Jumat, 03 Februari 2023

Arus Balik Misionaris SVD ke Eropa dan Amerika

Tiga imam baru ditahbiskan di Gereja Roh Kudus, Purimas, Rungkut, Surabaya. Ketiganya ordo Societas Verbi Divina (SVD) atau Serikat Sabda Allah.

 Inilah kali pertama tahbisan imam diadakan di gereja paroki. Biasanya dipusatkan di Gereja Katedral Surabaya. Imam-imam praja ditahbiskan bareng dengan imam-imam kongregasi macam SVD.

Tuaian banyak tapi pekerjanya sedikit. Kebun anggur Tuhan begitu luas. Di seluruh dunia. Karena itu, pater-pater baru tidak akan pernah kesulitan cari job. Beda dengan sarjana-sarjana yang harus melamar di sana-sini. 

Pater Siprianus Jegaut SVD asal Rejeng, Manggarai, Flores, ditugaskan di SVD Provinsi Jawa. Pater Joan Nami Pangondian Siagian SVD asal Bandar Purba, Aceh Tenggara, Keuskupan Agung Medan, bermisi di Polandia. Kemudian Pater Kondradus Tampani SVD asal Oekam Keuskupan Agung Kupang, NTT,  penempatan di  Bolivia.

Luar biasa!

Pater-pater SVD asal Indonesia langsung bertugas jauh di negara lain. Ada yang di Amerika Latin, Eropa, Afrika, hingga Tiongkok (tepatnya Taiwan). Negara Tiongkok masih belum ramah dengan misionaris Katolik.

Pater Siagian yang ditugaskan di Polandia sangat menarik. Meski berdarah Batak, sejak kecil dia lahir dan besar di Aceh Tenggara. Provinsi yang dikenal sangat fanatik beragama. Toh, ada saja yang mampu mendengar suara Tuhan memanggil.

Kalau pastor-pastor asal Flores, atau NTT umumnya, sih sudah lazim. Bahkan saat ini pimpinan tertinggi alias superior general SVD di Vatikan adalah orang Flores Timur. Pater Leo Budi Kleden SVD asal Waibalun, kampung di dekat Larantuka.

Misi Pater Siagian di Polandia sangat menarik. Inilah arus balik misionaris SVD dari Indonesia, negara mayoritas muslim, ke Polandia. Kita tahu rombongan misionaris asal Polandia dikirim ke Indonesia tahun 1964. Mereka kemudian jadi pastor-pastor yang sangat hebat.

Ayas jadi ingat Pater Josef Glinka SVD. Mendiang pater asal Polandia itu cukup lama bermisi di Flores sebelum ditarik ke Surabaya. Pater Glinka jadi profesor antropologi Universitas Airlangga.

Ada lagi Pater Stanislauw Pikor SVD, kawan Pater Glinka di Surabaya. Pater Pikor ini juga hebat. Khususnya menangani manajemen dan aset-aset SVD di tanah air. Pater Pikor juga sudah pulang ke rumah Bapa.

Kedatangan rombongan misionaris SVD (dan kongregasi lain) ke Nusantara tampaknya tak akan lagi terjadi. Alih-alih jadi misionaris, orang Eropa dan USA makin lama makin jauh dari gereja. Sulit mengharapkan panggilan subur untuk kebun anggur Tuhan.

Pater Siagian SVD  tentu tak akan kesulitan bertugas di Polandia. Sebab bahasa Inggris dikuasai dengan baik rakyat Polandia. Beda dengan Pater Glinka dkk dulu yang awalnya sangat kesulitan karena orang-orang kampung di NTT tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Bahasa Indonesia pun tidak lancar. 

Pater Tampani SVD yang bertugas di Bolivia pun tak akan sesulit pater-pater misionaris awal di Nusantara tempo doeloe. Apalagi Pater Siagian dkk ini bermisi di negara-negara yang sudah Katolik. Atau paling tidak Katoliknya pernah sangat dominan.

Selamat untuk tiga pater baru! 

