Sabtu, 23 Mei 2020

Misa 19 Menit ala Amerika


Sabtu ini, 23 Mei 2020, saya ikut misa online. Seperti biasa sejak gereja-gereja di Surabaya tutup sementara sejak 22 Maret 2020.

Sengaja kali ini saya pilih channel dari USA. Bukan Canada atau Washington seperti sebelum pandemi corona. Uskup Msgr. William F. Stumpf yang pimpin misa dari SS. Peter and Paul Cathedral di Indianapolis, Amerika Serikat.

Luar biasa!

Misa bersama Bapa Uskup Stumpf ini sangat padat dan efisien. Lecta missae alias misa tanpa nyanyian. Tanpa misdinar atau putra altar. Cukup dibantu seorang pater atau romo.

Tata perayaan ekaristi sama saja dengan di Indonesia. Cuma beda bahasanya saja. Bahasa Inggris punya kelebihan: lebih padat dan lancar mengalir. Uskup atau romo di USA juga tidak banyak basa-basi seperti di sini.

Karena itu, misa cepat selesai. Hanya 19 menit! Bandingkan dengan misa harian di Surabaya atau Malang yang rata-rata 50 menit. Misa hari Minggu di Indonesia paling cepat 70 menit. Syaratnya tidak banyak nyanyian dan homili singkat.

Selama dua bulan misa online ini saya rasa misa di Indianapolis USA ini yang tercepat. Biasanya misa harian di Amerika berkisar 25 sampai 33 menit. Indonesia minimal 40-an menit.

Selama 30-an tahun saya pikir rekor misa tercepat itu di Larantuka, Flores Timur. Misa yang dipimpin Pater Krisik SVD asal Ceko. Bacaannya sangat cepat, lancar, tanpa basa-basi, dan tanpa khotbah.

Bagian utama misa, yakni doa syukur agung, juga mengalir kayak sungai. Pater Krisik biasa berdoa sendiri tanpa jawaban umat. Belakangan baru saya tahu itulah tata kurban misa pra Konsili Vatikan II.

Karena itu, misa bersama Pater Krisik cepat selesai. Tapi secepat-cepatnya Pater Krisik, saya rasa durasinya masih di atas 23 menit. Lebih lama ketimbang misa yang dipimpin Uskup Stumpf di Indianapolis itu.

Yang jelas, orang-orang NTT di NTT umumnya tidak suka misa yang terlalu singkat dan padat. Sebab mereka sangat suka bernyanyi. Lagu yang punya 5 atau 7 ayat atau kuplet dinyanyikan semua. Beda dengan di Jawa yang nyanyiannya biasa cuma dua kuplet atau satu kuplet saja.

Que bene cantat bis orat! Siapa yang bernyanyi dengan baik berdoa dua kali.

Pepatah ini sangat merasuk di kalangan umat Katolik di NTT, khususnya Flores dan Lembata. Orang sedih kalau misa atau ibadat sabda tanpa nyanyian.

Tapi di era milenium yang bergegas ini rasanya misa cepat ala mendiang Pater Krisik SVD atau Uskup Stumpf di Amerika lebih disukai. Lebih hemat data internet juga.

Dominus vobis cum!

Ngotot Salat Id di Masjid

Presiden Amerika Serikat Donald Trump ngotot membuka lockdown di negaranya. Belakangan Trump juga ngotot meminta gereja-gereja dan tempat-tempat ibadah lain dibuka dengan sejumlah persyaratan.

Tentu saja kebijakan Presiden Trump mendapat reaksi keras dari lawan-lawan politiknya. Juga media-media yang selama ini dituding Trump sebagai penyebar fake news.

CNN misalnya bolak-balik mengkritik Trump yang menganggap enteng virus corona. Trump juga tidak mau pakai masker. Padahal dokter-dokter terkemuka, penasihatnya, sudah bolak-balik mengingatkan Mr Potus.

Trump malah punya ide gila. Menyuntikkan cairan disinfektan ke dalam tubuh manusia untuk membunuh virus corona. Untung tidak ada orang Amerika yang mengikuti ide nyeleneh itu. Bisa mati konyol.

