Kamis, 22 Oktober 2020

Pengungsi Syiah Sampang Kembali ke Jalan Aswaja

Minggu lalu saya mampir ke Puspa Agro, Taman, Sidoarjo. Kali pertama sejak pandemi korona awal Maret 2020. Puluhan imigran asing masih sama saja. Main HP, ngobrol, ngopi, ada yang punya teman perempuan dsb.

Nasib orang Afganistan, Pakistan, Somalia, Iran dsb itu tidak jelas. Masih tunggu dikirim ke negara ketiga. Sebagian besar ingin menetap di Kanada. "Jangan di Australia lah," kata orang Afganistan yang kini jadi penjual kopi.

Bagaimana dengan pengungsi asal Sampang? 

Ini yang menarik. Sebanyak 350 orang Sampang mengungsi di Rusunawa Puspa Agro sejak 2012 dan 2013 lalu. Rumah-rumah mereka di desa dibakar. Harta benda mereka pun ludes.

 Gara-garanya SARA. Ratusan pengikut Tajul Muluk itu menganut paham Syiah. Mazhab yang berbeda dengan (hampir) semua umat Islam di Indonesia yang Aswaja.

Selama 9 tahun sudah banyak upaya untuk rekonsiliasi. Presiden SBY bentuk tim khusus untuk rekonsiliasi agar warga Sampang itu bisa balik ke kampung halamannya. Tapi hasilnya gagal.

Presiden SBY diganti Presiden Jokowi. Tidak ada upaya khusus untuk menyelesaikan persoalan pengungsi Syiah Sampang. Bisa jadi tim itu bekerja dalam senyap.

Nah, kini ada perkembangan menarik. Tajul Muluk, pemimpin pengungsi Syiah asal Madura, menyatakan telah bertobat. Meninggalkan Syiah dan kembali ke Aswaja. "Tidak ada paksaan," katanya.

Tajul yang pernah dipersekusi dan dipenjara itu mengatakan bahwa pihaknya telah mempelajari paham-paham dalam agama Islam. Akhirnya mereka telah mengambil keputusan, yakni berpindah ke Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah (Aswaja).

Pernyataan tertulis Tajul Muluk sudah dikirim ke ulama-ulama di Sampang dan Pemkab Sampang. Juga disebarkan secara luas di media sosial dan media massa.

Meski begitu, Tajul Muluk dan ratusan warga Sampang itu belum bisa pulang dalam waktu dekat. Sebab, para ulama di Madura menuntut ada baiat atau semacam ikrar kesetiaan.

"Kami siap dibaiat kapan saja," kata Tajul Muluk.

Perubahan sikap Ustad Tajul ini memang luar biasa. Sulit dibayangkan dia berubah sedrastis ini. Dulu, Anda sudah tahu, Tajul sama sekali tak gentar saat dipersekusi warga yang marah. Tajul juga berapi-api saat bicara di pengadilan.

Dulu, Tajul selalu siap melayani debat tentang masalah keislamanan, khususnya Syiah. Bisa berjam-jam tanpa titik temu.

Tapi rupanya waktu jualah yang telah mengubah sang guru komunitas pengungsi Sampang di Sidoarjo itu. "Allah sendiri yang menyentuh hatinya," kata seorang pengunjung warkop di Puspa Agro.

Rabu, 21 Oktober 2020

Tes Swab Jadi Momok Menakutkan

Uji usap atau swab tes sangat mahal. Sekali tes Rp 900 ribu. Itu kalau uji mandiri. Kalau swab masal nol rupiah alias gratis.

Anehnya, warga Surabaya, juga kota-kota lain di Indonesia, tidak mau tes swab gratis. Biarpun diiming-imingi suvenir, bubur kacang hijau dsb.

Karena itu, para pedagang di pasar-pasar tradisional semburat melarikan diri ketika melihat rombongan petugas kesehatan datang. Pasar-pasar tutup kalau informasi keburu bocor.

Belum lama ini ratusan pedagang dan pembeli di pasar pinggir kali Rungkut Menanggal, Surabaya, ramai-ramai kabur saat didatangi petugas kesehatan. Namun, jalan-jalan tikus atau gang kecil sudah dikunci.

Tes masal pun sukses. Ada tiga orang yang kena Covid-19. Langsung dibawa ke hotel untuk isolasi dua minggu. Sekarang sudah sembuh.