18 komentar:

  1. Para pastor katolik asal NTT sangat banyak dan sangat disenangi oleh warga katholik Eropa. sebab mereka ramah, murah senyum, tidak suka berdebat, atau memang kita dididik bukan untuk berdebat, lain halnya orang macam Yohanes ABa, sok keminter.
    Maaf Bung Hurek, ijinkan saya berpendapat : Memang betul negara Tiongkok kurang bersahabat dengan para misionaris "bule" katholik, namun Tiongkok cukup ramah terhadap Agama Katholik.
    Buktinya di Tiongkok ada 140 Keuskupan Katholik, kalau Taipei boleh diikutkan, bahkan ada 141 Keuskupan.
    Penganut Katholik pun jumlahnya selalu bertambah, bahkan agama yang paling cepat pertambahan jumlah pengikutnya.
    Persyaratan bagi semua agama adalah : 为国 , 为民 ,为教 .
    Demi Negara , Demi Rakyat , Demi Agama .
    Asalkan tiga syarat itu disetujui, maka tidak ada masalah beragama di Tiongkok. Urutannya tidak boleh dibolak-balik.
    Kalau misionaris bule maunya : human right, freedom, democracy.
    Ite missa est. Pergilah keseluruh pelosok dunia, sebarkan Evangelium kepada semua mahluk. Siapa yang percaya dan mau dibaptis, maka dia akan terselamatkan. Namun bagi yang menolak, dia akan terkutuk selamanya. ( Markus 16, 15-16 ). Dimana freedom-,human right- dan democracy-nya ?
    Exodus 21,23-24. Lu culek mata-gua, gua culek mata-lu. Mengapa kalian berdua tidak mau berdamai, saling mengalah. Kok doyannya carok, seperti Sleepy Joe, Selenskij dan Putin.

    BalasHapus
  2. Dilemma, Buah Simalakama :
    Anak2 muda NTT yang otaknya brilliant diobral dikirim ke luarnegeri.
    Di negeri sendiri malapetaka di depanmata.
    Diseluruh pelosok negeri berkumandang teriakan-teriakan :
    Siapa Presiden-nya ? Yohanis.... Siapa Presiden-nya ????
    YOHANIS ... YOHANIS !
    Di sisi lain, jadi Romo Katholik di Eropa enak, hidup tentram, terpandang. Gaji per bulan netto 3000,- Euro, sudah dipotong pension dan asuransi kesehatan. Kalau beruntung jadi Pfarrer Paroki dapat rumah dinas, Pfarrhof, bak istana disekitar gereja, dengan kebun bunga dan buah2-an yang luas. Biasanya semua Pfarrer diberi seorang PRT oleh Diocese, yang umumnya disebut Pfarrköchin. Semoga iman-nya kuat lihat ubab ixes.
    Tiap hari selalu disumbang makanan oleh penduduk.
    Bung Hurek pilih jadi Presiden atau jadi Pfarrer.

    BalasHapus
  3. Istri saya seorang katholik, jadi dia harus tiap bulan membayar pajak-gereja ( Kirchensteuer ), saya tidak tahu jumlahnya, tetapi menurut istri-saya tidak mahal, cuma murah.
    Jadi jangan umbar domba-domba-mu, jaga jangan sampai hilang, nanti kamu tidak dapat uang pajaknya si-domba.
    Hidup ini kok semuanya ber-pusar2 pada uang. Agama untuk cari uang. Perang, membunuh manusia juga untuk uang.
    Amerika mengirim senjata2 dan alat2 perang ke Ukraina, itu semuanya berupa utang tidak gratis. Gendheng-nya yang harus membayar utang itu bukannya Ukraina yang sudah bangkrut, tetapi oleh Joe Biden pemerintah Uni-Eropa dipaksa memberi bantuan uang kepada Ukraina, dan langsung di transfer ke USA untuk membayar senjata untuk membunuh manusia. Jadi saya, istri, empat orang anak dan menantu, yang tiap bulan membayar pajak, ikut berperan dalam pembunuhan manusia. Lacurnya yang saling bunuh-bunuhan adalah orang2 penganut Kristus.
    Semuanya gara-gara Hek Moko si Obama, Pek Moko si Sleepy Joe, Selensky si Badut dan si Putin.

