Rabu, 30 November 2022

Surabaya ternyata kota nomor 10 di Indonesia

Surabaya pernah jadi kota terbesar di Indonesia. Lebih tepat di Hindia Belanda. Waktu itu lebih tepat Soerabaia atawa kadang ditulis Soerabaja. Belum ada Surabaya.

Batavia malah kota terbesar kedua. Belum ada Djakarta, apalagi Jakarta. Padahal Batavia itu pusat pemerintahan Hindia Belanda. Soerabaia kota dagang.

Itu dulu. Sebelum ada Republik Indonesia. Sebelum ada pertempuran heroik Arek-Arek Surabaya itu. Sebelum para meneer dan mevrouw pemakan roti dan keju itu dipulangkan ke negaranya di Holland sana.

Pagi ini ada anggota grup tempo doeloe yang mengangkat lagi nostalgia ini. Bahwasanya doeloe Surabaya kota terbesar nomor 1 di Indonesia (d/h Hindia Belanda). Jumlah mobil lebih banyak di Surabaya. Omzet dagang pun lebih banyak di Soerabaia.

"Sekarang Surabaya nomor berapa?" Ayas bertanya iseng saja.

Bung TS tidak jawab. Tapi ada anggota lain yang jawab Jakarta. Sudah pasti Jakarta lah, kata yang lain lagi. Ayas respons dengan hahahaha...

Ayas ingat betul tulisan seorang pewarta senior. Sebelum ada media sosial, ponsel pintar. HP sudah ada tapi hanya bisa menelepon dan kirim SMS. Juragan media itu bilang Surabaya bukan kota nomor 2 tapi nomor 6.

Nomor 2 kota apa? "Nomor 1 sampai 5 Jakarta, Jakarta, Jakarta, Jakarta, Jakarta," kata sang juragan koran.

Begitu terpusatnya ekonomi, bisnis, peredaran uang, pemerintahan dsb dsb di Jakarta. Kota-kota lain di luar Jakarta hanya kebagian remah-remah. Soerabaia yang doeloe unggul atas Batavia pun kalah jauh dari Jakarta yang nomor 5 (Jakarta Timur). 

Ayas sering kutip ungkapan Surabaya kota nomor 6 itu. Tapi dua pekan lalu tokoh kita rupanya punya versi baru tentang Jakarta vs Surabaya. Surabaya pada tahun 2022 ini ternyata cuma kota nomor 10 di Indonesia.

Berikut kutipan tulisan Siansen itu:

"Hermawan sudah identik dengan marketing. Ia sudah jadi ikan besar marketing di Surabaya. Tapi Surabaya itu ibarat kolam kecil. Yang disebut kolam besar adalah Jakarta. 

Surabaya memang kota terbesar kedua setelah Jakarta, tapi kedua yang jauh. Kota terbesar kedua yang sebenarnya masih Jakarta. Nomor tiganya masih Jakarta. Pun nomor 8-nya. 

Surabaya itu nomor 10. Nomor 9-nya Bekasi atau Tangerang. Secara ekonomi.

Maka Hermawan itu ibarat ikan besar di kolam kecil. Untuk bisa lebih besar ia harus mencari kolam besar. Ia pun pindah ke Jakarta."

Kamis, 24 November 2022

EYD Edisi V, Mahakudus atau Maha Kudus? Mahasiswa atau Maha Siswa?

Ejaan yang disempurnakan (EYD) ternyata sudah lima kali disempurnakan. Yang disempurnakan pun belum sempurna. Lalu disempurnakan lagi. Begitu seterusnya. 

 Tak ada yang sempurna kecuali Yang Maha Sempurna? Atau Mahasempurna?

Awalan atau prefiks maha- ini jadi salah satu pokok bahasan dalam EYD 5. Balai Bahasa Jawa Timur di Sidoarjo mengadakan sosialisasi EYD edisi kelima kemarin.

Sejak dulu maha- selalu disambung dengan kata dasar. Tidak boleh dipisah. Bentuk terikat, istilahnya. Mahasiswa, mahaguru, mahadewi, mahakarya, mahakuasa, mahakasih, mahasuci, dsb.