Covid-19 ini memang sangat berbeda dengan penyakit-penyakit lain. Orang tahu bahwa virus corona ini sangat fatal. Sudah banyak yang mati. Tapi, sebaliknya, virus ini akan hilang sendiri kalau imunitas tubuh bagus.

"Orang itu kalau sudah saatnya mati ya mati. Kita tidak perlu takut sama covid," kata seorang ibu di pasar lawas Rungkut Menanggal itu.

Wali Kota Risma rupanya gregetan dengan begitu banyak warga yang mengabaikan protokol kesehatan. Bolak-balik razia tidak mempan juga. Dihukum push-up, hafal Pancasila, nyanyi Indonesia Raya, hingga memberi makan orang gila pun tak mempan.

Karena itu, Risma membentuk tim Swab Hunter. Petugas mengamankan para pelanggar prokes untuk diswab. Tidak perlu hukuman sosial yang tidak bikin jera itu. Swab tes malah jadi momok yang menakutkan.

Hasilnya memang josss. Pelanggaran prokes makin berkurang akhir-akhir ini. Surabaya pun tak lagi masuk zona merah. Angka pasien terus menurun, kata Risma.

Mengapa warga Jatim sangat takut swab test?

Alasannya ekonomi. Bukan kesehatan. Kalau diswab dan terkonfirmasi, maka diisolasi 14 hari. Dan bisa diperpanjang.

 "Siapa yang cari uang untuk keluarga? Apa negara mau kasih makan dan menjamin semua kebutuhan keluarga selama diisolasi?" tanya mbak pemilik warkop yang hasil tes rapidnya negatif.

Negara Indonesia yang masih miskin sudah pasti tidak akan mampu menjamin semua kebutuhan keluarga pasien Covid-19. Karena itu, kebijakan lockdown atau karantina wilayah tidak bisa dilakukan di Indonesia.

Karena itu pula, pandemi korona ini sulit dihentikan di sini.

Masih Ada Carok di Surabaya

Setahun ada ada beberapa kasus carok di Surabaya. Pelakunya, Anda tahu, orang Madura di Surabaya. Atau orang ber-KTP Surabaya tapi orang tua atau moyangnya asal Madura.

Minggu lalu Mat Nadim, 55, membacok tetangganya di Jalan Wonosari Wetan II-E, Surabaya. Achmad Suhandi, 51, meregang nyawa setelah dicarok pakai celurit tiga kali.

Mat Nadim sempat kabur ke Sampang, kampung halamannya. Tapi tak lama kemudian dicokok polisi.

"Saya puas.. puas banget. Sebab dia suka ganggu istri saya. Sudah sering saya tegur tapi diulang lagi," kata Mat Nadim kepada wartawan di kantor polisi.

Carok sudah jadi budaya. Ada kajian di buku-buku sejarah.

Ada juga film yang terkenal tahun 1980-an tentang carok. Saya sempat
lihat cuplikannya di TVRI era hitam putih. Tapi belum pernah lihat
filmnya secara utuh.

Kalau ada di YouTube saya mau nonton film Carok ini. Agar bisa lebih
paham budaya dan psikologi pelaku carok. Tentang kehormatan membela
harga diri rumah tangga dsb.

Dulu di Universitas Jember ada semacam pusat studi tentang Madura.
Pakarnya Pak Latif Wiyata. Sudah bikin banyak kajian akademis,
seminar, menulis artikel, buku-buku dsb.

Kabupaten Jember itu sekitar 80 persen berbahasa dan berbudaya Madura.
Tapi dulu saya jarang dengar ada kasus carok. Mungkin karena budaya
Madura di Jember sudah mengalami jawanisasi sejak era Hindia Belanda.
Ketika orang-orang Madura didatangkan untuk menggarap perkebunan
tembakau, kakao, kopi, cokelat dsb.

Selain Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan yang
disebut wilayah Tapal Kuda, komunitas Madura pun sangat banyak di
Surabaya. Kalau belajar bahasa Madura tidak perlu jauh-jauh ke
Bangkalan atau Sumenep. Cukup mampir ke Surabaya Utara.

Sering ngopi di kawasan utara dekat Suramadu lama-lama bahasa Madura
kita jadi lancar. Paling tidak bahasa sehari-hari.

Lantas, mengapa budaya carok masih ada di era milenium ini? Pusat
kajian Madura di Jember bisa melakukan penelitian lanjutan.

"Jangankan orang Madura, siapa pun akan marah kalau istrinya diganggu
laki-laki lain. Apalagi dipergoki sendiri," kata Cak Wanto, orang
Sidoarjo.