Sehari menjelang Idul Fitri orang Indonesia juga ramai di media sosial. Bolehkah salat Id di masjid atau lapangan atau tempat terbuka di tengah pandemi covid? Apalagi pasien covid naik tajam. Jawa Timur, khususnya Surabaya Raya, sedang berlaku PSBB?

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta warga Surabaya untuk berlebaran di rumah saja. Salat Id di rumah. Sebab beberapa masjid di Surabaya sudah jadi klaster corona. Penjarakan sosial saat salat Id pun pasti sangat sulit.

Bagaimana tanggapan warga? Kelihatannya mirip Mr Trump di USA. Sebagian besar ngotot salat Id di masjid. Suara yang ngotot ini lebih banyak. Lupa bahwa angka korban corona di Surabaya terus naik, naik, dan naik.

Novita Juliantina:
"Di kampungku sholat ied... BISMILLAH."

Fery Hardianto:
"Gak ngurus lha....sing penting ketemu dolor dolor. setahun pisan ae apene dilarang... sing penting protokol kesehatan digawe. terserah nek memange ketularan yo wes takdire. ngunu ae kok repot.

Lapo kok repot2 ngelarang sholat ied jamaah nang masjid karo larangan unjung unjung.

Pikirno tenogo medis sing terpapar karo dadi korban meninggal dunia.

Kata ISOLASI ITU MEMENCILKAN SATU MANUSIA KE SUATU WILAYAH....

Nek niat ISOLASI YO NANG PULAU GAK NANG RUMAH SAKIT NANG RUANGAN TERTUTUP.

IKU LHO SING PENTING DIPIKIRNO

SELAMA ISOLASI NANG RUANGAN RUMAH SAKIT YO AKEH TENAGA MEDIS SING TERPAPAR.....PLUS SAIKI DADI TEMPAT RAWAN PENULARAN

PODO2 GAK ISOK DI DELOK YO MENDING DI ISOLASI NANG SATU PULAU. DIRIKAN TENDA MILITER TNI/POLRI. BUAT SISTEM BARAK.

DI LIHAT SAJA HASILNYA BAGAIMANA

BERIKAN REWARD/APRESIASI BUAT SELURUH TENAGA MEDIS YANG TELAH BEKERJA MENANGANI/MENYEMBUHKAN PASIEN POSITIF COVID."

Nur Aini:
"Sholat di masjid dan tanah lapang. Ini sdh dicontohkan oleh Rasulullah ngak ada contoh sholat Ied yg sunnah Muakad dilakukan di rumah."

Atok:
"ALhamdulillah ning kampungku sik ono sholat ied slurr, setaun pisan kok dilarang jamaah 😵
NO REKEN YOU 😅🙏"


Hector:
"Sholat ied d rumah khutbah2 dewe lucu paling wkwkwkwk untung duwe deso iso sholat ied ng masjid."

Indra Sagyboy:
"Lek jenenge sholat id berjamaah iku yo metu rekk... tekan umah mboh nok mesjid mboh nok Mall mbo nok Mushola Wes turu ae nok umah tangi awan trus mangan Lontong ngunu ae kug repot."

Selasa, 12 Mei 2020

Kantor pos justru makin ramai

Iseng-iseng aku mampir ke kantor pos di Jemursari, Surabaya. Ingin lihat suasana dan layanan pos di tengah pandemi Covid-19.

Wow.. ramai banget!

Suasana kantor pos kemarin jauh lebih ramai ketimbang perbankan. Kebanyakan orang yang mengurus pensiun, bayar pajak dan rekening macam-macam.

"Malah lebih ramai ketimbang sebelum PSBB," kata seorang warga Rungkut.

Suasana di kantor pos terbesar di Surabaya Selatan ini memang sangat normal. Seperti tidak ada corona atau PSBB. Antrean sangat panjang. "Masih 40 orang lagi," kata pria asal Rungkut itu.

Di dekat pintu masuk memang disediakan air dan sabun untuk cuci tangan. Ada juga imbauan untuk pakai masker. Ada pula tanda silang di tempat duduk buat jaga jarak.

Tapi... suasananya seperti normal. Para pensiunan angre ambil gaji untuk kebutuhan puasa dan Lebaran. Layanan pajak dsb seperti biasa.