Di EYD edisi kelima ada perubahan. Awalan maha- yang mengacu ke sifat atau nama Tuhan harus dipisah. Tidak boleh disambung seperti EYD edisi pertama tahun 1972. "Ini pengkhususan," kata Kepala BBJT Umi Kulsum.

Karena itu, penulisan Mahakudus, Mahabenar, Mahakuasa, Mahakasih, Maharahim dsb harus diubah jadi Maha Kudus, Maha Kuasa, Maha Rahim, Maha Kasih.

Bagaimana dengan maha + kata berimbuhan?

Sama saja. Harus dipisahkan. Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemurah, Maha Pemberi, dsb. Aturan soal maha + kata berimbuhan ini sama persis dengan EYD 1972.

Saya jadi ingat gereja lamaku di Paroki Sakramen Maha Kudus (SMK), Pagesangan, Surabaya. Sejak masih berstatus stasi, kemudian diresmikan Presiden Gus Dur tahun 2001 (kalau tidak salah), penulisannya selalu dipisah: Sakramen Maha Kudus. Selalu disingkat SMK.

Dulu saya pernah kasih masukan kepada pengurus paroki bahwa penulisan yang benar Mahakudus, bukan Maha Kudus. Alasannya ya aturan EYD. Maha itu awalan sehingga harus melekat pada kata dasar. Tapi masukan saya dan beberapa pakar bahasa Indonesia tidak diindahkan.

Sekitar 20 tahun kemudian aturan EYD tentang maha- malah berubah. Yang benar malah Maha Kudus (dipisah). Bukan Mahakudus. 

 Yang dulu benar, sekarang salah. Yang dulu salah, sekarang benar. Hanya Beliau Yang Mahasempurna, eh Maha Sempurna! 

Rabu, 23 November 2022

Politik jalan buntu di Malaysia, Anwar Ibrahim sulit jadi PM

Hasil pemilu di Malaysia sudah diketahui hari itu juga. Akhir pekan lalu. Tak ada koalisi atau gabungan partai yang dapat kursi mayoritas. Pakatan Harapan pemenang pemilu hanya dapat 81 kursi. Padahal syarat minimal untuk membentuk pemerintahan 112 kursi.

Anwar Ibrahim, pimpinan Pakatan Harapan, pun tidak bisa dilantik sebagai perdana menteri. Muhyiddin Yasin, pimpinan Perikatan Nasional, malah klaim dapat 115 kursi. Namun ditolak Yang Dipertuan Agong karena angka sebenarnya tidak sampai 115.

Perikatan Nasional dalam pilihan raya umum itu dapat 73 kursi. Tapi pecahan Barisan Nasional ini dapat dukungan dari partai-partai di Sabah dan Serawak.

Kunci pemecah kebuntuan politik di Malaysia sebenarnya di Barisan Nasional. Koalisi yang pernah berkuasa sejak merdeka sampai 2018 itu punya 30 kursi.

Mau diberikan ke mana dukungan Barisan Nasional? Ke Pakatan Harapan atau Barisan Nasional? Ini yang tidak jelas. Zaid Hamidi pimpinan BN condong ke Anwar Ibrahim sebagai perdana menteri. Sementara sebagian elite BN lebih suka Muhyiddin karena dianggap lebih Melayu, lebih muslim, tidak dekat DAP yang dominan Tionghoa.

Anwar Ibrahim memang sekutu utama Partai DAP yang didominasi Tionghoa modern kosmopolitan. Tanpa DAP yang solid, Pakatan Harapan tak akan menang dalam dua pemilu beruntun.

Nah, kedekatan Anwar dengan DAP dengan Tionghoa, India, dan bukan muslim itulah yang membuat sebagian politisi dan masyarakat Malaysia jadi antipati. Termasuk Muhyiddin Yasin, mantan PM yang sangat ngebet ingin kembali jadi PM.

Muhyiddin bahkan menolak usulan Raja Malaysia agar Pakatan Harapan bekerja sama dengan Perikatan Nasional untuk membentuk pemerintahan yang kuat dan stabil. "No way!" kata Muhyiddin. "PN tidak akan pernah bekerja sama dengan PH."

Partai Islam Malaysia (PAS) anggota Perikatan Nasional sangat anti DAP dan Tionghoa. DAP dituduh sebagai partai komunis yang berbahaya. DAP punya agenda melakukan kristenisasi bersama elemen Yahudi, tuduh Muhyiddin saat kampanye.