Yang pasti, Mat Nadim bakal lama tinggal di penjara. Bisa 14 tahun
atau seumur hidup. Tapi Mat Nadim memberi pelajaran kepada siapa pun:

"Jangan sekali-kali mengganggu istri orang!"

Masalahnya, Nyonya Nadim, kok mau aja diganggu sama tetangganya yang
sudah tewas itu.

Belajar Ilmu Covid ke Negeri Tiongkok

Orang Indonesia sering mengutip ungkapan: "belajarlah walaupun sampai ke negeri China".

Belajar apa?

Apa saja. Perdagangan, bisnis, obat-obatan tradisional, membangun gedung-gedung bertingkat, mengatasi kemiskinan yang parah, teknologi, dsb. 

"Asal jangan belajar politik partai tunggal dan komunisme," pesan Orde Baru. "Jangan belajar ateisme di sana karena kita bangsa yang religius."

Di saat pandemi ini, pesan untuk belajar di China alias Tiongkok makin relevan. Virus korona, kita tahu, berawal dari Wuhan di kawasan utara Tiongkok. Mulai diketahui pada akhir Desember 2019.

Otoritas Tiongkok awalnya panik juga. Tapi kemudian melakukan karantina wilayah yang ketat. Lockdown. Sangat berbeda dengan PSBB di sini yang aslinya tidak terlalu ketat.

Orang Indonesia waktu ramai-ramai mengecam Tiongkok yang melakukan lockdown. Teriak-teriak di media sosial dan media massa agar mahasiswa atau WNI di Wuhan dipulangkan.

 Akhirnya pemerintah Indonesia kirim Batik Air ke Wuhan. Warga Indonesia dibawa ke Pulau Natuna untuk isolasi dua pekan. Tiongkok bekerja makin keras untuk menghentikan wabah korona yang belum ada obatnya itu.

Kecaman terhadap Tiongkok mereda setelah Indonesia mulai kemasukan Covid-19 pada awal Maret 2020. Dalam waktu singkat persebarannya meluas ke mana-mana. Sementara di Tiongkok pandemi terbesar sejagat itu makin terkendali.

Rabu 21 Oktober 2020. Pandemi korono di Indonesia masih parah. Kasus baru 3.602. Kematian baru 117. Total kasus 368.842.

Bagaimana dengan Tiongkok? Cuma ada 258 kasus aktif. Hanya dua pasien kategori berat. Yang lain cuma gejala ringan.

Statistik Indonesia sudah jauh melampaui Tiongkok. Kasus korona di Indonesia 368.842, sementara Tiongkok stabil di angka 85 ribuan. Pagi ini 85.704. Kasus covid di Indonesia lima kali ganda Tiongkok.

Tumben... Indonesia yang biasanya suka berkiblat ke Amerika Serikat tidak bisa lagi belajar soal penanganan covid ke sana. USA punya 57.640 kasus baru. Angkanya benar-benar super jumbo.

Presiden Donald Trump juga tidak bisa dijadikan rujukan untuk penanganan covid. Bukannya bekerja sama dengan otoritas kesehatan, Trump malah terkesan antisains.

Trump paling tidak suka pakai masker. Sebab dia memang tidak percaya ada penyakit baru yang namanya Covid-19. Sementara angka pasien mati akibat virus korona baru terus saja bertambah.

Meskipun sudah terkena covid, sempat diisolasi, Trump terkesan masih belum percaya 100 persen. Masih anggap enteng. Janganlah korona mendominasi hidupmu, begitu kira-kira kicauannya di Twitter.

Kita lihat saja pemilihan presiden di USA beberapa hari lagi. Rupanya pandemi korona jadi bahan utama kampanye di sana.

Selasa, 20 Oktober 2020

IMB Gereja Gratis di Surabaya


Kalau bisa dipersulit, mengapa dipermudah? Begitulah mantera oknum-oknum pejabat di republik ini. Dengan mempersulit pengusaha, si oknum itu bisa jadi kaya mendadak.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebaliknya. Kalau bisa dipermudah, mengapa dipersulit? Kalau bisa selesai seminggu, mengapa harus dua bulan, enam bulan, satu tahun?

Risma tidak sekadar bicara, retorika, tapi melakukannya. Wali kota dua periode itu memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) gratis untuk tempat-tempat ibadah di Surabaya. Semua tempat ibadah. Tidak hanya masjid atau musala.

