Pandemi selama dua tahun ini membuat kita orang kehilangan banyak kontak. Tidak tahu kondisi terakhir beberapa kawan lama. Eh, ternyata wis rampung. Selesai tugasnya di alam fana ini.
Kemarin saya lewat di depan eks Pabrik Gula Toelangan. PG terkenal yang diangkat Pramoedya Ananta Tour di novel Bumi Manusia. Saya ingat Amak Junaedi, kawan lama. Rumahnya tak jauh dari PG. Bapaknya dulu sinder di situ.
Apa kabar Mas Amak?
Masih sering pimpin unjuk rasa
Bongkar kasus korupsi lokal?
Tidak takut dijadikan tersangka pencemaran nama baik?
"Mas Amak sudah gak ada. Sudah lama berpulang," kata seorang aktivis di Tulangan yang kenal Amak Junaedi.
Oh, Tuhan!
Rupanya Mas Amak sudah menghadap Beliau saat gelombang badai Delta tahun 2021 lalu.
Cukup banyak kenangan bersama Amak. Dulu dia sering bikin lomba mancing di kolam dekat rumahnya. Pesertanya dari seluruh Sidoarjo. Ramai sekali.
Komunitas budayawan dan seniman juga sering cangkrukan di rumahnya. Sarasehan budaya Jenggala, Anggara Kasih, dan sebagainya. Rumah tua nan megah khas elite desa jadi tempat paling nyaman untuk ngobrol ngalor ngidul.
Amak lalu menghilang lama sekali. Lalu muncul lagi dengan sapaan Abah. Dari abangan jadi putihan. Sering pakai baju takwa di foto-fotonya. Tapi acara demo jalan terus. Bersama LSM Gempur Sidoarjo.
"Kita gempur terus. Pejabat-pejabat perlu dikontrol karena dewan kurang kritis," katanya.
Amak selalu semangat dalam urusan gempur menggembur pejabat. Saking kerasnya wartawan-wartawan sering takut mengutip omongannya. Takut salah data yang berujung delik hukum.
Sebelum pandemi saya sempat ngobrol soal PG Toelangan. Nostalgia kejayaan pabrik gula di Sidoarjo masa lalu. Amak banyak tahu karena ayahnya karyawan pabrik gula dan punya kebun tebu yang luas.
"Kalau Sampean bahas pabrik gula di Sidoarjo gak usah jauh-jauh cari narasumber. Aku siap beri masukan," ujar pentolan LSM itu.
Setelah pandemi tidak ada lagi komunikasi. Nomor WA tidak aktif. Media sosialnya juga macet. Tentu Amak sedang sibuk cari data dan informasi untuk gempur koruptor lokal, pikir saya.
Umurnya belum 50 tahun. Badannya yang gempal tentu kuat menghadapi gempuran korona, pikir saya.
Ternyata Tuhan punya kehendak lain. Mas Amak dipanggil pulang ke alam baka. Sekitar tujuh bulan lalu. Saya baru tahu kemarin.
Selamat jalan, Mas!