Karena itu, nawak-nawak (kawan-kawan) senior dan junior makin sering bikin acara Uklam Tahes. Sekaligus kumpul-kumpul atawa reuni tipis Ikamisa: Ikatan Alumni Mitreka Satata. Kera Ngalam pasti paham Mitreka Satata itu julukan SMAN 1 Malang di dekat Alun-Alun Bunder, depan Balai Kota itu.
SMAN 3 Malang yang sangat favorit biasa disebut Bhawikarsu. Hampir semua sekolah (SMA) punya julukan sendiri-sendiri. Tiap kelas pun punya julukan. Ayas kelas Grafity karena ada bau fisikanya. Dulu ada A1, A2, A3, A4.
Minggu 27 Agustus 2023, Uklam Tahes edisi 107 diadakan di Selecta, Batu. Kawasan pemandian dan rekreasi yang sangat kondang sejak era Hindia Belanda. Sekarang masih lestari meski sudah banyak modifikasi.
Semua peserta pakai busana khas Hari Kemerdekaan: merah putih. Beda dengan Uklam Tahes biasa yang setiap angkatan memakai kaos khasnya.
Kalau bulan lalu angkatan ayas jadi tuan rumah (host), kali ini giliran Ikamisa 83. Cukup profesional. Layaknya acara gathering di perusahaan. Padahal kegiatan Uklam Tahes ini biasanya informal dan apa adanya. Makin lama setiap angkatan ingin memberikan yang terbaik untuk sesama alumni Mitreka Satata.
Begitulah di era media sosial. Acara reuni dengan kemasan jalan sehat, uklam tahes, silaturahmi, halalbihalal dsb jadi makin sering. Belum dicuci kaos lama Uklam Tahes 106, kini sudah ada lagi Uklam Tahes 107. Menyusul Uklam Tahes 108 entah di mana lagi. Sesuai keinginan tuan rumahnya.
Ayas dan nawak-nawak di luar Ngalam kebanyakan lebih senang Uklam Tahes di kompleks sekolah. Diikuti para bapak ibu guru yang sudah sepuh serta kepala sekolah dan guru-guru sekarang yang masih aktif. Nuansa nostalgia dan romantika masa SMA lebih dapat.
Masalahnya, nawak-nawak yang tinggal di Malang Raya (mayoritas) bosan kalau Uklam Tahes selalu diadakan di kompleks sekolah peninggalan Belanda itu. "Lokasinya beda-beda biar gak bosen," kata nawak lama.
Salam tahes!
Merdekaaaaa!
" Sama lubuk lain ikannya "
BalasHapusBagi Bung Hurek SMAN 1, Alun alun bunder, Malang, memiliki kenangan yang sangat indah. Deo gratias !
Bagiku dulukala tempat itu adalah sebuah horor dan humiliation.
Kalau saya dulu pergi/pulang ke sekolah dari jalan Semeru ke Soetomo, terpaksa memilih lewat Oro oro Dowo - Tjelaket, walaupun jalannya lebih nanjak daripada lewat Alun-alun bunder.
Sebabnya, Arek2 Mitreka Satata kalau lihat 华人 lewat naik sepeda, sering kali, di-pisuhi, di-idoni, ada kala di-jungkrakno sepedane.
Humiliation itu mencapai puncaknya terutama setelah Gestok.
Haruskah kita melupakan semuanya pengalaman yang tidak enak, seperti kita melupakan romusha, jugun ianfu, voc, westerling, dll.
Mea culpa.. Ayas sedih denger cerita yg kurang elok itu. Mitreka Satata ini dulu isinya banyak pelajar tenglang juga. Makanya jago main basket. Saingan berat Dempo, Huain, Santa Maria yg mayoritas Tionghoa. Kalau Cor Jesu atau Taman Harapan ya lewat lah karena lemah.
HapusAwal orba kelihatannya virus antitenglang sedang ganas2nya di RI. Apalagi aparat2nya juga membiarkan humiliasi dan persekusi terhadap kaum tertentu. Itu jadi catatan kelam dalam kita punya sejarah.
BalasHapusItu sepanjang Orba, Lambertus. Di Surabaya selagi remaja di masa 1970an dan 1980an sudah bbrp kali saya mengalami rasisme dan intimidasi di jalan. Tidak sampai diludahi, ttp kalau diancam, dikata2i, itu sudah biasa.
BalasHapusMemang masih ada virus rasialis di Indonesia karena indoktrinasi gencar saat orba. Virus itu bakal berkurang tapi tidak bisa hilang. Kayak virus covid itulah.
HapusSetiap manusia itu pada dasarnya ada elemen rasisnya, krn sbg hewan, kita punya gen untuk melindungi diri kita dan komunitas kita dari serangan binatang lain. Salah satu penanda mahluk lain ialah warna kulit. Warna kulit berbeda dianggap bukan "bala" oleh otak rendah (limbic system). Kuncinya ialah otak tinggi (prefrontal cortex) yang mengatur fungsi eksekutif harus mampu mengatasi rasa takut dan amarah thd orang lain tsb. Dan itu hanya bisa dengan pendidikan dan latihan, sehingga sbg manusia kita bisa mengendalikan nafsu marah yang didorong rasa takut, dan berpikir jernih untuk mendudukkan persoalan pada tempatnya yang pas.
HapusKita perlu orang2 seperti Lambertus, seperti Gus Dur dan Yenni Wahid, seperti Pak Jokowi. Bukan orang2 seperti habib yang sekarang dipenjara, atau Anies yang demi kekuasaan menjual "jiwanya" kepada "iblis" dalam suatu pertukaran ala Faust.
Pengalaman masa kecil, lingkungan, pendidikan, pergaulan dsb sangat mempengaruhi pandangan seseorang. Kalau lingkungannya toksik ya angel.
HapusPropaganda Tun M dan PN di Malaysia sekarang mirip orba. bahkan lebih parah. Ngeri banget Malaysia seandainya partai2 aliran PAS dan Mahathir menang di sana.