Pekan lalu, Wali Kota Risma memberikan IMB kepada 5 masjid dan 3 gereja. Salah satunya Gereja Bethany, gereja aliran teologi sukses yang paling luwes buka cabang di ruko, hotel, ballroom, restoran dsb.

"Mengapa saya kasih IMB kepada rumah ibadah? Karena saya ingin sesama warga Surabaya bisa hidup berdampingan dengan rukun dan harmonis. Kalau masyarakat tidak rukun, maka kota ini tidak tenang. Orang tidak bisa mencari makan," kata Risma.

Salut untuk Wali Kota Risma!

Selama puluhan tahun IMB tempat ibadah nonmuslim kerap jadi masalah. Semua persyaratan sudah lengkap tapi IMB tidak keluar. Kasusnya berlarut sampai bertahun-tahun seperti beberapa gereja di Jakarta, Bekasi, atau Bogor.

Kita sampai bosan menyaksikan liputan di televisi jemaat HKBP di Jakarta kebaktian di jalan raya. Bolak-balik unjuk rasa tanpa hasil. Gugatan di pengadilan pun tak jelas hasilnya.

Sabtu, 17 Oktober 2020

Ling Tien Kung Buka Sasana Ke-103

Guru besar Ling Tien Kung, Fu Long Swie alias Awiek Wijaya, sudah berpulang setahun lalu. Tepatnya pada 8 Januari 2019 dalam usia 84 tahun.

 Fu Laoshi meninggalkan warisan berharga berupa Ling Tien Kung, olah gerak tubuh untuk terapi kesehatan. Fu tidak mau LTK disebut senam. "Saudara keliru kalau menulis Ling Tien Kung itu senam," ujar atlet lompat jauh yang meraih medali emas untuk Jatim di PON V 1961 di Bandung itu.

Dulu, saya memang dekat dengan sang suhu LTK. Bahkan cukup rajin mengikuti 'senam' terapi empet-empet anus, jongkok kocok-kocok, yang kelihatan sederhana tapi sangat melelahkan.

 Latihannya tiga kali seminggu di Lapangan Barata, Jalan Raya Ngagel, Surabaya. Kebetulan dekat dengan trmpat tinggalku di Ngagel Jaya Selatan dulu. Saya jadi saksi betapa disiplinnya Laoshi yang mantan guru di Sin Chung itu.

Siapa pun kena tegur kalau terlambat. Tak peduli pengusaha besar, bankir, aparatur negara, wartawan, ustad, pendeta dsb. Semuanya sama-sama murid kalau sudah latihan langsung bersama Fu Long Swie, guru besar sekaligus penemu Ling Tien Kung.

"Anda harus sudah hadir di sini 10 menit sebelum mulai," katanya. 

Lalu Fu bicara panjang lebar tentang filosofi LTK. Termasuk gerakan-gerakannya yang harus benar agar peserta dapat manfaat kesehatan. Kalau gerakannya kurang tepat, ngawur, akan sia-sia meskipun setiap hari senam empet-empet.

Beda banget 'senam' langsung dipimpin Fu Laoshi dengan instruktur-instruktur lain. Meskipun kemampuan para instruktur itu sangat bagus. Sebab hanya Fu yang mampu menjelaskan panjang lebar tujuan setiap gerakan LTK.

 Instruktur-instruktur lain pun tidak punya kemampuan untuk memarahi peserta yang tidak disiplin. Sie Ie Ai alias Ellia  Bestari, istri Fu Long Swie, pun tidak bisa galak seperti suaminya itu.

Setelah tidak lagi di Ngagel, saya tidak pernah lagi ikut LTK. Beberapa kali ikut latihan di Sidoarjo tapi rasanya beda banget dengan di Ngagel, markas besar LTK. 

Saya malah beralih ke olahraga sepeda pancal. Olahraga sendirian. Tidak perlu ramai-ramai di lapangan besar. Tidak ada guru yang marah-marah. Tidak ada peserta yang suka terlambat. Tak ada lagi suara Fu Long Swie yang selalu khotbah sebelum latihan dimulai.

Suatu ketika saya lewat di Barata Ngagel. Latihan LTK sedang berlangsung. Saya cuma melihat dari luar pagar karena tidak baik bergabung kalau terlambat. Meskipun Fu Laoshi sudah tiada, prinsip itu tentu masih berlaku.

Peserta latihan terapi ini tidak sebanyak dulu. Maklum sedang pandemi Covid-19. Ada pembatasan sosial, jaga jarak, menghindari kerumunan, dan sebagai. Saya jadi terkenang Bapak Laoshi Fu Long Swie yang tegas, disiplin, dan unik itu.

