Senin, 28 Agustus 2023

Uklam Tahes Ikamisa Edisi 107 di Selecta Batu

Makin tua makin senang uklam tahes (mlaku sehat). Jalan sehat lebih dianjurkan dokter ketimbang lari sehat. Orang tua yang memaksakan diri lari jauh bisa bahaya. Jantung terlalu dipacu... wassalam.

Karena itu, nawak-nawak (kawan-kawan) senior dan junior makin sering bikin acara Uklam Tahes. Sekaligus kumpul-kumpul atawa reuni tipis Ikamisa: Ikatan Alumni Mitreka Satata. Kera Ngalam pasti paham Mitreka Satata itu julukan SMAN 1 Malang di dekat Alun-Alun Bunder, depan Balai Kota itu.

SMAN 3 Malang yang sangat favorit biasa disebut Bhawikarsu. Hampir semua sekolah (SMA) punya julukan sendiri-sendiri. Tiap kelas pun punya julukan. Ayas kelas Grafity karena ada bau fisikanya. Dulu ada A1, A2, A3, A4.

Minggu 27 Agustus 2023, Uklam Tahes edisi 107 diadakan di Selecta, Batu. Kawasan pemandian dan rekreasi yang sangat kondang sejak era Hindia Belanda. Sekarang masih lestari meski sudah banyak modifikasi.

Semua peserta pakai busana khas Hari Kemerdekaan: merah putih. Beda dengan Uklam Tahes biasa yang setiap angkatan memakai kaos khasnya. 

Kalau bulan lalu angkatan ayas jadi tuan rumah (host), kali ini giliran Ikamisa 83. Cukup profesional. Layaknya acara gathering di perusahaan. Padahal kegiatan Uklam Tahes ini biasanya informal dan apa adanya. Makin lama setiap angkatan ingin memberikan yang terbaik untuk sesama alumni Mitreka Satata.

Begitulah di era media sosial. Acara reuni dengan kemasan jalan sehat, uklam tahes, silaturahmi, halalbihalal dsb jadi makin sering. Belum dicuci kaos lama Uklam Tahes 106, kini sudah ada lagi Uklam Tahes 107. Menyusul Uklam Tahes 108 entah di mana lagi. Sesuai keinginan tuan rumahnya.

Ayas dan nawak-nawak di luar Ngalam kebanyakan lebih senang Uklam Tahes di kompleks sekolah. Diikuti para bapak ibu guru yang sudah sepuh serta kepala sekolah dan guru-guru sekarang yang masih aktif. Nuansa nostalgia dan romantika masa SMA lebih dapat. 

Masalahnya, nawak-nawak yang tinggal di Malang Raya (mayoritas) bosan kalau Uklam Tahes selalu diadakan di kompleks sekolah peninggalan Belanda itu. "Lokasinya beda-beda biar gak bosen," kata nawak lama.

Salam tahes!
Merdekaaaaa!

Rabu, 16 Agustus 2023

Romo Eko Budi Susilo Resmi Jadi Pengganti Sementara Uskup Surabaya

Selasa petang, 15 Agustus 2023, misa arwah 7 hari meninggalnya Uskup Surabaya Monsinyur Vincentius Sutikno Wisaksono di Gereja Katedral Hati Kudus Yesus (HKY), Jalan Polisi Istimewa Surabaya. Misa dipimpin Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya Romo Yosef Eko Budi Susilo.


Saya hanya bisa mengikuti misa lewat streaming di YouTube. Tanpa audio. Maklum, sedang bekerja di kantor. Paling tidak bisa dapat suasananya. Kita juga bisa membaca kata-kata pastor atau lektor dengan menyetel fitur di YouTube.

Yang ditunggu-tunggu umat Katolik di Keuskupan Surabaya adalah ini: pengumuman resmi siapa yang jadi pengganti sementara Bapa Uskup Sutikno. Istilahnya: Romo Administrator Diosesan Keuskupan Surabaya. Romo Administrator inilah yang menjadi pimpinan tertinggi keuskupan (sementara) hingga Paus Fransiskus menunjuk uskup yang baru.