Situasi politik di Malaysia ini mirip perpolitikan di Indonesia era demokrasi parlementer tahun 50-an. Sangat keras konflik ideologi, aliran, suku, ras, dan sebagainya. Kabinet jatuh bangun karena anggota parlemen tidak bisa bekerja sama dan membangun koalisi untuk pemerintahan yang berdedikasi pada rakyat.

Karena itu, saya bisa mengerti mengapa Presiden Soekarno saat itu membubarkan parlemen yang kacau mirip pasar sapi itu. Bung Karno kemudian bikin dekrit kembali ke UUD 45. Demokrasi parlementer ala Malaysia ternyata bisa sangat berbahaya dan bikin konflik politik tak kunjung sudah.

Malaysia punya Raja atau Yang Dipertuan Agung. Sri Baginda tentu tidak tinggal diam melihat kerajaannya goyang gara-gara kisruh politik pasca pemilihan umum itu. 

Selasa, 22 November 2022

Musafir Kelana di Sunan Ampel

Di Masjid Sunan Ampel, Surabaya, ini banyak sekali orang yang tidur siang. Mereka musafir. Peziarah dari luar kota. Ada yang rombongan besar, rombongan sedang, rombongan kecil, hingga musafir solo.

Suasana di dalam dan emperan masjid terkenal ini memang sejuk. Beda jauh dengan hawa Surabaya yang selalu suhu tinggi. Padahal tidak ada pendingin udara (AC) di dalam masjid. Kipas angin pun mati.

"Saya sudah tiga hari di sini," kata seorang musafir kelana dari pulau garam. Ia tidak tahu kapan pulang. Bisa lama, bisa cepat lelaki itu ngalap barokah di situs religi salah satu Wali Sanga tersebut.

Ada yang tidur, ada pula peziarah yang sembahyang salat. Di emperan tampak beberapa orang sembahyang tasbih. Ada juga yang menikmati layar ponsel.

Saya pun istirahat sejenak di emperan masjid. Tak jauh dari makam KH Mas Mansyur pahlawan nasional. Diam merenung. Menikmati suasana di kawasan Ampel yang tenang meski para musafir cukup banyak.

"Hati-hati, Pak, karena sering kejadian (jambret)," pesan musafir asal pulau garam setelah saya traktir pisang rebus. 

Makam KH Hasan Gipo di Samping Masjid Sunan Ampel

Makam KH Hasan Gipo berada di samping Masjid Sunan Ampel, Surabaya. Satu kompleks dengan makam KH Mas Mansyur, pahlawan nasional.

Di dalam kompleks itu ada banyak makam. Tak ada kijing kecuali nisan. Tak ada bedanya makam pahlawan Mas Mansyur dan makam Mbah Kiai Hasan Gipo dengan makam-makam lain.

Saya baru tahu makam KH Hasan Gipo setelah blusukan ke kawasan wisata religi Sunan Ampel. Tapi sudah lama paham Langgar Gipo di Kalimas Udik. Langgar bersejarah yang jadi salah satu bangunan cagar budaya di Surabaya.

Tempo doeloe Jalan Kalimas Udik itu disebut Jalan Gipo. Ada juga yang bilang Gang Gipo. Selain Langgar Gipo, terdapat beberapa bangunan tua yang menarik. Khususnya gudang-gudang sisa kejayaan perdagangan di Kalimas tempo doeloe.

KH Hasan Gipo bukan kiai sembarangan. Ia ketua pertama Nahdlatoel Oelama (NO) atau ejaan sekarang NU: Nahdlatul Ulama. Periode 1926-1934.

Langgar Gipo bahkan disebut-sebut pernah jadi tempat transit calon jamaah haji pada masa Hindia Belanda. Perjalanan haji pakai kapal laut. Langgar Gipo semacam embarkasi haji masa kini di Sukolilo itu.

Ngomong-ngomong tentang Makam Gipo dan Langgar Gipo, saya jadi ingat Gee Tjien Boen. Arek Suroboyo di Amerika ini ternyata saat kecil tinggal di dekat Langgar Gipo di Jalan Gipo alias Kalimas Udik itu. 