    BalasHapus
  4. Siansen punya komentar & kajian yg sangat menarik. Ayas dari dulu punya pikiran macam ini. Provinsi kecil dan tidak terkenal bernama NTT sejak dulu jadi pabrik pakar2 filsafat, teologi, klerus terbanyak di Indonesia. Sekarang sudah menjangkau 5 benua.

    Padahal rakyatnya masih dianggap paling miskin. Manusia perlu makan roti. Tapi ada ayat: Manusia tidak hanya makan roti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cara berhitung dari pemilih capres Yohanis dan cawapres AHY, 99,9% Madura pilih Anies, sisa-nya 1% untuk calon yang lain. Mantap Madura ! Dikutip dari Youtube, SBY pimpin langsung kampanye pemilu.
      Semoga Anies dan AHY berhasil, Cui Bono ?
      Indonesia, Quo vadis ?

      Hapus
    2. quo vadis domino?
      tuan mau pigi mana?
      buang undi cari suara bapa susila?
      semoga kita punya negara tambah makmur rahayuuu

      Hapus
    3. Basa apa iku? Buang undi. Melayu?

      Hapus
    4. Frase bahasa Melayu lawas yg dipakai di Alkitab tapi tak lagi digunakan di bahasa Indonesia modern. Di Malaysia masih dipakai.

      "Mereka membagi-bagi pakaian-Ku di antara mereka dan mereka membuang undi atas jubah-Ku."

      Hapus
  5. Judul berita di koran Malaysia:
    "Lebih 42 juta membuang undi awal dalam pilihan raya"

    Buang undi awal: memilih lebih awal atau mencoblos duluan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya terjemahan langsung dari Bahasa Inggris "cast a vote"

      Hapus
    2. Bisa jadi begitu. Ada lagi frase "bayar harga" yg populer di kalangan gereja lawas. Pay the price. Dulu saya rasa janggal "bayar harga" tapi lama2 tertarik dan menikmati gaya bahasa itu.

      Hapus
    3. egg needed terjemahan bahasa bali taluh butuh.
      Ibu guru tanya; kelak kamu besar mau jadi apa ? Kenyang bu.

      Hapus
  6. Orang Batak sudah lama berdiam di Aceh Tenggara, terutama di sisi selatan Kutacane (ibukota kabupaten). Bahkan ada kecamatan yang mayoritas penduduknya adalah Batak Kristen. Dan salah satu putera Batak dari daerah ini adalah Mgr AGP Datubara OFMCap, uskup emeritus Keuskupan Agung Medan, yang lahir di Lawe Bekung, Kec. Badar.

    Migrasi orang Batak ke Aceh Tenggara diperkirakan satu gelombang dengan migrasi orang Batak ke Dairi, tanah suku Pakpak (soal suku Pakpak ini masih pro-kontra apakah termasuk Batak atau bukan, tapi tidak perlu kita bahas di sini), pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Nenek saya, ibu dari ayah saya, termasuk keluarga yang hijrah ke Dairi ini.

    Di Aceh sampai saat ini baru ada 3 paroki, yaitu Paroki Banda Aceh, Paroki Lawe Desky, dan yang terbaru adalah Paroki Subulussalam yang masuk ke Keuskupan Sibolga (2 lainnya masuk Keuskupan Agung Medan). Paroki Lawe Desky berpusat di Lawe Desky, Kec. Babul Makmur, kecamatan yang saya sebut tadi, mayoritas penduduknya adalah Batak Kristen. Paroki ini menaungi umat Katolik di puluhan stasi di Aceh Tenggara. Paroki ini sekian lama digembalakan oleh pater2 SVD, mungkin pater2 yang sesuku dengan Bung Hurek pun pernah ada di paroki ini. Tapi baru2 ini saya dapat kabar kalau penggembalaan paroki ini telah diserahkan ke ordo SS.CC.

    Sementara dari sisi Protestan, sama seperti di kampung halaman, gereja terbesar adalah HKBP. Bahkan HKBP memiliki 1 distrik khusus yang menaungi gereja2 di Aceh Tenggara. Sebagai gereja Lutheran, HKBP juga menganut sistem kepemimpinan Episkopal seperti Katolik, dan distrik di sini boleh dianalogikan dengan keuskupan.