Keuskupan Surabaya sudah punya preseden. Ketika Bapa Uskup Hadiwikarta meninggal tahun 2003 lalu, Vikjen Romo Julius Harjanto CM ditetapkan sebagai administrator diosesan. Sebab vikjen merupakan pastor yang paling dekat dengan uskup. Vikjen paling tahu tata kelola, manajemen, pembukuan dsb.

Karena itu, saat melayat jenazah Monsinyur Tikno dan ikut misa rekuiem pada Kamis malam dan misa pelepasan jenazah ke Puhsarang, Kediri, Sabtu pagi, kami sempat ngobrol ringan soal ini.

 "Calon kuatnya Romo Vikjen (Eko Budi Susilo)," kata Karyadi, kawan lama yang menulis buku biografi Uskup Sutikno dari Tanjung Perak itu.

"Romo Eko Budi Susilo yang paling kuat dan mumpuni," ujar Bung Eddy, mantan seminari di Flores yang jadi aktivis gereja di Surabaya.

Saya juga berpikir begitu. Siapa lagi kalau bukan Romo Eko Budi Susilo yang asli Karanganyar, Solo, itu. Sejak Uskup Sutikno sakit dan sering masuk rumah sakit selama lima tahun, Romo Eko sangat dominan dalam menangani berbagai persoalan di keuskupan.

Akhirnya, jelang penutupan misa arwah di Katedral Surabaya dibacakan pengumuman resmi itu:

"Pada hari Senin, 14 Agustus 2023 sesuai dengan ketentuan Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik Roma, berkenaan dengan takhta Uskup yang lowong, Dewan Konsultores Keuskupan Surabaya telah memilih dan memutuskan bahwa RD. Yosef Eko Budi Susilo menjadi Administrator Diosesan Keuskupan Surabaya. 

Proficiat dan selamat kepada RD. Yosef Eko Budi Susilo. 

Umat Allah yang terkasih, 
Mari berdoa bagi penggembalaan umat di wilayah Keuskupan Surabaya sehingga kita semua mewujudkan harapan dan arah penggembalaan Alm. Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono untuk menjadi murid-murid Kristus yang semakin dewasa dalam iman, guyub, penuh pelayanan dan misioner."

Sampai kapankah takhta lowong itu?

 Tidak pernah ada kejelasan di Gereja Katolik. Bisa cepat, bisa lama, bisa sangat lamaaa. Ada keuskupan yang lowong kurang dari setahun. Tapi Keuskupan Surabaya dulu sempat takhta lowong alias sede vacante selama 4 tahun (sama dengan masa jabatan Presiden USA).

Semua tergantung kebijaksanaan Bapa Suci di Vatikan sana. Sebab uskup-uskup di seluruh dunia adalah tangan kanan Paus sebagai gembala gereja-gereja partikuler. Meski proses pengusulan, penjaringan nama-nama calon dilakukan (secara rahasia) oleh imam-imam senior di keuskupan itu bersama KWI hingga Duta Besar Vatikan.

Karyadi, mantan ketua PMKRI Surabaya, yang kini politisi, optimistis takhta lowong di Keuskupan Surabaya kali ini bakal lebih cepat terisi. Tidak sampai 4 tahun seperti dulu. "Saya yakin prosesnya sudah berjalan. Apalagi Monsinyur Tikno ini sakitnya cukup lama," katanya.

Selamat bertugas Romo Eko Budi Susilo sebagai Administrator Diosesan Keuskupan Surabaya! 

Tuhan memberkati.

Selasa, 15 Agustus 2023

Maestro dari Perak Telah Berpulang!


Oleh Kanisius Karyadi

Penulis Buku Biografi Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono, "Sang Maestro dari Perak"

16 tahun silam, Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono, Uskup Keuskupan Surabaya, mengirim SMS (Short Massage Service), kepada saya. Ia meminta saya segera menghadap, karena ada urusan penting. 

Saya segera menghadap Yang Mulia Bapa Uskup Surabaya ini. Tanpa basa basi, ia menawari jabatan kepada saya, sebagai Direktur Sasana Krida Jatijejer, Trawas, Mojokerto. Ini sebuah tempat pembinaan dan pertemuan yang dimiliki Keuskupan Surabaya.

Ia menerangkan segala bentuk kompensasi, baik gaji, fasilitas mobil dan lain lain. Ia agak terperangah dan kaget dengan jawaban saya yang menolak jabatan mentereng dan keren itu.