Senin, 21 November 2022

Setahun tragedi pohon tumbang di Jolotundo

Pohon tumbang menimpa warung di dekat Petirtaan Jolotundo, Desa Seloliman, Trawas, Mojokerto, Minggu 14 November 2021. Tiga orang meninggal dunia. Lima orang luka parah.

Saya ikut tahlilan hari ketujuh kematian Rian di rerentuhan warung itu. Tempat yang biasa saya sambangi selama bertahun-tahun. Sampai kenal Ningsih, ibunya Rian, hingga keluarga besar warga asli Balekambang, Seloliman, itu.

Sudah setahun kejadian tragis itu berlalu. Ningsih dan suaminya, warga setempat, kelihatan masih trauma. Bergidik saat lewat di depan warung yang ada musala bikinan Mas Tar itu. Ningsih bahkan sempat kapok buka warung di kawasan wisata yang sejuk itu.

Tapi hidup jalan terus. Saat ini Ningsih sudah buka warung baru. Agak jauh dari lokasi pohon tumbang. Tepatnya di bawah, tanjakan menuju ke Sumber Kilisuci. Di kawasan Jolotundo ini ada 33 sumber air bermutu tinggi.

 Orang-orang kota sering ambil air Jolotundo untuk dibawa pulang. Orang kebatinan dan Hindu lebih senang sumber langsung di petirtaan kuna tinggalan Raja Airlangga itu.

Saya lihat warung Ningsih yang baru ini lebih keren. Mirip kafe di kota. Tapi belum ramai pengunjung. Beda dengan warung lama yang makan korban itu. Maklum, banyak pelanggan lama tak tahu kalau Ningsih sudah eksis lagi dengan warung barunya.

Kadaver Hermawan Kartajaya Arek Kapasari Gang V



Kata ini tak pernah saya dengar selama 10 atau 20 tahun. Juga tidak pernah baca di koran atau majalah baik cetak maupun digital. Kadaver atau cadaver.

Tapi saya ingat kadaver ada kaitan dengan mayat atau jenazah manusia. Minggu ini kata kadaver sering muncul di koran. Saya juga sempat sunting naskah mentahan tentang kadaver ini.

Maka saya cek lagi kamus bahasa Indonesia. Cadaver tak ada. Kadaver ada. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menulis:

ka.da.ver /kadavêr/
jenazah, biasanya digunakan mahasiswa kedokteran untuk praktikum anatomi

Kata kadaver (banyak media pakai "cadaver") jadi hidup gara-gara Hermawan Kartajaya. Begawan marketing ini berulang tahun ke-75. Begitu banyak acara digelar untuk memaknai perjalanan arek Kapasari Gang V Surabaya itu.

Salah satunya nostalgia ke rumah masa kecil di gang sempit yang sudah dijual. Kemudian dijual lagi oleh yang membeli dulu. Hermawan yang kondang banget itu ternyata anak kampung.

Hermawan juga pesan sembahyang misa di SMAK St Louis I Surabaya. Dulu ia sempat mengajar matematika di situ. "Setahun cuma misa satu kali! Rupanya Hermawan masih Katolik," canda kenalannya. 

Acara paling spesial ya kadaver itu. Pada 18 November 2022, tepat hari jadi ke-75, Hermawan Kartajaya datang ke kampus FK Universitas Airlangga. Menandatangani wasiat penyerahan jenazahnya saat berpulang kelak. Kadaver Hermawan untuk praktik atau riset mahasiswa kedokteran.

Banyak orang yang tercengang. Pihak keluarga pun awalnya keberatan. Tapi bukan Hermawan kalau tidak mampu me-marketing-kan idenya. Akhirnya sepakat.

Hidup kadaver!
Hidup Hermawan!
Dirgahayu! 

Minggu, 20 November 2022

Tak ada lagi sate kelinci di Jolotundo Trawas

Sudah lama tak ada sate kelinci di kawasan Jolotundo, Trawas. Tepatnya sejak pandemi covid melanda tanah air. Virus corona juga bikin mati kelinci? Tidak juga.

"Tapi serangan penyakit kelinci datangnya bersamaan dengan covid," kata Surani kepada Ayas. 

