Masih banyak orang Indonesia yang memandang remeh Tiongkok. Itu memang hasil indoktrinasi sejak orde baru akhir 60an. Tiongkok disebut negara tirai bambu, komunis, tertutup, sangat miskin.
"Lihatlah pakaian orang Tiongkok itu. Seragam semua. Ke mana-mana naik sepeda pancal atau jalan kaki. Kurang makan dan kurang gizi," begitu antara lain pelajaran bapak guru di Indonesia tahun 80an.
Indonesia sendiri saat itu juga belum maju. Tapi dianggap sudah jauh lebih maju ketimbang Tiongkok yang komunis itu. Pesan moralnya:
"Kalau mau maju jangan jadi negara komunis. Hancurkan paham komunisme sampai ke akar-akarnya. Ikut santiaji atau penataran P4. Indonesia akan lepas landas, jadi adil dan makmur."
Begitu kira-kira sedikit materi pelajaran PMP, PSPB, dan P4 yang masih saya ingat. Betapa bahayanya Tiongkok itu. Filsafat dan ideologi komunisnya bikin negara mundur.
Tidak sampai tiga dasawarsa Tiongkok bikin kaget dunia. Kemajuannya luar biasa pesat. Dibandingkan dengan suasana di foto hitam putih itu. Negara yang masih komunis, satu partai, tapi kok bisa melesat jauh melebihi Indonesia? Kapan Indonesia adil dan makmur?
Pagi ini saya baca catatan Dahlan Iskan. Mantan menteri BUMN, wartawan senior, yang bolak-balik pigi ke Zhongguo untuk urusan kesehatan, bisnis, rekreasi, studi banding dsb. Dahlan Iskan juga pernah menulis buku Pelajaran dari Tiongkok. Saat itu Mr Yu (sapaan Dahlan Iskan di Tiongkok, Yu Shigan) masih jadi laoban di Grup Jawa Pos.
Pagi ini Mr Yu menulis tentang pentingnya membereskan sistem administrasi kependudukan di Indonesia. Tiongkok yang penduduknya miliaran bisa jadi rujukan. Mengapa Tiongkok bisa, Indonesia tidak (belum) bisa?
Mister Yu menulis:
"Saya tidak kagum pada administrasi kependudukan di Singapura. Negara itu begitu kecil. Pendudukan hanya 3 juta. Pendidikannya tinggi.
Tiongkok-lah yang benar-benar membuat saya kagum: bagaimana bisa mengadministrasikan 1,3 miliar penduduk dengan modern. Yang wilayahnya juga rumit. Yang dulunya juga sangat miskin.
Saya sudah ke desa-desa di pojok tenggara, pojok barat daya, barat lautnya. Administrasi kependudukannya sangat modern."
Hemmm.... Mungkin banyak orang Indonesia yang belum pernah membaca tulisan-tulisan Bos Dahlan tentang Tiongkok. Bisa juga tidak tahu perkembangan ekonomi Tiongkok dalam 10 atau 20 tahun terakhir.
Karena itu, komentar-komentar sebagian besar orang Indonesia di media sosial tentang Tiongkok atau Tionghoa masih melulu soal Aseng, Aseng, dan Aseng. Mereka lupa tanpa mendiang Aseng dunia tinju profesional di Indonesia sedang sekarat.
Aseng Sugiarto yang satu ini promotor tinju Arek Suroboyo. Bukan temannya Mr Li, Mr Deng, atau Mr Xi dari Tiongkok.