    Ini saja sudah jadi bukti betapa banyaknya orang Batak Kristen di Aceh Tenggara. Mungkin di Aceh hanya di kawasan inilah kita akan menemukan babi bebas berkeliaran dan orang2 dengan bebas minum minuman beralkohol.

    Maka jika kemudian seorang pastor baru lahir dari wilayah ini, sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Tapi tetap sebuah anugerah yang perlu disyukuri. Semoga pater2 baru ini tetap bertahan dengan imamatnya dan selalu disertai Tuhan dalam melayani umat, terutama di tempat yang jauh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Horassss! Luar biasa bung! Terima kasih atas penjelasan Bung Nababan tentang keberadaan orang Batak di Aceh Tenggara. Selama ini kita orang tahunya Aceh itu Serambi Makkah, hukum cambuk, minum. tuak atau arak ditangkap dsb.

      Saya juga kaget ketika tahu ada pastor baru asal Aceh Tenggara tapi bermarga Batak yg ditahbiskan di gereja parokiku. Pater Siagian.

      Dulu saya selalu ingat M Pardosi Siagian komponis lagu2 yg bikin buku nyanyian anak sekolah dengan mutu tinggi.

      Orang Batak di Aceh jadi pastor. apalagi SVD, sulit dibayangkan kita orang. Tapi tak ada yg mustahil bagi Allah.

      Terima kasih Bung Nababan.

      Hapus
    2. Sedikit tambahan info:

      1)
      Selama puluhan tahun, akses dari Aceh Tenggara lebih mudah menuju Medan daripada ke Banda Aceh, ibukota provinsinya sendiri. Sebelum dibukanya jalan antara Takengon (Aceh Tengah) dan Blangkejeren (Kab. Gayo Lues) yang melewati Taman Nasional Gunung Leuser, dari Banda Aceh menuju Aceh Tenggara kita harus memutar dulu lewat Medan, sehingga waktu perjalanan bisa sampai 20 jam. Sementara dari Medan ke Aceh Tenggara cukup 7-8 jam saja.

      2)
      Penduduk asli Aceh Tenggara adalah Suku Alas. Suku ini berbahasa Alas, bahasa yang oleh para pakar bahasa dimasukkan sebagai rumpun Batak Utara. Tetangga terdekat bahasa ini adalah bahasa Karo dan Pakpak di Sumatera Utara. Namun sudah jelas orang Alas akan menolak disebut Batak. Suku ini beragama Islam, kontras dengan para perantau Batak di sisi selatan dan timur kabupaten ini yang mayoritas Kristen.

      Tidak heran kalau GAM tidak laku di daerah ini. Perjanjian Helsinki antara GAM dan RI pun disambut biasa saja. Dulu juga pernah ada wacana beberapa kabupaten di sisi tengah dan selatan Aceh membentuk provinsi baru bernama Aceh Leuser Antara (ALA) karena mereka merasa dianaktirikan oleh Pemprov Aceh dan budaya mereka cukup berbeda dengan suku Aceh.

      Hapus
    3. Horas, Bung Nababan punya penjelasan sangat menarik soal orang Batak di Aceh Tenggara. Kita jadi makin paham mengapa ada yg jadi pater, ordo SVD pula.

      Kita orang di pelosok NTT dulu biasanya menganggap orang Batak kawasan Danau Toba identik dengan protestan HKBP. Victor Hutabarat, Eddy Silitonga, Rita Butar-Butar, Dakka Hutagalung, Yulius Sitanggang dsb.

      Makanya saya kaget kenalan saya di Sidoarjo, dekat Juanda Airport, Bang Hutabarat ternyata Katolik dan keluarga aktivitas stasi di Batak sana. Begitu juga Situmorang di Sidoarjo yang Katolik taat pula.

      Oh ya, misi pater2 SVD sebetulnya belum terlalu lama atas permintaan bapa uskup di Sumut. Biasa dikenal dengan Misi Dolok. Perintisnya ya pastor dari daerahku suku Lamaholot. Sekarang sudah almarhum saat covid di Sidoarjo.

      Pater Kris Anen SVD dari Paroki Wonokromo, Surabaya, juga dimutasi ke Misi Dolok. Kalau tidak salah di daerah Siborongborong. Katanya banyak kesamaan NTT dengan Batak: punya ulos (tenun ikat), senang minum tuak, banyak babi, senang nyanyi dsb. Horasss!