Ayas dulu memang sering mampir di warung tengah hutan itu. Di Desa Kedungudi, Kecamatan Trawas. Surani membuka warung dengan menu andalan kelinci. Sate kelinci, bakso kelinci, rica-rica kelinci.. serba kelinci lah.

Pak Rani kerja lama jadi koki di salah satu hotel terkenal di Tretes. Hotel Surya. Karena itu, ia paham betul cara mengolah daging kelinci jadi sate yang enak. Kuncinya di jenis kelinci, kemudian bumbu-bumbu.

"Silakan Anda bandingkan sate kelinci punyaku dengan di Tretes atau tempat lain," kata pria yang tidak tamat SMA itu.

Surani bilang kelinci yang bagus untuk sate atau kuliner itu jenis NZ: New Zealand. Besar badannya, dagingnya empuk, enaaak. Beda dengan kelinci-kelinci lokal yang makan rumput. "NZ itu makan pelet. Saya sudah paham banget bahan-bahan untuk pelet makanannya kelinci NZ."

Surani tak hanya jago masak kelinci tapi juga beternak kelinci. Awalnya sedikit, lama-lama jadi banyak. Jenis NZ. Dialah yang paling banyak memasok kelinci untuk disate di Tretes, Trawas, dan beberapa tempat lain.

Malang tak dapat ditolak. Tiba-tiba datang serangan penyakit misterius itu. Kelinci-kelinci peliharaannya mati semua. Kecuali kelinci lokal yang tidak laku untuk sate atau rica-rica. "Kerugian jangan ditanya lagi. Wuakeeeh," katanya.

Itulah sebabnya tak ada lagi sate kelinci, bakso kelinci, rica kelinci di warung lesehan yang disebut Winnova. Banner di pinggir jalan itu pun sudah diturunkan. Sekarang hanya ada sate ayam.

Ayas duduk mendengar Surani bercerita tentang suka duka angon kelinci di Trawas. Labanya luar biasa karena permintaan sangat tinggi. Apalagi ada embel-embel daging kelinci bisa kurangi kolesterol jahat dsb. "Tapi begitu kena penyakit ya habis," kata lelaki yang senang nonton wayang kulit di YouTube itu.

Ada rencana beternak kelinci dan jualan sate kelinci lagi? Surani menggeleng. Sebab saat ini belum aman dari virus aneh itu. "Kalau kelinci lokalan sih tahan penyakit. Tapi dagingnya alot dan kurang enak," katanya.

Surani sepertinya kapok memelihara kelinci NZ dalam jumlah besar seperti dulu. Namun ia punya rencana beternak kelinci lokal dengan pakan khusus yang sudah dimodifikasi. Agar rasa satenya lebih enak dan empuk.

Mudah-mudahan sate kelinci khas Trawas ini bisa muncul lagi. Orang Surabaya kayaknya tidak peduli kelinci NZ, Australia, Jerman, Belanda, Rusia, Jawa, dsb. Pokoke sate kelinci aja, titik! 

Menikmati Orkes Koplo Bojo Loro


Orkes-orkes koplo dengan biduanita kampung manggung lagi. Ngamen di pinggir jalan. Mulai Krian, Balongbendo, Mojosari, Trawas dan sekitarnya.

Empat pemusik - kibod, bas, gitar, kendang - sudah lebih dari cukup. Ditemani dua biduanita kampung. Ada yang rada nom, STW (setengah tuwek), semok, gendut.

Makin bening kulit penyanyi sekarang. Tak kalah dengan di televisi atau YouTube. Teknologi dan obat-obatan untuk perawatan kulit sudah lama masuk ke kampung-kampung. "Suara nomor dua. Sing penting ayu, bodinya bagus," kata Cak T juragan orkes di Wonoayu dekat Krian.

Akhir pekan ini saya nikmati live music kelas kampung di kawasan Mojosari. Orkes asal Krian. Dua penyanyi wanita juga dari Krian. Wajah standar. Agak seksi khas artis koplo.

Lagu Bojo Loro (bukan Lara) rupanya digemari penonton paman-paman dan mbah-mbah. Lagu ini aslinya Mandarin. Kalau tak salah dari film Pendekar Ulat Sutra. Tian Can Bian alias Thien Chan Pien. 

