Senin, 27 Februari 2023

KB makin redup di NTT - Tuhan Allah pao ana

Keluarga berencana (KB) kini tinggal slogan di berbagai perkampungan. Kalau melintas di kawasan Krian, Prambon, Mojosari, Trawas dst masih banyak slogan-slogan warisan Orde Baru. Ada gambar ibu, bapa, dan dua anak.

Dua anak cukup!

Slogan KB era Pak Harto itu sudah banyak dilupakan. Termasuk pejabat-pejabat di daerah. Sebab para pejabat ini umumnya punya anak lebih dari dua. Bahkan bisa lebih dari lima. Istri pejabat pun sering lebih dari satu.

Karena itu, sulit bagi pejabat-pejabat era reformasi bicara tentang "dua anak cukup", NKKBS, dsb.

Di NTT, khususnya Flores dan Lembata, pun makin jarang orang bicara KB. Gereja pun tidak segencar era 80-an dan 90-an jadi motivator KB bersama BKKBN.

Dulu Gereja Katolik di NTT bahkan punya pastor khusus yang fokus mengurus KB. Salah satunya Pater Paul Klein SVD orang Jerman. Pater ini keliling Flores, Lembata, Adonara, Solor, Timor, dan pulau-pulau lain untuk kampanye KBA: KB alamiah. 

Pater Klein bikin banyak buku tentang pentingnya KB di NTT: Nusa Tenggara Timur alias Nasib Tidak Tentu! Saking fokusnya ngurus KB, Pater Klein jadi mitra setia Gubernur Dr Ben Mboi dan istrinya Dr Nafsiah Mboy. Ibu Nafsiah sempat jadi menteri kesehatan kabinet Presiden SBY.

Selepas reformasi propaganda KB makin melemah di NTT. Juga di Indonesia umumnya. Pater Paul Klein kemudian pindah ke Jawa. Bikin Wisma Keluarga SVD di Ledug, Prigen,  Pasuruan. Dekat kawasan wisata Tretes yang terkenal itu.

 "Saya masih konsen soal keluarga sejak dulu. Tapi dalam aspek yang luas. Bukan hanya KBA," kata Pater Klein kepada saya.

Wisma warisan Pater Klein ini sekarang sangat terkenal di kalangan umat Katolik di Jawa Timur. Khususnya anggota Paguyuban Tulang Rusuk. Juga jemaat paroki-paroki yang digembala pater-pater kongregasi SVD macam Roh Kudus Rungkut, Yohanes Pemandi Wonokromo, Salib Suci Waru, atau Ksatrian Malang.

Pagi ini saya baca berita singkat dari NY Times. Tiongkok mengubah kebijakan satu anak yang dimulai sejak 1960-an. 

Koran itu menulis:

"After decades of restricting the number of children its citizens can have, China is desperate for a baby boom.

Families all over the country are now allowed to have three children, up from just one a few years ago, and one province is allowing women to have as many children as they choose, even if they are unmarried.

Some cities are encouraging and subsidizing sperm donation, and some are giving cash payments to new parents. There are plans to expand national insurance coverage for fertility treatments like I.V.F."

Tentu pemerintahan Tuan Xi sudah melakukan analisis, evaluasi, dan kajian mendalam soal one-child policy ini. Selain mampu menekan ledakan penduduk, kebijakan satu anak juga mendatangkan mudarat.

Akankah anak-anak muda Tiongkok  yang bakal menikah punya tiga atau empat anak? Belum tentu.

Hasil survei tahun lalu: dua pertiga atau 66 persen responden di Tiongkok malah tidak mau punya anak. Sebab, biaya pemeliharaan, sekolah, kuliah dsb dianggap kelewat mahal. Tidak lagi terjangkau orang biasa. Kecuali elite-elite politik atau pengusaha kaya.

Pola pikir atau mindset orang Tiongkok ini rupanya beda dengan orang-orang kampung di pelosok NTT. Pasutri muda belum apa-apa sudah punya tiga atau empat anak. Padahal suami (dan istri) tidak punya penghasilan tetap.

 "Tuhan Allah nong Lewotanah pao ana titen," kata orang kampung.

("Tuhan Allah dan nenek moyang akan memelihara anak-anak kita.")

Bagaimana dengan biaya sekolah nanti? Sampai lulus SMA atau kuliah? Tuhan Allah pao juga?

"Tite pe dore ata Sina hala."

(Kita tidak ikut adat orang Tionghoa atau Tiongkok. Kita punya adat sendiri.)

Makin berat tugas pemda dan gereja-gereja di NTT untuk sosialisasi atau edukasi KB. Apalagi pastor-pastor misionaris macam Pater Paul Klein SVD, Pater Van der Leur SVD, Pater Geurtz SVD sudah istirahat dalam damai (RIP) semua. Tinggallah rama-rama praja yang sama-sama asli orang Flobamora alias NTT.

Dan, biasanya kita orang lebih manut omongan "tuan-tuan buraken" alias pater-pater putih ketimbang "tuan-tuan ana titen" (pastor-pastor pribumi). 

Kejadian 1 : 28
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

4 komentar:

  1. Katanya orang2 pinter di Eropa, cara ter-joozz untuk mengurangi angka kelahiran di sebuah negara, adalah meningkatkan pendidikan dan pengetahuan kaum wanitanya. Konon wanita yang berpendidikan tinggi tidak suka punya anak banyak.
    Sebaliknya kata para ustadz-imigran di Eropa, biarlah mereka pintar2, lebih pintar lebih baik, alhasil lama kelamaan jumlah mereka akan berkurang dan punah. Kita yang bodoh2, beranak pianak lah sebanyaknya. Bersabarlah, kita punya banyak waktu, suatu waktu benua Eropa otomatis jadi milik kita. Takbir !
    Aku orang bodoh ingin tahu; Apa nama asli pulau Flores sebelum orang Portugis kasih itu nama ?
    Formosa punya nama asli Taiwan, Borneo adalah Kalimantan, dll. What's your name, Flores ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siansen punya pendapat bagus meski rada guyon. Makin tinggi makan sekolah atawa kuliah, makin tinggi karir maka wanita2 tidak punya banyak waktu untuk ngurus anak. Belum lagi pertimbangan macem2 yg bikin wanita karir tunda kawin.

      Beda dengan wanita2 desa yg dulu biasa kawin di bawah usia 14 tahun. Dia orang tidak punya fikiran macem2 soal uang sekolah anak dsb.

      Banyak anak banyak rejeki katanya orang tempo doeloe.

      Hapus
  2. Nama asli Pulau Flores belum jelas dan banyak versi. Kitorang punya nenek moyang buta huruf sehingga tidak punya catatan. Tapi ada yg bilang Nusa Nipa nama asalnya.

    Pelaut2 Portugis kemudian lewat di Tanjung Bunga ujung timur Pulau Flores dekat Larantuka itu. Porto2 ini sebut nama pulau itu Capo da Flores: tanjung bunga. Lama2 ya dinamakan Pulau Flores oleh orang Eropa kemudian orang lokal Nusantara.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamsia untuk penjelasan nya. Nusa Nipa adalah sebuah nama yang indah, sangat bernuansa Nusantara.
      Apakah buah nipa bisa diolah menjadi kolang-kaling ?
      Manusia awal mulanya semua buta huruf, yang penting adalah cerita turun menurun secara lisan. Pokoke Flores dan Nusa Nipa adalah identik.

      Hapus