      Hapus
    4. Unik sekali.. pastor asal Aceh Tenggara bisa jadi misionaris di Eropa. Meskipun pater ini keturunan Batak, misi Pater Siagian ke Polandia ini sulit dibayangkan tempo doeloe.

      Hapus
    5. Mayoritas suku Batak memang Kristen Protestan, tapi bukan berarti umat Katolik tidak banyak. Umat Katolik terkonsentrasi di Samosir (terutama di sisi barat) dan sisi barat Kab. Humbang Hasundutan seperti Pakkat, Parlilitan dsb. Di luar wilayah ini, umat Katolik tergolong minoritas (di bawah 5%), tapi bukan berarti tidak ada.

      Dan memang uniknya adalah, kalau Gereja Katolik sudah hadir di tanah kelahiran Bung Hurek mungkin sudah 500 tahun sejak kehadiran bangsa Portugis. Di Tanah Batak ini agak lain, Gereja Katolik baru masuk di awal abad 20, sekitar 50 tahun setelah berdirinya HKBP di Sipirok.

      Maka tidak heran, mereka yang Katolik pun cukup terpengaruh oleh "budaya Protestan" di sekitarnya. Salah satu kebiasaan yang pernah diangkat oleh majalah Hidup adalah "marliturgi". Ini tradisi awalnya dari kaum Protestan, tapi kemudian dianut juga oleh kaum Katolik Batak. "Marliturgi" di sini artinya pada perayaan2 tertentu seperti Natal dan Paskah, sekelompok orang akan maju ke depan untuk membacakan ayat-ayat Alkitab, misalnya tentang penciptaan, tentang kisah manusia jatuh ke dalam dosa. Tentu saja ini dilakukan di luar misa, tapi di pesta perayaan biasa. Tapi ini adalah tradisi Kristen Batak yang jarang ditemui di tempat lain.

      Kemudian di Tanah Batak, ketua stasi disebut "vorhanger", ini istilah yang awalnya dipakai oleh HKBP dan gereja2 Protestan Batak lainnya untuk menyebut ketua majelis jemaat.

      Dan menurut pengamatan saya, orang Batak yang Katolik ini pada umumnya agak kurang dalam hal devosi. Mungkin ini karena pengaruh Protestan juga. Makanya sampai sekarang di Tanah Batak baru ada 1 Gua Maria yang dibangun baru2 ini di Pulau Samosir. Gua Maria yang lebih kecil mungkin ada di beberapa gereja paroki. Bandingkan dengan di Jawa atau di Flores misalnya, banyak Gua Maria yang berdiri.

      Tapi orang Batak sangat rajin membangun gereja. Tidak heran kalau 1 paroki di Tanah Batak bisa punya sampai 30-40 stasi, bahkan Paroki Pangururan di Samosir punya 60 stasi sehingga bupatinya sendiri (kebetulan bupatinya saat itu Katolik juga, Bpk. Rapidin Simbolon) yang memohon ke Keuskupan Agung Medan supaya Samosir memiliki 1 paroki baru, di samping 4 paroki yang sudah ada. Beberapa stasi ini bahkan ada yang umatnya tidak sampai 10 KK.

      Satu lagi keunikan adalah umat Katolik di Tanah Batak masih merayakan misa & ibadat sabda dalam bahasa daerah, dari awal sampai akhir. Ini sebenarnya bukan hanya di suku Batak Toba saja tapi juga beberapa suku lain yang ada di Keuskupan Agung Medan & Keuskupan Sibolga. Mungkin ya, karena sebelum ini mereka umumnya penganut Protestan atau terpengaruh oleh Protestan. Ketika umat Protestan merayakan ibadahnya dalam bahasa daerah, mosok kami yang Katolik merayakan ibadah dengan bahasa Indonesia atau bahasa lain? Saya tidak tahu di mana lagi di Indonesia ini yang merayakan misa & ibadat sabda dari awal sampai akhir dengan bahasa daerah, selain di Jawa dan Sumatera Utara. Bahkan di Flores pun misa dirayakan dalam bahasa Indonesia walaupun homilinya mungkin memakai bahasa daerah.

      Hapus