"Gila kau Karyadi, orang lain berlomba mengejar jabatan tinggi, kau ditawari malah menolak!" timpal Mgr Oei Tik Hauw, nama kecil dan asli Bapa Uskup Surabaya ini.

Ia kaget, mungkin ia mengira ini anak nakal, sampai menolak jabatan penting di awal masa kepemimpinannya. 

Itulah secuil kisah dengannya yang membekas sampai hari ini. Uniknya, ia tidak marah, tetap menjalin komunikasi. 

Mgr Sutikno lahir di Surabaya, 26 September 1953. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Oei Kok Tjia (Stephanus Widiatmo Wisaksono) dan Kwa Siok Nio (Ursula Madijanti),

Menurut Ibu Ursula Madijanti (RIP), waktu kehamilan anak kedua ini sering mengidam pencit (mangga muda).  Madijanti mengatakan nama Oei Tik Hauw diberikan kepada anak keduanya itu berarti 'kebijaksanaan yang indah'.

Sejak kecil, Tikno akrab dipanggil maminya, "Nyooce" yang artinya sinyo atau anak kecil yang lucu. Sejak kecil bersama keluarga tinggal di Jalan Perak Timur 216 Surabaya, Jawa Timur.

Masa kecilnya lengket kayak perangko dengan maminya. Ke mana pun  mami pergi, Nyooce tak mau dilepaskan. Dalam belajar sehari hari, ia mendapat porsi lebih banyak, tak jarang, kedua saudara perempuannya menjadi iri (meri), tapi uniknya tak pernah berkelahi.

Menurut maminya, Nyooce di masa kecil badannya kecil dan kurus. Soal daya tahan tubuh, Nyooce gampang sakit. Kekuatan fisiknya lebih rapuh dibandingkan kedua saudara perempuannya.

Awal mula ketertarikan menjadi pastor Gereja Katolik. Ia terinspirasi sosok, dan teladan hidup Romo Herman Kock, CM. Pastor Katolik dari Kongregasi Misi ini banyak menginspirasi soal keutamaan hidup, kesederhanaan, pelayanan sesama manusia. 

Setelah lulus dari SMPK Angelus Custos Surabaya, tahun 1970-an, ia melanjutkan studi di Seminari Menengah Garum, Blitar, lanjut ke Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogjakarta. Sampai ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 21 Januari 1982 oleh Mgr J Klooster, CM di Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, (Katedral) Surabaya. 

Pasca tahbisan imam itu ia ditugaskan di berbagai tempat seperti Blitar, Malang. Ia spesialis menangani pembinaan calon imam di Keuskupan Surabaya. Pernah ditugaskan di Seminari Menengah Vincentius a Paulo, Blitar, sampai Seminari Tinggi Praja Antar Keuskupan di Malang sebagai Rektor. 

Setelah 10 tahun menjadi Rektor Seminari Tinggi, tahun 2000 ditugasi oleh Mgr Hadiwikarta untuk studi S3, memperdalam ilmu psikologi konseling di De La Salle University, Manila, Filipina. 

Tak terduga tak ternyata, 1 April 2007, ia mendapat telpon dari Duta Besar Vatikan untuk Indonesia mengabarkan dirinya ditunjuk jadi Uskup baru Keuskupan Surabaya. Ia tak percaya, karena menganggap sebagai April Mop semata, alias kabar bohong. Kemudian ia konfirmasi ulang, ternyata berita itu benar. 

Pada perayaan Misa Krisma, 3 April 2007, Duta Besar Vatikan, Mgr Geopoldo Girelli mengumumkan secara resmi, "Saya dengan gembira memberitahukan kepada anda bahwa Bapa Suci, Paus Benedictus XVI, telah menunjuk Romo Vincentius Sutikno Wisaksono dari Keuskupan ini, sebagai Uskup Surabaya." Lalu ditahbiskan menjadi Uskup Surabaya pada tanggal 29 Juni 2007 oleh Kardinal Mgr Julius Darmaatmadja, SJ.

Selama 16 tahun menggembalakan umat Keuskupan Surabaya, Banyak hal yang dilakukan bersama jajaran hirarkinya. Mulai Manajemen struktur paroki, Manajemen keuangan Gereja, arah gerak, program Gereja dan banyak hal melalui Musyawarah Pastoral yang melibatkan stakeholder Keuskupan Surabaya.

