribu, Rp 50 ribu, Rp 200 ribu.
Tapi paling tidak bisa bertahan hidup di tengah pandemi virus korona yang berkepanjangan. "Bisa makan aja alhamdulillah," kata gelandangan lain di dekat Kalimas Surabaya.
Di masa pandemi ini, doa Bapa Kami rasanya lebih sering diucapkan ketika banyak perusahaan limbung, PHK di mana-mana, berbagai usaha lesu.
Bapa, tolong kasih makanan tiap hari!
Bapa, tolong kasih makanan tiap hari ! Cara berdoa orang2 yang berterus-terang, tidak munafik. Begitulah cara berdoa mama-ku, in medias res.
BalasHapusSama Tuhan harus terus-terang, lapar bilang lapar, sakit bilang sakit.
Jangan munafik, ber-pura2, lapar bilang minta ayat suci, minta hidayah. Diberi hidayah, tapi perut tetap lapar, terus ngomel2 sumpah serapah.
Ada orang jahat berdoa agar presiden cepat mati. Secara hukum pidana orang jahat itu tidak bersalah, tetapi manusia itu bejat secara moral.
Ada orang bejat mengaku berakhlaq meneriakkan takbir menyumpahi seorang ibu supaya jadi Lonte, jualan selangkangan, menghasut supaya penggal kepala orang lain dan dibuang di jalanan. Secara logika orang bejat itu sudah melanggar pidana. Lacurnya di Ibu Pertiwi tidak ada Hukum, tidak ada Keadilan, tidak ada Akhlak. Semua itu adanya cuma di negeri Jasirah Semenanjung, tempat onta-onta berkeliaran.
Kitorang-cina kalau ke kelenteng sembahyang, terang2-an minta kepada Dewa, Cap-cay seharga Rp.50 ribu, karena untuk makan bertiga. Jangan bilang sesukanya si Dewa, nanti dikasih yang seharga Rp.10 ribu, ngomel lagi.
Dui dui.. Bahasa Melayu Kupang, Melayu Larantuka, Melayu Ambon dsb di Indonesia Timur (juga Melayu Tionghoa) memang terus terang tanpa banyak basa-basi. Eufemisme atau penghalusan bahasa pun hampir tidak ada. Beda dengan bahasa Indonesia standar formal yang berlaku sekarang.
HapusMakanya, kata MATI itu di NTT dianggap netral. Berlaku untuk ayam, kambing, babi, kuda, manusia.
"Anton punya bapa sudah MATI di rumah sakit tadi malam."
Kata 'mati' di atas dianggap kurang sopan di Jawa. Tapi di NTT biasa saja karena jarang dipakai kata meninggal, berpulang, enggak ada, tewas, gugur dsb.
Doa Bapa Kami resmi di Indonesia: "... berilah kami rezeki pada hari ini."
Di NTT: "Bapa.. tolong kasih kami makanan yang cukup."
Eufemisme :
HapusGubernur mlempem = gubernur humanis non represif
Gubernur goblok = gubernur defisit kognitif
Kok aneh ya, mama-ku kalau sembahyang kepada Tuhan nya, yang dia sebut Thi-kong, tidak pernah minta bantuan Pastor, Pendeta, Ulama, Kyai, Habaib, Ustadz, atau Rabbi. Dia ngomong sama Thi-kong nya, seperti dua sahabat yang sedang kongkouw.
BalasHapusAnak2 teng-lang sejak kecil diajari babu-momong nya sembahyang :
Thi-kong Thi-kong jaluk duwit sak kantong.
Itu juga yang diajarkan bapa2 guru sekolah di kampung di pelosok yang cuma lulusan SGA, SGB, atau SPG dulu. Intinya, sembahyang itu sama dengan engkau omong-omong dengan Tuhan Allah. Kasih tau apa saja.. seperti engkau omong dengan engkau punya bapa sendiri.
HapusDoa Bapa Kami ialah sari pati filsafat Yesus, yang ajarannya berakar kepada interaksinya dengan para pekerja harian, buruh tani di Judea (yang merupakan provinsi kekaisaran Roma). Para buruh tani itu, selalu kuatir besok bisa makan apa.
BalasHapusKarena itu Yesus memberikan satu penghiburan. Berilah kami roti untuk hari ini. Di perikop yang lain, Yesus memberikan penghiburan yang lain, jangan kuatir. Tuhan Allah memberikan bunga bakung di padang pakaian yang begitu indah, burung pipit makanan yang cukup. Apalagi kalian yang anak Allah.
Yesus tidak pernah mengajarkan, mintalah kepada Allah Bapa rejeki yang berlipat ganda, di luar apa yang bisa dimakan hari ini. Mereka yang menuruti teologi kemakmuran, sebenarnya bukanlah pengikut Yesus, tetapi pengikut Mammon.
Aha.. betul itu.
HapusBapa, tolong kasih kami makanan yang cukup.
Syukurlah, waktu jugalah yang sudah membuka topeng pendeta2 aliran teologi sukses bin kemakmuran bin uang.
Sekarang ramai lagi gugatan soal harta kekayaan gereja karismatik paling top itu di pengadilan. Ujung-ujungnya uang uang pula.
Saya ini lulusan Sekolah Rakjat N0.14 Denpasar.
BalasHapusTanda Lulus Pengikut Udjian Masuk Sekolah Landjutan Tingkat Pertama.