Bagaimana LTK setelah Laoshi tidak ada lagi?

 "LTK akan jalan terus secara alami karena cabang sudah ada di mana-mana. Orang perlu cas aki untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakitnya," kata Fu Long Swie kepada saya suatu ketika.

Ratusan instruktur sudah ia persiapkan. Selalu ada pelatihan berkala untuk instruktur-instruktur itu. Mulai peringkat pemula, menengah, hingga mahir. Apalagi saat ini ratusan video LTK bisa diakses di YouTube dan media sosial.

Minggu lalu, Oktober 2020, saya baca di koran LTK membuka sasana ke-103 di Regency 21, Sukolilo, Surabaya. Peresmian dihadiri Pangdam V Brawijaya Mayjen Widodo Iryansyah. Sejumlah pengusaha top juga jadi anggota LTK. Salah satunya Teguh Kinarto, pengusaha properti papan atas.

Mudah-mudahan warisan mendiang Fu Long Swie ini bisa dirawat dan dilestarikan. Bukan warisan harta atau uang, yang sering jadi bancakan dan sumber sengketa ahli waris, tapi senam terapi untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Lamat-lamat saya teringat teriakan khas Fu Long Swie di akhir latihan:

"Ling Tien Kung!!!"
"Jayaaaa!!!"

Jumat, 09 Oktober 2020

Obong-Obong Omnibus Law

Indonesia memang sulit maju dengan lekas seperti Tiongkok atau Vietnam. Itu karena terlalu ribetnya aturan, undang-undang, perda, dan sebagai. Investor atau penanam modal selalu wait and see. Tak ada kepastian.

Sudah lama pengusaha-pengusaha di tanah air mengeluh. Khususnya pengusaha-pengusaha besar yang punya jaringan dan pengalaman internasional.

"Di Tiongkok kita diperlakukan seperti raja," kata seorang pengusaha top dalam sebuah seminar di Sidoarjo tahun 2004 - kalau tidak salah.

Di sini bagaimana? "Kalian sudah tahu semua lah. Ada uang debu, kebisingan, unjuk rasa buruh dsb," katanya.

Investor asing sangat dimanjakan di Tiongkok. Pemerintahnya yang komuni menyediakan apa saja yang dibutuhkan investor. Sangat efisien. Maka pengusaha marga Go ini sudah lama buka pabrik di Tiongkok. Dan maju pesat, katanya.

Jokowi selaku presiden berlatar belakang pengusaha niscaya sangat paham masalah-masalah seputar investasi, penciptaan lapangan kerja, perizinan dari pusat hingga daerah. Termasuk praktik-praktik suap, pelicin, komisi dsb yang membuat ekonomi biaya tinggi.

Karena itu, dalam pidato pelantikan sebagai Presiden RI periode kedua, Jokowi sangat fokus akan memangkas puluhan atau ratusan atau ribuan aturan yang menghambat investasi. Omnibus Law. Undang-undang yang menghilangkan tumpang tindih berbagai persoalan investasi.

Obsesi besar Jokowi ini pun mulus di parlemen. UU Cipta Kerja bisa selesai dengan sangat cepat. Inilah UU paling rumit dalam sejarah Indonesia. Tapi pembuatannya jauh lebih kilat ketimbang UU yang sederhana.

Sayang, ambisi besar Jokowi membuat loncatan jauh ke depan tidak mudah dipahami banyak orang. Khususnya kalangan pekerja alias buruh. Informasi yang diterima sepotong-sepotong di media sosial. Itu pun tidak akurat. Provokatif dan penuh gorengan khas tukang obong-obong.

Maka terjadilah unjuk rasa yang TSM: terstruktur, sistematis, masif di seluruh Indonesia. Massa telanjur panas karena sudah diobong-obong secara sistematis di media sosial. Saya pun tidak yakin korlap demo sudah baca semua pasal dalam UU Cipta Karya yang sangat panjang itu.

Yang pasti, UU Cipta Karya, Omnibus Law, Sapu Jagat, atau apa pun namanya sangat diperlukan di Indonesia. Kita sudah tertinggal jauuuh dari Tiongkok. Vietnam yang dulu sibuk perang saudara, sangat miskin ketimbang Indonesia, kini sudah meninggalkan Indonesia.

Timnas sepak bola Vietnam pun lebih bagus ketimbang timnas Indonesia. Vietnam yang dapat medali emas di SEA Games.