FIFA benar.
Indonesia memang tidak layak jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 karena menolak kehadiran Israel. Padahal, Israel lolos kualifikasi Zona Eropa. Tidak gampang lolos di Zona Eropa yang mutu sepak bolanya sangat tinggi.
Sebaliknya, Indonesia lolos ke Piala Dunia U-20 karena dapat wild card sebagai tuan rumah. Timnas sepak bola Indonesia kelompok umur atau senior mustahil lolos ke Piala Dunia karena mutu sepak bolanya yang sangat buruk. Jangankan tingkat dunia, sampai sekarang pun Indonesia belum pernah juara Piala AFF. Padahal, cuma level Asia Tenggara. Alih-alih tingkat Asia.
Indonesia juga benar.
Indonesia menolak Israel karena membela konstitusi. UUD 1945 menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan dst dst, kata Plt Menpora Muhadjir Efendi. Israel negara zionis masih menjajah Palestina sampai hari ini.
Indonesia tidak akan pernah membuka hubungan diplomatik dengan Israel, kata Menko Polhukam Mahfud Md. Selama Israel masih menjajah Palestina, katanya.
Ya sudah.
Lupakan saja Piala Dunia U-20. Meski begitu banyak anggaran dikeluarkan untuk membenahi 6 stadion secara besar-besaran sesuai standar FIFA. Salah satunya GBT Surabaya yang dekat tempat pembuangan sampah di Benowo.
Pemkot Surabaya sudah habis-habisan membenahi GBT baik di dalam maupun luar. Bikin jalan baru akses ke GBT. Areal parkir yang luas. Hingga menghilangkan bau sampah. Sejak Wali Kota Risma sampai Wali Kota Eri Cahyadi fokus perhatian ke GBT sebagai salah satu venue resmi Piala Dunia U-20.
Belum lagi pembenahan Stadion Gelora 10 Nopember di Tambaksari da Lapangan Thor sebagai tempat latihan peserta Piala Dunia. Dua tahun lebih persiapan kejuaraan akbar itu.
Semuanya jadi useless. Gara-gara kehadiran Israel. Konstitusi di atas segalanya bagi Indonesia meski sudah banyak negara Arab dan Islam yang berdamai dengan Israel. Arab Saudi yang keras pun makin ramah dengan Israel. Begitu pula Qatar, tuan rumah Piala Dunia 2022 lalu.
Masalahnya, mengapa kehadiran Israel baru ditolak hanya beberapa hari jelang undian di Bali?
Gubernur Wayan Koster menolak. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga menentang Israel dengan dalih mengikuti jejak Presiden Soekarno dulu. Belum lagi ormas dan partai Islam yang sudah pasti menentang habis Israel itu macam PKS, Muhammadiyah, kelompok 212, dsb.
Israel lolos kualifikasi pertengahan tahun lalu. Mestinya pemerintah peka dan tanggap. Presiden Jokowi, Menko Polkam, Menlu, Menpora, dsb sudah harus ambil sikap. Siapa pun tahu bahwa kehadiran Israel di Piala Dunia U-20 bakal mengundang kontroversi luar biasa.
Isu Israel sangat sensitif di Indonesia. Dan bisa digoreng jadi isu politik. Pemerintahan bisa jatuh karena dianggap melanggar konstitusi. Ormas-ormas 212 bakal demo berjilid-jilid jika Israel jadi main di Piala Dunia U-20.
Nah, di sinilah kelemahan pemerintah. Tenang-tenang saja. Menganggap isu Israel ini biasa-biasa saja. Bak api dalam sekam. Presiden Jokowi baru memberikan reaksi setelah FIFA membatalkan drawing di Bali. Terlambat, Pak!
Nasi sudah jadi bubur.
Indonesia memang tidak bisa menenggang Israel demi konstitusi. Sebaliknya, FIFA pun tidak menenggang negara yang melakukan diskriminasi terhadap anggotanya yang jadi peserta turnamen resmi. Apalagi sekelas Piala Dunia.
Maka, apa boleh buat, gagasan Jokowi agar Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade dan Piala Dunia beneran (senior) ibarat pungguk rindukan bulan. Sebab, Israel sudah pasti mengirim banyak atlet ke Olimpiade.
Bahkan, bukan tidak mungkin, Indonesia bakal didiskualifikasi sebagai tuan rumah Piala Thomas dan Piala Uber seandainya Israel lolos kualifikasi. Ah, seandainya Palestina segera merdeka!