Hal yang unik dan nyentrik dari Monsinyur Sutikno  adalah ciri khas dialek bahasa Suroboyoan yang khas dan kental. Agak vulgar, ceplas ceplos, suaranya keras menggelegar.

Tak lupa, dalam banyak khotbah disukai umat karena lucu, berisi dan menggugah. Dalam sesi pembinaan selalu menggembirakan, menarik dan menggugah. 

Dalam kehidupan sehari hari, watak sosialnya begitu tinggi, Sering memberikan bantuan material kadang juga bantuan petunjuk, nasehat iman spiritual kepada umatnya.

Jiwa pembauran sungguh nyata. Ia Uskup pertama yang keturunan etnis Tionghoa, sungguh memberikan teladan pembauran sejati di kalangan umatnya.

Monsinyur Sutikno sosok yang bersemangat lebih (magis semper) tentang pembinaan calon calon pastor/imam praja atau diosesan. 

Peninggalan besar adalah merintis dan membangun seminari tinggi imam diosesan di Surabaya, secara mandiri.  Pada awalnya masih bergabung dengan beberapa keuskupan di Malang.

Ia merintis dan  membangun Seminari Tinggi di Keuskupan Surabaya, bernama Providentia Dei. Untuk melengkapi ia bersama tim membuat kelas studi filsafat dan teologi, sekaligus mulai mendirikan Fakultas Kedokteran di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. 

Mulai dari awal menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan seminari tinggi, baik fisik gedung, konsep, tenaga pengajar, dana, dan lain sebagainya.

Kamis, 10 Agustus 2023, kita dikejutkan berita duka, Sang Maesto dari Perak wafat, menghadap Sang Ilahi. Selamat jalan Monsinyur Vincentius Sutikno Wisaksono, semoga segala kebaikan yang telah ditebar membawa banyak inspirasi bagi umat dan masyarakat. 

Jumat, 11 Agustus 2023

Uskup Sutikno Wisaksono Dirawat Intensif Sejak 2017 - Menulis Puisi Perpisahaan "Going Home"

Sudah lama Uskup Surabaya Monsinyur Vincentius Sutikno Wisaksono menderita sakit. Umat Katolik di Keuskupan Surabaya, yang rajin misa, aktif ke gereja, pasti tahu. Khususnya ketika Bapa Uskup memimpin ekaristi di atas kursi roda.

Tapi apa sebetulnya penyakit yang diderita uskup asal Tanjung Perak, Surabaya, yang wafat pada Kamis 10 Agustus 2023 itu?

Komplikasi, kata teman mantan pentolan PMKRI. "Sakitnya campur-campur. Istilah medisnya gak ingat," katanya. 

Riwayat kesehatan mendiang Uskup Sutikno Wisaksono akhirnya bisa diketahui jelang misa arwah (requiem) di Gereja Katedral HKY Surabaya, Kamis malam (10/8). Saya ikut. Tapi tidak dapat tempat di dalam meski sudah berada di gereja sekitar 40 menit sebelum misa.

Misa requiem dipimpin Uskup Malang Monsinyur Henricus Pidyarto Gunawan OCarm didampingi Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko. Banyak sekali pastor, suster, umat yang datang untuk memberi penghormatan terakhir kepada Bapa Uskup Sutikno. 

Jenazah baru saja dipindahkan dari Kapel RKZ ke depan altar Gereja Katedral. Kedua uskup tamu melakukan pendupaan dan memimpin doa-doa sebagai bekal untuk Bapa Uskup yang resquescat in pace (RIP).

Sebelum misa Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya Romo Yosef Eko Budi Susila membacakan riwayat kesehatan Monsinyur Sutikno. Romo asal Solo ini paling dekat dengan almarhum. Bahkan sering mengambil alih tugas Bapa Uskup seperti penerimaan Sakramen Krisma.

 Dimulai tahun 2017 ada gangguan buang air kecil. Dibawa ke RKZ. Diagnosa: kanker prostat!

Sebelum itu Bapa Uskup yang meninggal dunia dalam usia 70 tahun itu punya riwayat kencing manis (diabetes), sirosis hati, dan lambung kronis.