Suasana kantor pos ini menepis anggapan banyak orang bahwa kantor pos akan habis di era digital. Era tanpa surat-surat plus perangko seperti sebelum 2000. Orang modern sudah lama bertukar pesan lewat SMS, WA, email, media sosial dsb.

Rupanya manajemen pos pandai membaca tanda-tanda zaman. Bisa beradaptasi dengan perubahan teknologi serta perilaku masyarakat. Kini kantor pos yang jaringannya sangat luas hingga pelosok itu punya banyak sekali layanan.

Karena itu, kantor pos sekarang tidak pernah sepi. Bahkan jauh lebih ramai sebelum ada HP dan internet.

Salut!

Senin, 11 Mei 2020

98% Bukan Pasien Murni Corona


Berapa orang Surabaya yang meninggal karena corona? Buanyaak. Maklum, Surabaya kota besar nomor 6 di Indonesia setelah Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta. Tiap hari ribuan orang luar negara dan luar daerah datang dan pergi.

Karena itu, pasien positif Covid-19 melejit terus. Minggu lalu 600-an, minggu ini tambah banyak. Apalagi setelah ada klaster besar di pabrik Sampoerna. Kemudian klaster pasar-pasar.

Sejatinya yang murni meninggal karena virus corona itu berapa orang?

Wali Kota Tri Rismaharini kemarin menyebut 4 orang. Empat pasien itu meninggal tanpa riwayat penyakit lain. Sementara 76 almarhum yang lain punya penyakit-penyakit bawaan.

"Orangnya sudah lama sakit campur-campur. Kencing manis, darah tinggi, jantungan... buanyaak," kata seorang tetangga korban corona yang meninggal dunia.

Hanya saja, setelah musim corona tiba, pasien itu positif uji swab. Sang mendiang pun tercatat sebagai pasien Covid-19 yang meninggal dunia.

"Hampir semua pasien yang meninggal punya riwayat," kata teman lama di Trawas yang juga pengobat tradisional. "Makanya jangan takut sama corona."

Angka-angka pasien corona di Surabaya Raya dan Jawa Timur memang bikin cemas. Naiknya terlalu cepat. Entah kapan mencapai puncak kurva lalu turun.

Karena itu, sangat wajar PSBB di Surabaya diperpanjang hingga dua minggu ke depan. Hingga lebaran. Dus, tradisi mudik tahun ini terpaksa ditiadakan. Termasuk sekadar berlibur dekat-dekat di Jawa Timur seperti ke Malang, Batu, Trawas, Puhsarang, Jember, Lumajang.

Jumat, 08 Mei 2020

Ngotot salat tarawih di masjid saat PSBB

Tempat-tempat ibadah di Jawa Timur mulai tutup sementara sejak pertengahan Maret 2020. Dimulai Masjid Al Falah Surabaya yang meniadakan salat Jumat. Disusul masjid-masjid milik Muhammadiyah.

Besoknya gereja-gereja katolik di Keuskupan Malang. Pekan depannya gereja-gereja di Surabaya juga tutup. Tidak ada misa mingguan dan misa harian sejak 23 Maret 2020.

Akan tetapi, tidak semua tempat ibadah langsung tutup. Banyak masjid yang tetap buka dengan syarat. Ikut protokol kesehatan. Lama-lama tutup juga karena Covid-19 makin meluas.

Lalu masuk bulan Ramadan. Saya pikir semua masjid di Surabaya Raya sudah tutup. Sebab ada pembatan sosial berskala besar (PSBB) di Surabaya, Sidoarjo, Gresik. Salah satu pasal dalam PSBB adalah ibadah di rumah saja.

Karena itu, saya kaget membaca berita di koran dan online. Ada jamaah salat tarawih di Bluru Kidul Sidoarjo dan Tropodo Waru yang positif corona.

Ada 123 orang yang salat tarawih di Masjid Al Ikhlas Bluru. Setelah diuji cepat, 6 orang positif. Di Masjid Tropodo 29 diuji cepat. Semuanya negatif.

"Aktivitas masjid masih berjalan," tulis Jawa Pos tentang masjid yang di Bluru Kidul.

Pemkab Sidoarjo tak banyak bicara soal umat saleh yang ngotot tarawih di masjid saat PSBB. Kalau sudah menyangkut agama mayoritas memang gamang semua aparat. Perbup soal PSBB pun tak ada artinya.