<< Abang biru lampune disko
Awak kuru dek, mikir bojo loro
Bojo sing enom njaluk disayang
Sing tuwo njur wegah ditinggal

Telung dino mulih rono
Telung dino bali neng kene
Sing sedino kanggo sopo
Sing sedino kanggo wong liyo >>

Entah kenapa setelah diadaptasi ke Indonesia, khususnya Jawa, jadi Bojo Loro. Syair agak slengekan. Jenaka. Pusing karena harus membagi kasih untuk dua istri. Apalagi bojo papat atawa bojo telu. Bojo paling banyak papat kata ahli syariat.

Cukup meriah ngamen musik kelas kampung ini. Meski belum seramai sebelum pandemi 2020. Penonton terhibur menikmati goyangan biduanita nan aduhai. Mbak-mbak biduanita juga senang dapat saweran dari om-om.

Di sini senang, di sana senang
Di mana-mana hatiku senang

Anwar Ibrahim klaim menang pilihan raya umum

Pilihan raya umum (PRU) atawa pemilihan umum di Malaysia langsung diketahui hasilnya. Tidak perlu menunggu sampai satu bulan macam di sini. Karena itu, lembaga-lembaga survei atau quick count tidak laku di negara jiran itu.

Nurul Izzah dari Pakatan Harapan (PH) kalah. Padahal, putri Anwar Ibrahim dan Wan Azizah ini saya jangka bakal jadi perdana menteri (PM) suatu ketika kelak. Bapak ibunya menang.

Hasil PRU-15 Malaysia ini sudah bisa ditebak. Tak ada koalisi yang dapat mayoritas 112 - syarat minimal untuk membentuk pemerintahan. Parlemen tergantung, istilah di Malaysia. Karena itu, koalisi Pakatan Harapan dan Perikatan Nasional (PN) yang berhak lobi-lobi dagang sapi agar dapat kursi mayoritas di parlemen.

Anwar Ibrahim langsung jumpa pers. Mengklaim PH sudah punya angka (minimal 112) untuk bentuk kerajaan. Artinya Anwar bakal jadi perdana menteri.

Sebaliknya, Muhyiddin Yasin dari PN juga mengklaim menang sehingga berhak membentuk pemerintahan. UMNO bersama Barisan Nasional kalah telak. Padahal UMNO merupakan partai terbesar sejak Malaysia merdeka hingga 2018. 

Pakatan Harapan pimpinan Anwar Ibrahim, bersama DAP yang dominan Tionghoa, mengubah peta politik Malaysia. Oh ya, Tun Mahathir Mohamad kali ini kalah telak di Langkawi. Isyarat kuat bahwa Tun M harus tetirah dari politik. Usianya jelang 98 tahun.

Siapa yang bakal jadi PM Malaysia? Kalau bukan Anwar, ya Muhyiddin. Saya pernah jabat tangan kedua tokoh ini. Muhyiddin yang pernah jadi timbalan (deputi) PM Malaysia, kemudian PM Malaysia, bahkan pernah diskusi cukup lama dengan awak redaksi media di Surabaya.

Saya ikut diskusi itu. Cukup menarik Datok Muhyiddin ini. Datok Sri Anwar Ibrahim lebih menarik lagi. Pernah jadi timbalan PM, kemudian dijebloskan ke penjara beberapa kali. Disiksa, dihina, dilecehkan, tapi kemudian jadi ikon perjuangan reformasi di Malaysia. Anwar Ibrahim (dulu) sangat sering berkunjung ke Indonesia. Tampil di Mata Najwa dan sebagainya.

Saya pernah bertanya kepada ketua dan komisioner KPU di Jawa Timur. Apakah mungkin tahapan pemilu dan pilkada di Indonesia dipercepat? Disederhanakan?

Tahapan pemilu cuma satu bulan atau dua bulan macam di Malaysia? Hasil pemilu bisa langsung diketahui? Tidak perlu menunggu satu minggu atau satu bulan?

"Sulit, Cak," kata mantan ketua KPU di daerah. "Tahapan pemilu legislatif, pilkada, pemilihan presiden di Indonesia berbeda jauh dengan di luar negeri. Belum lagi faktor geografis. Indonesia ini luas banget, Cak!"