Setelah tindakan di RKZ, lanjut perawatan di Singapura selama dua bulan. Radioterapi untuk mengatasi masalah kanker prostat itu. Ada juga terapi hormonal.

Setelah itu kondisi Mgr Sutikno relatif membaik. Tapi tetap kontrol ke dokter di RKZ.

Saat pandemi beliau sempat kena Covid-19. Tapi bisa pulih dengan lekas.

Tahun 2021, masih pandemi, tepatnya 26 Desember 2021, Uskup Sutikno kembali opname di RKZ. Masalah prostat.

April 2022: pengobatan di Singapura dengan radioisotop. Mulai pertengahan 2022 sampai awal 2023 terapi radioisotop di negara tetangga itu.

Maret 2023: rawat inap di RKZ Surabaya.

26 Juli 2023: opname di RKZ karena infeksi paru-paru.

Tak lama kemudian, 4 Agustus 2023, Uskup Sutikno kejang-kejang. Dilarikan ke RKZ bagian ICU.

10 Agustus 2023: Uskup Sutikno pulang ke Rumah Bapa di surga. Tepat pukul 10.29 WIB.

Saat dirawat di ICU RKZ, Bapa Uskup Sutikno sempat menulis sebuah puisi. Kata-katanya seperti ucapan perpisahan. Pulang dengan damai. Memulai hidup abadi.


GOING HOME

Berpulang, aku berpulang
Tenang dan damai, aku berpulang
Tidaklah jauh, lewati pintu terbuka

Tugas telah usai, tiada cemas tersisa
Bunda menanti, ayah pun menunggu
Banyaklah wajah yang kukenal,
dari masa lalu
 
Ketakutan lenyap, kesakitan hilang
Rintangan musnah, perjalanan usai
Bintang fajar terangi jalanku
Mimpi buruk hilang sudah
Bayang-bayang telah berlalu
Terang kini tiba

Di hidup abadilah aku
Tiada jeda, tiada akhir
Hanya ada kehidupan
Tersadar penuh, dengan senyuman
Untuk selamanya

Berpulang, aku berpulang
Bayang bayang telah berlalu
Terang kini tiba
Hidup abadi kumulai
Aku kini berpulang...

Tuhan memberkati & Bunda merestui

Kamis, 10 Agustus 2023

Selamat Jalan Bapa Uskup Surabaya Msgr Vincentius Sutikno Wisaksono (1953-2023)

Kabar duka bagi umat Katolik di Keuskupan Surabaya. Bapa Uskup Surabaya Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono telah meninggal dunia pada pukul 10.29 WIB di ICU RKZ Surabaya, Kamis 10 Agustus 2023. Uskup asal Tanjung Perak Surabaya ini tutup usia pada 70 tahun. 

"Mari kita berdoa bagi kedamaian abadi jiwa beliau oleh karena belas kasih-Nya. Pengumuman tentang hal-hal selanjutnya akan disampaikan secara resmi oleh pihak Keuskupan Surabaya," tulis RD. Paulus Febrianto, Sekretaris Keuskupan Surabaya.

Mgr Sutikno Wisaksono ditahbiskan pada 29 Juni 2007 di Lapangan Kodikal, Bumimoro, Surabaya. Beliau menggantikan Mgr Johanes Hadiwikarta yang berpulang pada 13 Desember 2023. 

Uskup Sutikno anak kedua dari tiga bersaudara dari pasutri Stephanus Oei Kok Tjia (Widiatmo Wisaksono) dan ibu Ursula Mady Kwa Siok Nio (Madijanti Wisaksono).

Motonya sebagai Uskup: "Ego veni ut vitam habeant et abundantius habeant." (Yoh 10:10). Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.

Selama 16 tahun menduduki takhta Keuskupan Surabaya, Uskup Sutikno melakukan berbagai kebijakan. Boleh dikata cukup drastis. Salah satunya di awal jabatannya adalah menarik semua imam projo Keuskupan Surabaya dari Seminari Tinggi Inter Diosesan di Malang.

Setelah itu didirikan seminari tinggi baru di Surabaya. Seminari Tinggi Providentia Dei pun kini berdiri megah di kawasan Pakuwon City, Sukolilo, Surabaya. Sudah banyak imam atau romo yang dihasilkan seminari itu.