Kamis, 07 Mei 2020

Salam Waisak! Semua Makhluk Bahagia

Gara-gara coronavirus, urusan liturgi atau ibadah agak terpinggirkan. Liturgi streaming. Misa online. Pekan suci online. Novena online. Rosario online. Semua serba online.

Salat tarawih pun dilakukan di rumah masing-masing. Gubernur Khofifah sejak pekan lalu juga rajin bikin tadarus online dsb dalam jaringan (daring).

Gara-gara corona itu pula saya tidak sadar bahwa Kamis ini tanggal merah. Hari Waisak. Umat Buddha biasa mengadakan puja bakti puncak Waisak persis pada jam menit detik bulan purnama sempurna.

Selain di wihara, biasanya meditasi diadakan di candi-candi. Saya agak hafal karena sering diundang meliput Waisak di candi di kawasan Mojokerto. Pernah puncak Waisak pukul 01.30. Asyik juga.

Biasanya setiap tahun saya diundang Pandita Nugroho (almarhum), pimpinan umat Buddha di Sidoarjo untuk meliput kegiatan Waisak. Mulai memandikan patung Little Buddha, meditasi detik-detik Waisak, hingga makan-makan di kawasan Pondok Jati, dekat Stadion Gelora Sidoarjo.

Tapi tahun ini tidak ada lagi. Kegiatan Waisak diadakan sendiri-sendiri di rumah. "Situasinya tidak memungkinkan," kata Niko, pandita muda yang menggantikan ayahnya sebagai pimpinan Wihara Dharma Bhakti Sidoarjo.

Saya hanya bisa mengucapkan:
Selamat Hari Waisak!
Semoga semua makhluk berbahagia!
Tetap bahagia dan sehat di tengah pandemi Covid-19.

Selasa, 05 Mei 2020

Bapa Kami Bahasa Lamaholot (Versi Ile Ape)



Ama dewa lera wulan kowa lolon
Kame ikit sogang naran moen
Lodo dai ia tana ekan peheng pereta
Helo mo peheng pereta ribun pulo kae teti kowa lolon
Ti kame ma sare mela

Niku tulung pao boe kame leron getan
Ake mang peten hukut nalan kamen
Helo kame di amet maring kaka ari kamen

Ake mai huko bekel puken nalan raen
Tedun kame lolon hena rae mai
Ti ake ma pana laran nalan mekin lali mai. Amen!


Bulan Mei bulan rosario. Bulan kontas gabungan, kata orang Flores Timur alias Lamaholot. Tiap malam ada doa rosario dari rumah ke rumah. Selama 30 hari.

Hari terakhir, 31 Mei, misa bersama di gereja atau di Gua Maria.

Tentu saja tahun ini tidak ada kontas gabungan. Sembahyang di rumah masing-masing. Bisa lengkap 5 peristiwa atau 3 peristiwa atau 1 peristiwa saja.

Saya perhatikan di Lembata umat Katolik lebih suka 3 peristiwa. Beda dengan di Jawa yang selalu lengkap 5 peristiwa. "Supaya cepat selesai," kata anak muda agak bercanda.

Minggu lalu ada orang bertanya tentang doa Bapa Kami dan Salam Maria bahasa Lamaholot. Saya agak kelabakan karena tidak pernah berdoa dalam bahasa daerah Flores Timur dan Lembata itu. Sejak kecil kami diajari doa bahasa Indonesia.

Generasi bapak saya sempat mengalami misa dan doa-doa dalam bahasa Latin. Bahasa daerah di Flores Timur hampir tidak pernah dipakai untuk doa-doa liturgi.

Hanya beberapa kakek dan nenek dulu yang sembahyang pakai bahasa daerah dengan kata-kata sendiri. Sebab tidak ada rumusan resmi doa-doa katolik dalam bahasa Lamaholot.

Setiap wilayah cenderung bikin terjemahan sendiri-sendiri. Beda dengan umat Katolik di Jawa yang punya doa-doa liturgi berbahasa Jawa sejak zaman Belanda sampai sekarang. Misa-misa bahasa Jawa pun sangat populer.

Betul dugaan saya. Setelah saya cek di internet, media sosial, versi doa-doa bahasa Lamaholot memang berbeda-beda. Pulau Lembata saja ada lima atau enam versi seperti Ile Ape, Lerek, Kedang, Lamalera, Hadakewa.