Benar, Indonesia luas banget. Tapi hasil pilkada di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik pun perlu waktu seminggu lebih sebelum diumumkan secara resmi. KPU di Indonesia perlu belajar bergadang sampai pukul 5 pagi ke Suruhanjaya Pilihan Raya (SPR) di Malaysia. 

Jumat, 18 November 2022

Pemilu Malaysia - Kesempatan Terakhir Anwar Ibrahim

Pemilihan umum atau pilihan raya umum (PRU) di Malaysia sangat menarik. Sabtu 19 November 2022, rakyat Malaysia yang berusia 18 tahun ke atas ramai-ramai turun mengundi anggota parlemen.

Pemilu di Malaysia sangat berbeda dengan di Indonesia. Malaysia sistem parlementer. Distrik murni. Caleg yang menanglah yang mewakili daerah pemilihan (dapil).

Sebanyak 945 calon bersaing untuk mengisi 222 kursi parlemen. Gabungan atau koalisi yang menguasai 112 kursi berhak memerintah. Jadi perdana menteri (PM). Kalau tak ada gabungan yang dapat 112 kursi, maka harus negosiasi dengan partai lain agar bisa "menubuhkan kerajaan" alias membentuk pemerintahan.

Saya lumayan hafal sistem politik di Malaysia sejak Tun Mahathir Mohammad, 97 tahun, terpilih sebagai perdana menteri tertua di dunia pada 2018. Saat itu Dr Mahathir jadi pimpinan koalisi Pakatan Harapan (PH).

Mahathir dan PH ambruk. Diganti Muhyiddin sebagai PM setelah keluar dari PH. Muhyiddin pun tak lama menjabat PM karena koalisinya tumbang setelah UMNO menarik dukungan. Otomatis tidak dapat angka 112 kursi parlemen.

Muhyidin digantikan Ismail Sabri dari UMNO sebagai perdana menteri. Itu pun tak lama juga. PM Ismail bubarkan parlemen pada 10 Oktober 2022 sehingga harus ada pemilu dipercepat. Kalau normal seharusnya PRU 15 baru diadakan tahun depan.

Inilah hebatnya Malaysia. Setelah parlemen  bubar, maka harus ada pemilu paling lambat 60 hari. Tapi KPU di sana memutuskan pemilu atau pilihan raya umum diadakan sebulan lebih sedikit setelah parlemen vakum. 

Bagaimana persiapan logistik, kertas suara, daftar pemilih tetap dsb? 

Malaysia sangat canggih. KTP elektronik itu sudah sah sebagai kartu pemilih. Siapa pun yang sudah berusia 18 berhak mengundi (memilih) caleg di kawasan tempat tinggalnya. Tidak bisa di kawasan lain. 

Orang Sabah yang tinggal di Kuala Lumpur harus pulang kampung  untuk nyontreng. Karena itu, orang Malaysia yang tinggal di luar negeri ramai-ramai balik kampung untuk PRU 15. Khususnya warga Tionghoa yang hampir semuanya pendukung DAP, partai aliran progresif, modern, dan agak sekuler. Tionghoa sangat kuat di Malaysia karena populasinya banyak.

Saya tidak bisa bayangkan Indonesia mampu mengadakan pemilu secepat itu. Persiapan hanya satu bulan. Saat ini KPU di Indonesia sudah sibuk ngurus pemilu meski baru diadakan tahun 2024. Artinya, Indonesia butuh persiapan dua tahun. KTP di Indonesia pun tidak bisa digunakan sebagai syarat sebagai calon pemilih.

Lantas, siapa yang bakal jadi PM Malaysia?

Sulit ditebak. PH tidak sekuat tahun 2018. Barisan Nasional (BN) yang didominasi UMNO pun tak lagi solid. Apalagi pimpinannya, mantan PM Najib Razak, masuk penjara gara-gara korupsi. Koalisi Perikatan Nasional (PN) masih menyuarakan sentimen anti-Tionghoa, kontra DAP, cenderung menyudutkan bukan Islam dan bukan Melayu.

Tun Mahathir bikin koalisi Gerakan Tanah Air (GTA) yang dianggap pupuk bawang. Apalagi usia Tun M sudah 98 tahun. Tidak lagi garang seperti tahun 80-an dan 90-an. 
 
"Nampaknya tiada gabungan yang akan menang cukup kerusi untuk bentuk Kerajaan," tulis Mahathir yang pernah jadi PM Malaysia selama 22 tahun.

