Minggu, 08 November 2020

Trump tidak menyerah kalah

Koran-koran pagi ini memberitakan tentang kemenangan Joe Biden. Headline Kompas: Biden Menangi Pemilu Presiden. 

Jawa Pos memuat di halaman 2: Joe Biden Menangi Pilpres AS.

Isi berita-berita di Indonesia juga mirip. Bahwa Biden unggul dalam electoral vote di beberapa negara bagian tersisa tapi sangat menentukan. Donald Trump sudah dipastikan kalah.

Saya pun mengecek Twitter resmi Donald J. Trump. Sebab saya yakin presiden ke-45 itu tidak merasa kalah. Tidak ada kata kalah dalam kamus Trump.

 Bahkan, sebelum penghitungan suara selesai pun Trump sudah mengumumkan kemenangan di hadapan pendukung fanatiknya. Kalah kalah berarti pemilu curang. Suaranya dicuri kubu lawan. 

Betul memang. Trump masih seperti yang dulu. Kata-katanya di Twitter masih galak. Pakai huruf besar semua.

Donald J. Trump:

"THE OBSERVERS WERE NOT ALLOWED INTO THE COUNTING ROOMS. I WON THE ELECTION, GOT 71,000,000 LEGAL VOTES. BAD THINGS HAPPENED WHICH OUR OBSERVERS WERE NOT ALLOWED TO SEE. NEVER HAPPENED BEFORE. MILLIONS OF MAIL-IN BALLOTS WERE SENT TO PEOPLE WHO NEVER ASKED FOR THEM!"

Sudah bisa ditebak. Proses pilpres di USA tidak akan semulus pilpres-pilpres sebelumnya. Gara-gara Trump wajah USA jadi sangat berubah. Bukan USA yang kita kenal selama puluhan atau ratusan tahun.

Biasanya capres yang kalah langsung menelepon pemenang untuk mengucapkan selamat, basa-basi siap bekerja sama blablabla. Bahkan, ucapan selamat itu sering disampaikan sebelum penghitungan suara selesai 100 persen.

Sistem pilpres USA yang pakai jumlah kursi negara bagian atau electoral college (EC) sebenarnya jauh lebih simpel dan cepat ketimbang pilpres kita yang pakai popular vote. Ketika suara salah satu kandidat sudah di atas 50 persen, maka otomatis dia dapat semua kursi EC.

 Penghitungan jutaan suara sisa sebetulnya tidak penting lagi. Sebab popular vote tidak ada gunanya di USA. Empat tahun lalu Hillary Clinton menang telak EC tapi gagal jadi presiden. Trump yang bikin kejutan.

Kali ini Trump juga bikin kejutan. Sebab dia tetap merasa menang meskipun komisi pemilu di sana mengumumkan hasil pilpres versi resmi.

Presiden Trump membuat USA menjadi sangat berbeda selama empat tahun. Kebijakan dan pernyataannya penuh kejutan. Termasuk menganggap remeh pandemi covid. Menganggap pakai masker tidak berguna. Menganggap virus korona hasil rekayasa Partai Komunis Tiongkok.

 Saya perhatikan Trump sangat doyan memuntahkan ajektif atau kata sifat untuk mengejek lawan-lawannya di Twitter dan Facebook. Sleepy Joe. Crooked Hillary. Fake news. Nasty reporter. Nasty question.. etc etc.

Kelihatannya jari-jari Pak Trump akan semakin gatal melihat hasil pilpres yang berbeda dengan bayangannya. Kata-kata kasar, ejekan, risakan, bakal berhamburan di akunnya hingga ia benar-benar out dari Gedung Putih.

Seru! Panas! Tegang.

Kita nikmati saja sambil ngopi dan mendengarkan alunan dangdut koplo! Toh, apa pun hasil pilpres di USA, nasib rakyat Indonesia sama saja.

"aku merasa 
orang termiskin di dunia
yang penuh derita
bermandikan air mata
......."

5 komentar:

  1. Ada satu grup pendukung Trump yg paling setia, ialah penganut Kristen Haleluya, alias Injili. Sebelum pemilu 2016, Trump pidato di depan pemimpin2 mereka:” I will make Christianity a Power again.” Dan pemimpin2 tsb, termasuk Franklin, anak mendiang pendeta ternama Billy, mengerahkan umat2 mereka utk mencoblos Trump. Pdhal yang menawarkan ini seorang yg ketahuan pernah melecehkan perempuan, menggelapkan pajak, kawin 3 kali, main seks dan kemudian membayarinya utk diam - ketika istrinya sedang hamil, dll.

    Sebelum Yesus mulai bekerja, dia berpuasa di gurun dan dicobai oleh Iblis. Lihatlah kerajaan dan harta di dunia ini, semua itu akan kuberikan kepadamu jika engkau mau turut aku. Sama dgn yg ditawarkan Trump kpd pendeta2 tersebut.

    Kesimpulan saya, pendeta2 Haleluya itu bukan mencontoh Kristus tetapi pengikut Iblis.

    BalasHapus
  2. Dui dui... Trump ini seorang demagog ulung. Dia memanipulasi kristianitas untuk kepentingan politiknya sendiri.
    Anehnya, banyak orang Amerika juga mabuk agama karena termakan aliran haleluya haleluya yang mengagung-agungkan teologi sukses uang uang uang...

    Amerika sangat maju dan modern tapi ternyata masih banyak orang yang tidak kritis. Pemilih Trump juga 70 juta lebih atau hampir setara dengan pemilih Biden.

    Ini menunjukkan bahwa rakyat USA terbelah parah antara merah dan biru. Akan semakin parah ketika diamplifikasi oleh media sosial.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Agama nomer 1 Wong Amerika ialah mammonisme. Bukan protestantisme.

      Hapus
  3. Pemilih Biden 79 juta Pak Lambertus, jadi sama sekali tidak setara. Beda jauh, kalau untuk ukuran Amerika. Setelah semuanya dihitung, mungkin jatuhnya 80juta. Hanya, di dalam sistem electoral college yg bejat ini, kekuatan politik ada di negara2 bagian eks penindas yg jalan pikirannya masih penuh dengan prasangka dan kebencian thd liyan.

    BalasHapus
  4. Bermandikan Airmata, Oh, betapa mujurnya dikau.
    Jaman milenial, orang harus ke apotek untuk membeli obat-tetes Airmata Palsu, lacrime artificialis.
    " Aku merasa orang terhina di dunia yang penuh dosa, Airmata-ku habislah sudah, bagai daun-daun kering "

    Mati semut karena Gula, Mati orang karena Akhlaq.
    Sebelum terlambat kembali ke pendidikan Budipekerti, biarlah Akhlaq diajarkan di gurun Taklamakan.

    BalasHapus