Versi Pulau Adonara, pusat bahasa dan budaya Lamaholot, juga ada beberapa versi. Belum versi Pulau Flores bagian timur. Ada versi Waibalun, Hokeng, Tanjungbunga dsb.

Begitulah. Bahasa Lamaholot memang punya variasi yang kaya meskipun akarnya sama. "Di tempat saya agak lain," kata Gabriel, kawan lama asal Lewotobi, Flores Timur, yang sudah lama jadi penduduk Kenjeran, Surabaya.

Maka, saya pun hanya bisa memberikan doa Bapa Kami bahasa Lamaholot versi Ile Ape, Lembata. Sama-sama Ile Ape pun masih ada perbedaan versi yang dibawakan Ama Lukas Soge Hurek dan Ama Raymundus Laba Lagamaking.

Rumusan ini sejatinya bukan resmi dari gereja tapi saya anggap sangat cocok dengan sosial budaya Lamaholot dan tidak menyimpang jauh dari Pater Noster que est in caelis...

Bapa Kami Ile Ape versi Ama Lukas Hurek menggunakan kata-kata sehari-hari. Sedangkan Bapa Kami Ile Ape versi Ama Raymundus Lagamaking menggunakan kata-kata adat semacam krama inggil di Jawa.

Apa pun bahasanya, apa pun versinya, doa Bapa Kami perlu didaraskan setiap hari. Tidak hanya saat bulan rosario atau kontas gabungan.

Senin, 04 Mei 2020

Misa Streaming Laku Keras saat Covid

Orang Indonesia memang rajin beribadah. Apa pun agamanya. Masjid, gereja, pura, wihara selalu penuh. Misa di Gereja Katolik biasa diadakan tiga sampai lima sesi.

Bagaimana dengan misa streaming saat wabah Covid-19?

(Oh ya, para uskup di Indonesia tidak menganjurkan umat Katolik untuk ikut misa online yang rekaman. Harus misa live streaming. Bukan rekaman misa.)

Selama satu bulan lebih ini saya amati misa streaming di Indonesia, khususnya Jawa, sangat ramai. Kecuali di luar Jawa yang jaringan internetnya susah dan paket data mahal. Maka misa streaming di NTT misalnya sepi jemaat.

Misa streaming di Jawa dipastikan ramai. Minggu kemarin (3/4) saya ikut misa streaming Keuskupan Surabaya. Romo Fusi Nusantoro yang pimpin ekaristi dari kapel keuskupan di Jalan dr Soetomo.

Umat yang ikut streaming mass lebih dari 3.500. Mungkin ada yang pindah channel sehingga saat misa berakhir (perutusan) peserta misa tercatat 2.972 orang.

Senin pagi ini saya ikut misa streaming lewat channel Paroki Sambiroto, Semarang. Umat online juga buanyaak. Di atas 2.000 orang. Dari awal sampai akhir angka peserta yang tercatat di YouTube selalu di atas 2.000.

Angka 2.000-an itu luar biasa. Sebab, misa harian di mana-mana hanya diikuti sedikit jemaat. Di Surabaya paling banyak 150 orang. Rata-rata di bawah 100 orang di Paroki Roh Kudus, Rungkut.

Yang menarik, misa streaming yang diadakan gereja-gereja di Eropa dan Amerika tidak banyak umat online-nya. Padahal negara-negara Barat itu sudab bertahun-tahun bikin misa streaming dan online mass.

Minggu lalu saya ikut misa streaming lewat channel gereja di Irlandia. Umatnya tidak sampai 1.000 orang. Sunday Mass di Amerika juga sama.

Misa harian Paus Fransiskus yang pakai bahasa Italia itu pun tidak terlalu banyak umatnya. Masih kalah sama Indonesia. Lagi-lagi ini jadi bukti bahwa orang Indonesia memang sangat haus liturgi atau ibadah.

Semoga virus corona segera berlalu sehingga semua tempat ibadah buka lagi.

Minggu, 03 Mei 2020

Covid Bikin Tidur Lebih Cepat

Pandemi virus corona sejak awal Maret 2020 membuat irama hidup dan kerja kita berubah drastis. Tak ada lagi siaran langsung sepak bola di TV. Sebab, liga-liga di Eropa distop.