Apakah Anwar Ibrahim bakal jadi PM Malaysia?

Tergantung hasil Pakatan Harapan besok. Kalau tidak mampu meraih 112 kursi, ya wassalam. Mahathir pun wassalam. Ismail Sabri dari Barisan Nasional pun belum tentu kembali ke Putrajaya.

Muhyiddin Yasin dari PN? Belum pasti juga. Dan.. kabinet di Malaysia bakal jatuh bangun lagi seperti era parlementer di Indonesia tahun 50-an. 

Minggu, 06 November 2022

Kompas makin tipis kian menghilang

Sudah lama saya tak baca Kompas. Kali terakhir di Malang.. kalau tak salah. Jelang Lebaran awal Mei 2022. Di kafe nuansa tempo doeloe di Kayutangan.. kalau tidak salah.

Dulu baca Kompas saban hari. Sebab dilanggan kantor. Kompas ini koran paling penting di Indonesia karena jadi kompas bahasa jurnalistik sekaligus bahasa Indonesia. Kata petahana untuk incumbent, misalnya, dimulai Kompas.

Meskipun koran terbitan Jakarta, tak ada kata-kata cakapan Melayu Betawi di Kompas. Apalagi kata-kata bahasa Jawa. Omongan narasumber dengan bahasa cakapan, spoken language, diubah jadi bahasa baku yang baik dan benar.

 Ini berbeda dengan ratusan koran Jawa Group yang selalu memberi ruang luas untuk bahasa cakapan lokal dalam tulisan-tulisan berita atau analisis. Khususnya dalam kutipan langsung - direct quotation. 

Contoh: "Arek-arek kudu sinau sing serius ben iso lulus kabeh," kata Wawali Armudji. 

Sabtu 5 November 2022, saya tidak sengaja ketemu Kompas di Porong, Sidoarjo. Rupanya emak tua di dekat kantor polisi masih jual Kompas. "Ono ae sing tuku,"  katanya. "Tapi sing laku yo tetep ae JP."

Disway laku gak? "Wis gak dol. Dulu aku jual banyak tapi gak laku. Kapok," katanya.

Panjebar Semangat? "Alhamdulillah, lumayan."

Radar Surabaya? "Ada aja yang beli," kata emak pengecer koran itu.

Saya pun beli Kompas untuk melihat perkembangan koran yang pernah jadi surat kabar nomor satu di Indonesia itu. Makin tipis sekarang. Tinggal 16 halaman. Kalah tebal dengan Radar-Radar di daerah. Jawa Pos masih mantap 24 halaman.

Mirip melihat koran cetak yang makin tipis digempur teknologi digital, media sosial, dsb. Dulu Kompas identik dengan koran super tebal. Bisa 80 halaman, bahkan edisi khusus bisa 100 halaman. Ketika masih ada Kompas Jatim, koran Kompas ini bisa 36 halaman saban hari.

Karena itu, doeloe, Kompas sangat disukai tukang-tukang loak. Timbangannya naik tajam. Sekarang Kompas berubah seperti koran-koran kota kecil alias kelas Radar. Sama-sama sulit mencetak koran tebal dalam oplah yang banyak.

Berapa oplahnya? Rahasia perusahaan. Yang penting, iklannya masih lumayan. Bisa untuk menggaji karyawan-karyawan yang tersisa.

Di halaman 16 ada tulisan ringan alias boks tentang Bre Redana. Lelaki kelahiran Salatiga, 27 November 1957, itu dulu wartawan Kompas dengan tulisan yang nyastra, kritis, tajam, paling enak dibaca. Saya sering hanya membaca kolom Bre Redana dan melewatkan tulisan-tulisan lain yang kurang menarik.

Bre sudah lama pensiun. Sekarang fokus jadi penulis fiksi. "Sebab saya tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menulis," kata Bre kepada Putu, wartawan senior yang nyastra juga.

Bre masih saja bicara soal analog vs digital. Kita orang sudah meloncat jauh ke budaya digital ketika budaya membaca analog (cetak) belum terbentuk. Budaya digital yang visual mengepung kita dari berbagai penjuru.

Karena itulah, koran makin lama makin tipis dan hilang di pasar.