Tertanggal, Denpasar 1 Djuli 1960
Bahasa Indonesia: 8 Berhitung: 6 Pengetahuan Umum: 8
Salinan rapor terachir
Bahasa Indonesia 7 Seni Suara 6
Membatja 6 Pekerdjaan tangan 6
Berhitung 6 P. Keputrian -
Ilmu Alam 6 Gerak Badan 6
Ilmu Hajat 6 Kebersihan/Kesehatan 6
Ilmu Bumi 7 Budi Pekerti 8
Sedjarah 7 Keradjinan 6
Menggambar 6 Kelakuan 8
Menulis 7
Denpasar 2 Djuli 1960
Kepala Sekolah, Sekolah Rakjat No.14
Denpasar
IB. Sutamaja
IB Sutamaja, singkatan Ida Bagus, bapak guru saya yang mengajarkan Budi Pekerti. Saya diajari Moral & Etika dari seorang berkasta Brahmana.
Bukan IB Wong A-Rab yang tidak karuan asal usul nya.
Coba kalian simak, sejak merdeka sampai tahun pelajaran 1959/1960, di Sekolah Negeri Indonesia tidak ada mata pelajaran Agama atau Revolusi Akhlaq, cukup Budi Pekerti dan Kelakuan yang dinilai.
Di satu saat anak2- dan cucu2-saya akan melihat rapor-rapor sekolah saya yang banyak ditulis dengan tinta merah, pasti mereka akan tertawa, bergurau : Schau her, Papa (oder Engkong) war so dumm. Warum war er so streng zu uns. Lihat ini, Papa (atau Engkong) dulu sangat bodoh. Mengapa dia begitu galak terhadap kita.
Anak2 rapor nya kebanyakan angka 1 , tidak seperti bapak atau kakeknya, pokoke naik kelas dan lulus.
Dasar cino, awake dewe males, tapi anak2-nya dipaksa jadi nomer satu.
Itu katanya ajaran Konfusius, yang kami,orang-cina, serap bersama dengan air-susu-ibu kami.
Dua engkoh2-saya yang tua-an, kelahiran 1933 dan 1935, selalu ngomel tentang ajaran Konfusius yang mereka pelajari di sekolah Tionghoa.
Jancuk, kurang ajar, apa yang gua diajarkan tentang moral & etika Konfucianisme di sekolah, buku-buku tentang budi-pekerti Tiongkok kuno yang harus gua hafal, ternyata sangat bertolak belakang dengan kehidupan nyata se-hari2. Di dunia nyata, lu harus jadi bajingan baru bisa sukses. Contohnya lihatlah di sekeliling kita. Bajingan berkeliaran, teriak2 pakai megaphone. Koruptor senyum manis.
Kamsia yang banyaaak... Xiansheng sudah cerita pengalaman yang sangat interesan.
HapusSangat menarik nilai rapor itu. Nilai ilmu pasti biasa saja, bahkan kurang, tapi akhirnya bisa jadi orang hebat di Eropa pula.
Seni suara juga dapat 6 hehehe.
Kang, Riko ojo ngenyek, ojo ngecap. Isun dadi isin.
HapusSeni Suara dapat 6. Apik opo elek angka semono ?
Mungkin dari sudut kemerduan suara, bisa dapat angka 8, tetapi waktu disuruh menyanyi di depan kelas dan diberi nilai, saya salah pilih judul lagu.
Lagu yang saya nyanyikan waktu itu : Kasih Sekedjap.
Hantjurlah rasa hatiku, Tjintamu hanja sekedjap.........
Sekelas jadi heboh, teman-teman murid laki tertawa terbahak-bahak sambil memukul-mukul meja. Teman wanita tersenyum malu, muka mereka jadi merah.
Piye toh bocah kuwi, durung jembuten wis nyanyi Kasih Sekedjap, lagu kesayangan para Lonte djaman doeloe.
Tiyang anak bali asli, yen sing jaruh, sing nak bali.
Wuih... ciamik soro itu lagu Kasih Sekejap. Apalagi kalau yang nyanyi Eddy Silitonga atau Victor Hutabarat. Dendang Melayu ala Malaysia atau Sumatera.
BalasHapusDulu om-om yang baru pulang merantau suka putar lagu-lagu macam itu pakai pengeras suara TOA. Dipasang di atas tiang bambu yang panjang agar orang-orang kampung juga bisa dengar nyanyian baru dari tanah seberang.
Selamat tinggal duhai kekasihku...
Matapelajaran Seni Suara. Kalau di Eropa ada matapelajaran Musikerziehung, anak2 saya tidak disuruh tarik-suara seperti papanya, tetapi mereka diajarkan membaca Note-Balok dan disuruh memainkan minimum satu alat musik, yang paling murah dan praktis adalah suling. Kebanyakan orang Indonesia pandai berdendang, intrument-nya omplong dan keplok-keplok. Orang bule kebanyakan bisa main musik instrument, tetapi tidak pandai berdendang.
HapusDui dui.. sangat menarik pelajaran musik di Eropa dan Amerika. Standarnya memang tinggi. Mereka baca not balok kayak baca koran aja, kata Erwin Gutawa, komposer, arranger, dan dirigen top Indonesia.
HapusKita di sini memang masih jauuuh soal itu. Sebab kualitas kebanyakan guru kita masih perlu ditingkatkan.. bahasanya pejabat.