Liga Indonesia juga libur panjang. Entah sampai kapan. Sebagian besar dari 18 klub minta Liga 1 Indonesia dihentikan karena pandemi corona kelihatannya belum selesai dalam waktu dekat.

Selama bertahun-tahun irama hidup kita, yang gila bola, didikte sepak bola. Khususnya Liga Inggris dan Spanyol. Kita melekan untuk nonton pertandingan MU, Liverpool, Chelsea, Arsenal dsb hingga larut malam.

Masih lumayan Liga Inggris biasanya sudah selesai pukul 01.00. Liga Spanyol malah baru kickoff pukul 01.00 atau 02.00 atau 03.00.

Tapi kalau Barcelona vs Real Madrid ya kita tetap menunggu. Rugi kalau sampai ketinggalan. Nonton cuplikan atau highlight di YouTube pasti tidak afdal. Sebab nuansa dan gambaran pertandingan tidak akan kelihatan.

Wabah Covid-19 ternyata ikut membunuh sepak bola. Sudah tak relevan lagi bicara olahraga, kesenian, politik di masa pandemi. Mata Najwa, Indonesia Lawyer Club (ILC), dan acara-acara televisi Indonesia sudah tak menarik.

Ini ada bagusnya. Kita dipaksa Covid-19 untuk istirahat lebih lama di rumah. Sebab tak ada lagi kafe-kafe dan tempat hiburan yang buka. Pukul 21.00 sudah lengang di mana-mana.

Ujung-ujungnya tidur pun lebih cepat. Sebelum pukul 22.00 saya sudah tidur. Bahkan sebelum pukul 21.00 sudah nyenyak.

Syaratnya cuma satu: jangan memaksa diri menonton video-video di YouTube yang kualitasnya lebih bagus ketimbang televisi kita.

Tidur awal, bangun pun lebih cepat. Suasana ini mirip di kampung-kampung pelosok NTT ketika belum ada jaringan listrik dan televisi.

Covid-19 memaksa kita kembali ke alam. Back to nature! Menikmati kembali ritme tubuh alami yang selama bertahun-tahun hilang.

Pater Lawrence Hambach SVD - Dari USA untuk Lembata

Mendiang ayahku, Nikolaus Nuho Hurek, dulu sering bicara dengan turis-turis bule yang kebetulan datang ke Desa Mawa, Kecamatan Ileape, Kabupaten Lembata, NTT. Obrolan ringan pakai bahasa Indonesia dan sedikit bahasa Inggris. Tidak lancar English tapi lumayan untuk ukuran orang desa di pulau terpencil yang dulu disebut Lomblen itu.

Belajar bahasa Inggris di mana?
Kok bisa ngomong sedikit English?
Sementara kita orang di kampung koda Melayu nepa kahen (bicara bahasa Indonesia pun tidak lancar)?

Ama Niko cuma lulusan SGB, sekolah guru lawas di Larantuka. Ada pelajaran bahasa Inggris tapi cuma selintas ala sekolah menengah sekarang.

"Saya belajar sedikit dari Pater Lawrence. Tuan Lawrence nepe Amerika lewun (Pater Lawrence itu orang Amerika)," kata Ama Niko yang berpulang pada 22 Juli 2019.

Saya cuma tiga atau empat kali melihat Pater Lawrence lewat di kampung. Pakai motor besar ala Amerika. Orangnya ramah, senyum, asyik. Senang ngobrol dengan orang kampung yang tidak ada listriknya.

Saat saya masih SD itu Pater Lawrence sudah pindah ke paroki lain. Paroki Ilape dilayani Pater PM Geurtz SVD dan Pater Willem van der Leur SVD. Keduanya orang Belanda. Karena itu, logat bahasa Indonesia Pater Lawrence sangat berbeda dengan dua pater van Hollands itu.

Pekan lalu, iseng-iseng saya baca catatan singkat di media sosial orang Tionghoa Lembata. Ada foto bersama almarhum Pater Lawrence Hambach SVD. Saya langsung teringat pater asli Amerika Serikat yang menjalani misi di Lembata dan Flores hingga tutup usia itu.

