Aku cukup sering mampir ke kawasan wisata religi Sunan Ampel, Surabaya. Mungkin lebih sering ketimbang kawan-kawan yang beragama Islam. Ada kawan muslim yang bahkan tidak pernah mampir ke makam Sunan Ampel atau Masjid Ampel meski kantornya tidak jauh dari Ampel.
Orang bukan muslim yang paling sering ke Ampel mungkin saya. Awalnya karena tugas, lama-lama tergerak sendiri. Beli kurma, lihat orang sembahyang, tirakatan, hingga membeli gorengan khas Ampel.
Saking seringnya ke Ampel, aku sering diberi tasbih oleh peziarah dari luar kota. Biasanya tasbih yang 33 biji. Tasbeh yang penuh 99 butir. Ada tasbih dari batu, kayu biasa, hingga kayu cendana yang mahal. Paling murah Rp 5.000. Paling mahal ratusan ribu.
Karena bukan muslim, tasbeh itu aku gunakan untuk Sembahyang Tasbeh ala Katolik. Atau biasa disebut doa rosario. Kalau rosario doanya selang-seling Pater Noster atau Bapa Kami + 10 kali Ave Maria atau Salam Maria. Karena pakai tasbih muslim, maka aku tambah sendiri jadi 11 kali Salam Maria.
Cukup tiga peristiwa saja. Persis orang-orang di pelosok Pulau Flores dan Pulau Lembata yang lebih sering doa rosario 3 peristiwa. Jarang sekali yang 5 peristiwa penuh. Kecuali para pastor dan suster di biara-biara.
Katoliknya orang di pedalaman NTT macam kampungku memang agak abangan. Hampir tidak ada yang skripturalis alias Sola Scriptura macam orang-orang Kristen aliran evangelis yang sangat banyak di Pulau Jawa. Aliran ini sedikit-sedikit pekik Haleluya dan Shalom!!!
Karena sudah paham lika-liku pembuatan tasbih di Ampel, minggu lalu aku memesan tasbih spesial. "Maksudnya?" tanya perajin tasbih berlogat Madoera.
"Bikin tasbih yang jumlahnya 50 butir. Dan setiap 10 butir dikasih pembatas. Bisa?"
"Gampang, Mas! Wong aku tiap hari biasa bikin tasbih, gelang, kalung dsb."
Lagu pop lawas Angel Pfaff terdengar jelas dari lapak sebelah. Rupanya ada juga pedagang suvenir di Ampel yang senang lagu-lagu pop lawas melankolis macam orang-orang NTT. Di kawasan Ampel ini ternyata tak hanya musik gambus, kasidah, dangdut OM Awara, tapi ada juga pop cengeng - istilah Menpen Harmoko.
Aku mampir ke warung untuk ngopi 10 menitan. Sambil menunggu perajin membuat tasbih pesananku.
Akhirnya selesai. Jadilah tasbih rosario tapi tidak kelihatan seperti rosario katolik biasa. Juga tidak sama dengan tasbihnya orang muslim.
Semoga semua makhluk berbahagia!
Wah ini peluang bisnis. Sampeyan bisa jualan di Instagram tasbih Katolik a la Arab; ada yang 3 peristiwa, ada yg 5 peristiwa.
BalasHapusGak iso ngono, Cak! Katolik itu sifatnya tradisional dan agak konservatif. Kita orang tidak bisa modifikasi butir2 rosario atau tasbih karena melanggar tradisi. Rosario ya harus 50 butir Salam Maria, diselingi 5 butir Bapa Kami, salib, 3 butir di atas dsb.
BalasHapusSegala sesuatu di Katolik itu harus pakai Imprimatur dari magisterium. Beda dengan gereja2 protestan, pentakosta, karismatik dsb yang tidak perlu Imprimatur - karena tidak ada hierarki uskup dsb.
Bisa geger kalau kita orang sebarluaskan tasbih rosario cuma 3 peristiwa dengan 11 butir Salam Maria 😄😄.
Kita orang pakai tasbih modifikasi sebagai alat hitung saja agar lebih mudah doa rosario. Bahkan, kawan2 katolik di sekolah dan kampus dulu biasanya hitung Salam Maria pakai jari tangan.
Lho Rika kok tahu, saya dulu sembahyang rosario ngitungnya pakai jeriji. Selama 3x365 hari saya dulu harus tiap malam ikut sembahyang rosario di asrama. Itupun belum cukup deritanya, masih harus ditambah Sembahyang Jalan Salib pada Minggu Suci (Karwoche). Tidak ada bantal untuk sikut dan dengkul, sampai kapalen kabeh.
HapusDulu dirasakan sebagai derita, hukuman, padahal sebenarnya kala itulah masa yang indah. Badan masih fit dan sehat, gigi masih pepek, mata tidak perlu kacamata.
Kala itu tiap pagi masih bisa merindukan Pak Post yang berseragam coklat PNS, berharap mendapat surat bersampul biru, alias warkatpos dari wanita harapan.
dui dui... anak asrama memang wajib sembahyang pagi, sembahyang malam, sembahyang malam, vesper.. rosario, mau tidur nyanyi Salve Regina, minta perlindungan Bunda Maria.
HapusTasbih atau kontas atau rosario itu dulu tidak semua orang punya. Makanya lebih banyak orang yg hitung Salam Maria pakai jari. Biar gak keliru kalau pas dapat gilirannya.
Kita orang di kota ini kalung rosario banyaaak... tapi semangat sembahyang tidak seperti orang2 kampung di pelosok NTT yg pakai jeriji itu.
Salve!
Segala sesuatu di Katolik itu harus pakai Imprimatur dari Magisterium. Lacurnya zaman sekarang, nurut pada aturan dan hormat kepada junjungan, justru dihujat sebagai sifat budak yang tunduk kepada autokrasi dan diktatur.
HapusZaman sekarang semuanya serba freedom dan human rights.
Sebenarnya Luther dulunya adalah seorang biarawan katholik yang sangat cerdas dan sangat religius. Masalahnya cuma satu, yaitu ada pada dirinya yang ngacengan terus.
Dia sembahyang terus2-an, dia siksa dirinya sendiri, dia pergi beichten, ngaku dosa kepada uskup. Uskup cuma bisa bilang, Lu sedang ada percobaan, digoda iblis, sembahyang lah lebih tekun ! Sudah sembahyang jungkir balik Pak, tapi tak ada hasilnya, si-Otong ngaceng terus.
Karena terus-terusan merasa berdosa pada Tuhan nya, maka Luther mengambil keputusan sendiri; Biarlah aku seorang berdosa, tetapi aku tidak mau jadi orang munafik menghianati Tuhan ku. Sola fide, Sola gratia.
Yo wis, kebetulan suster Katharina juga mauan, yo tumbu ketemu tutup.
Mana yang benar dan mana yang salah, sakarepe kono, pokoke aku Thomas netral saja.