"Mgr Sutikno orangnya tegas dan berprinsip. Tapi orangnya juga sangat baik," kata Thomas dari salah satu paroki di Sidoarjo.

Uskup Sutikno pula yang akhirnya meresmikian Stasi Krian di Sidoarjo sebagai paroki baru di Keuskupan Surabaya. Begitu juga paroki baru di kawasan perumahan TNI AL di Semampir, Sukolilo. Paroki Santo Yosafat.

Dalam beberapa tahun terakhir kondisi fisik Uskup Sutikno memang melemah. Masuk keluar, opname di rumah sakit. Bapa Uskup juga sering memimpin misa dengan duduk di kursi roda. 

"Terima kasih banyak atas kepemimpinan Bapa Uskup Sutikno di Keuskupan Surabaya," kata Retno dari Paroki Karangpilang. 

Selamat jalan, Monsinyur Sutikno. Jasa-jasamu akan selalu dikenang umat Katolik di Keuskupan Surabaya dan Jawa Timur umumnya. 

Resquescat in pace! 

Kamis, 03 Agustus 2023

96% orang Indonesia percaya Tuhan, kata Pew Research

Riset Pew terbaru: 96% orang Indonesia percaya pada Tuhan. Angka ini tertinggi sedunia. Bahkan lebih tinggi ketimbang di Timur Tengah.

Orang Indonesia yang 4% itu pun sebetulnya bukan tidak percaya Tuhan. Percaya sih percaya.. tapi kadarnya agak kurang. Orang Indonesia yang atheis ada juga. Tapi mungkin tidak sampai 1%.

Di era keterbukaan, banjir informasi, ada kecenderungan makin banyak orang Indonesia yang percaya Tuhan, tapi tidak ikut agama apa pun. Agnostik. Tapi di KTP tetap ditulis beragama Islam, Kristen, Hindu, dsb. Warga negara Indonesia wajib punya agama.

Presiden Jokowi kelihatannya senang dengan hasil penelitian Pew itu. Bahwa hampir semua orang Indonesia percaya Tuhan. Ini jadi modal sosial untuk pembangunan. Setidaknya menjauhkan perilaku yang melawan perintah dan larangan Tuhan.

Semakin percaya Tuhan, semakin takut mencuri, korupsi, salah guna kuasa, melanggar HAM, dan sebagainya. Mestinya begitu. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Indonesia yang rakyatnya 96% percaya Tuhan masih banyak korupsi. Bahkan, departemen urusan ketuhanan dan agama pun masih ada korupsinya.

Di dunia ini indeks korupsi rupanya tidak ada kaitan dengan percaya Tuhan, punya agama atau tidak, rajin sembahyang dan sejenisnya. Negara-negara yang banyak rakyatnya (pemerintahnya juga) tidak percaya Tuhan malah angka korupsinya kecil. 

Tiongkok yang komunis dan atheis malah sering dijadikan contoh bagaimana harus tegas menghadapi koruptor. Eksekusi saja. Jangan kasih hidup koruptor-koruptor itu. Tiongkok memang belum bebas korupsi. Tapi pemerintahnya sejak dulu sangat tegas berantas korupsi.

Karena itu, jangan terlalu bangga dengan hasil penelitian Pew. Biasa-biasa sajalah. 

Prof Andrew Weintraub dari USA Bikin Riset Orkes Melayu, Ludruk, Genjer-Genjer dan Lekra di Jawa Timur

Prof Andrew Noah Weintraub PhD pernah melakukan penelitian mendalam tentang musik dangdut di Indonesia. Kajian profesor etnomusikologi dari University of Pittsburgh, Pennsylvania, California, Amerika Serikat, itu juga telah dibukukan dalam buku Dangdut Stories.

Meski begitu, profesor yang lebih suka dipanggil Andrew tanpa embel-embel profesor, doktor, atau mister itu rupanya belum puas. Dia masih terus menggali lagi sejarah orkes Melayu (OM) yang menjadi cikal bakal musik dangdut.

 "Makanya, saya datang ke Surabaya untuk riset orkes Melayu," ujar Andrew kepada Amahurek di Hotel Kokoon, Jalan Slompretan Nomor 26, Surabaya, Rabu (2/8/2023).