Saya pun mencoba melacak sedikit perjalanan Pater Lawrence. (Banyak orang Lembata pakai nama Lorensius atau Laurensius karena terinspirasi Pater Lawrence Hambach SVD.)

Ketemu sedikit catatan obituari di laman SVD Amerika Serikat.

《Rev. Lawrence Hambach, SVD
(1933 - 2016)

Divine Word missionary Father Larry Hambach passed away Oct. 28, in Indonesia, where he had served the past 55 years.

Born in Canton, June 18, 1933, to the late Lawrence and Rose (Zucal) Hambach. Graduated from St. Mary's School, then continued high school and graduate studies at seminaries in Pennsylvania, New York and Iowa.

He was ordained April 16, 1961, at Techny, Ill.

In 2011, he returned to Canton to celebrate 50 years of Priesthood with family and friends at St. Mary's. 》

Pater Lawrence menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai misionaris di Pulau Lembata, Pulau Solor, dan Pulau Flores. Sebagai native speaker, Pater Lawrence dengan senang hati mengajarkan bahasa Inggris (dasar) kepada orang-orang kampung macam ayahku hingga frater-frater dan pater-pater SVD yang akan diutus ke berbagai negara.

"Semua calon misionaris dari Ledalero wajib ikut English Pronunciation Test yang dibimbing Pater Lawrence," kata seorang pater yang sekarang tugas di luar negeri.

Selain Pater Lawrence Hambach SVD, ada dua lagi pater asal Amerika Serikat yang punya kontribusi luar biasa untuk Pulau Lembata dan Keuskupan Larantuka. Yakni Pater Eugene Schmitz SVD dan Pater Nicholas Strawn SVD.

Ketiga pater asal negeri Paman Sam itu sudah tiada. Tapi jasa-jasa mereka akan selalu dikenang oleh orang Lembata.

PSBB Surabaya Raya Perlu Diperketat Lagi

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik sejak 28 April 2020. PSBB itu semacam lockdown ringan. Ada 17 pos pemeriksaan di perbatasan Surabaya dengan Sidoarjo/Gresik.

Minggu pagi ini saya nggowes ke kawasan Pondok Candra, Waru, Sidoarjo. Tentu saja harus lewat checkpoint. Cukup banyak petugas duduk di pos. Ada juga yang ngopo di warung - bagi yang tidak puasa.

"Pesan sinom," kata saya kepada ibu pemilik warung dekat perbatasan Surabaya dan Sidoarjo.

Gara-gara corona, belakangan saya senang sinom, beras kencur, jahe, temulawak dsb. Sesuai anjuran Bu Risma, Wali Kota Surabaya. Sinom satu gelas besar Rp 5.000.

Saya ikut memantau kendaraan-kendaraan yang masuk dan keluar Surabaya. Kayaknya sama saja dengan Ahad pagi sebelum Covid-19 merebak. Petugas gabungan pun tidak memeriksa pengendara-pengendara itu.

"Belum," kata seorang petugas. "Intinya, kami selalu monitor dan sosialisasi. Agar kita bersama-sama menanggulangi corona."

Agak longgar memang. Tidak seketat seperti potongan video di televisi atau media sosial. Padahal PSBB merupakan kebijakan drastis layaknya lockdown di negara-negara lain.

Yang bikin ketar-ketir, tidak jauh dari checkpoint ini terungkap klaster baru Covid-19 skala besar di Jawa Timur. Ratusan karyawan pabrik rokok Sampoerna diisolasi di sebuah hotel. Sebanyak 123 karyawan yang swab test-nya positif Covid-19.

Klaster baru di kawasan Rungkut Industri ini bukan main-main. Ratusan karyawan Sampoerna itu punya keluarga dan teman dekat. Bukan tidak mungkin virus corona itu sudah menular ke istri, anak, teman kampung, tetangga dsb.

Surabaya yang paling awal jadi zona merah pun makin merah. Bayangkan, ada ratusan pasien covid di satu tempat kerja di pabrik rokok! Padahal di banyak negara pasien covid tidak sampai 100 orang.

Mudah-mudahan warga makin sadar bahwa virus corona ini bukan virus sembarangan. Sangat mudah menular dan tak pandang kaya miskin, tua muda, apa pun latar belakang orang.