Menurut Andrew, salah satu kota yang menjadi pusat orkes Melayu di Indonesia pada tahun 1950-an dan 1960-an adalah Surabaya. Khususnya kawasan Ampel yang dihuni banyak warga keturunan Arab. Salah satu orkes terkemuka adalah OM Sinar Kemala pimpinan Abdul Kadir.

OM Sinar Kemala dibentuk pada 1952-1953. Kelompok musik di kawasan Ampel ini disebut Andrew sebagai orkestra terbesar pada dekade 1960-an. Jumlah anggotanya 15-25 musisi. Aransemen musiknya terpengaruh Timur Tengah, khususnya Mesir dan Lebanon.

 "OM Sinar Kemala memakai empat sampai enam penyanyi. Di antaranya, Ida Laila, Nur Kumala, Latifah, dan Nur A'in," ungkap profesor berusia 61 tahun itu.

Berbeda dengan orkes-orkes di Jakarta dan Medan, menurut Andrew, OM Sinar Kemala membawakan lagu-lagu dengan tema keagamaan (Islam). Ada kemiripan dengan orkes gambus yang tempo doeloe juga tumbuh subur di kawasan Ampel. "Penyanyi-penyanyi Sinar Kemala punya cengkok seperti seni baca Alquran," katanya.

Sayang sekali, hampir semua personel OM Sinar Kemala sudah berpulang. Abdul Kadir sudah lama tiada. A. Malik Buzaid, komposer lagu-lagu Sinar Kemala, dan vokalis andalan Ida Laila pun telah menghadap Ilahi beberapa tahun lalu. Karena itu, Andrew bakal menemui putra-putri sejumlah dedengkot orkes Melayu tempo doeloe itu.

Selain riset tentang orkes Melayu, Prof Andrew Weintraub juga memanfaatkan kunjungan ke Jawa Timur untuk menggali informasi tentang kesenian ludruk di masa lalu. Khususnya pada era 1960-an. "Ludruk-ludruk yang terkenal dulu punya kaitan dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra)," katanya.

Sayang sekali, kelompok-kelompok ludruk tempo doeloe itu tidak ada lagi di Surabaya dan sekitarnya. Padahal, kesenian tradisional itu sangat hidup di masyarakat. Setiap malam ada pertunjukan di berbagai tempat. Kini, praktis tak ada lagi pertunjukan ludruk secara rutin di Surabaya.

Karena itu, Andrew akan berangkat ke Banyuwangi untuk menemui sejumlah seniman tradisional yang pernah aktif pada tahun 1960-an. Mereka diduga punya keterkaitan dengan Lekra. "Termasuk musisi Genjer-Genjer," kata Andrew.

Menurut profesor yang juga pimpinan Dangdut Cowboy Band di USA itu, selama ini belum ada riset atau kajian mengenai respons masyarakat atau penonton terhadap kesenian-kesenian rakyat seperti ludruk, ketoprak, wayang, dan sebagainya pada masa Orde Lama. Yang ada hanyalah pendapat-pendapat atau sikap para elite Lekra hingga politisi di Jakarta.

"Beberapa narasumber yang akan saya temui di Banyuwangi sudah sangat tua. Tapi mudah-mudahan mereka bisa memberikan informasi yang penting tentang ludruk di masa Lekra dulu," katanya.

Obrolan dengan Andrew terhenti sejenak. Seorang pelayan hotel datang membawa capcay pesanan sang profesor cum seniman itu. Andrew perlu makan banyak karena kondisinya agak drop setelah berada di Surabaya.

 "Badan saya kurang enak," katanya.

"Obatnya makan yang banyak, Prof!"

Andrew tersenyum. Lalu menikmati capcay yang masih hangat. "Di Indonesia kalau beli obat tidak harus pakai resep dokter, ya?" 

"Dianjurkan pakai resep dokter. Tapi ada juga obat-obat bebas yang bisa dibeli bebas di mana saja tanpa resep."

Selamat berkelana, Andrew!

Selamat meneliti Orkes Melayu, ludruk, kesenian rakyat, Lekra, dan sebagainya! 

Orang Indonesia mestinya berutang ilmu padamu. Merdeka!!!