Rabu, 28 Agustus 2019

Selamat Jalan Ayahanda Tercinta Bapa Nikolaus Nuho Hurek




Gelisah, cemas, waswas.. takut. Campur aduk. Itulah yang saya rasakan selama hampir dua minggu. Sulit tidur. Padahal saya tipe orang yang sangat mudah tidur di mana pun. Saya tidak perlu kasur empuk, bantal guling, kamar semewah hotel berbintang hanya untuk tidur.

Tapi dua mingguan itu mata sulit terpejam. Bolak-balik saya lihat ponsel. Padahal biasanya HP saya matikan sebelum pukul 23.00. Mode pesawat. Tinggal musik pengantar tidur. Saya bolak-balik cek HP.

"Kak Berni.. kondisi Bapa sangat melemah. Sulit diajak bicara," begitu SMS dari Is Hurek, adik saya, dari Lembata.

Oh, Tuhan!

Saya pun tak bisa berbuat banyak. Larut dalam keheningan. Berdoa agak lama. Berdoa lagi dan lagi. Rosario lima peristiwa. Sampai pagi.

Waktunya sudah dekat rupanya. Tuhan kasih isyarat dalam kegelisahan itu. Ayah kandung saya, Bapa NIKOLAUS NUHO SAMUN HUREK, juga beberapa kali datang dalam mimpi. Bapa Niko tersenyum dalam wajah yang masih relatif muda, di bawah 60an tahun. Bukan 79 tahun atau 80an tahun seperti usia sebenarnya.

Bapa Niko Hurek tidak ngomong apa-apa dalam mimpiku. Tapi saya tahu beliau minta agar saya segera pulang. Bertemu beliau di ujung perjalanan tugas di dunia ini.

Bapa Niko.. Bapa... saya segera pulang. Minggu ini. Saya harus izin cuti panjang, urus tiket dsb. Tuhan... izinkan saya bertemu ayahandaku sebelum saatnya tiba! Begitu doaku di malam yang gelisah itu.

Minggu 21 Juli 2019
Kristofora Tuto alias Is Hurek kirim SMS. Bunyinya:
"Kak Berni... pia Bapa bisa loka nong tite koda di loka jadi mo daiko ki... nepi kme open hala."

"Kak Berni.. Bapa sudah tidak bisa bicara dengan kita. Jadi segera pulang. Kami tidak bohong."

Saya pun menangis. Di toilet kantor di Kembang Jepun, Surabaya, jelang deadline. Tanganku gemetar saat mengedit berita-berita untuk halaman 1 koran pagi Radar Surabaya.

"Saya pulang. Go urus cuti nong seba tiket pesawat. (Saya segera urus cuti dan cari tiket pesawat)," jawab saya ke Is dan keluarga besar di kampung.

Tak lama, masih Minggu malam 21 Juli 2019. Fransiskus Terong Hurek alias Franky kirim WA. Saudara sepupuku itu menulis:
"Malam bae, kalau boleh dai moi bapa ki."

Lengkap dengan foto Bapa Niko di kamar di Lamahora, Lewoleba, Lembata. Adik Is duduk di samping ayahanda yang terbaring. Tak ada kata. Tapi wajah ayahku masih tersenyum khas. Mirip saat mimpi beberapa kali itu.

Senin 22 Juli 2019
Pagi itu saya mampir ke pastoran Gereja Katolik Roh Kudus, Rungkut, Surabaya. Mau ketemu Pater Dominikus Udjan SVD yang baru tiga bulan bertugas di Surabaya. Romo Domi ini kebetulan asli Lembata.

Ayah Pastor Paroki Roh Kudus Surabaya ini, Bapa Yosef Nuba Udjan (+), dulu ketua Stasi Gereja Atawatung. Bapa Niko Hurek, ayah saya wakil ketua Stasi Atawatung. Waktu SD di kampung, saya selalu diajak Bapa Guru Niko untuk main di rumah Bapa Guru Yosef Nuba. Karena itu, hubungan kami seperti keluarga sendiri meskipun Pater Domi ini berasal dari Kalikasa. Lumayan jauh dari Atawatung di Kecamatan Ileape.

Sudah bertahun-tahun saya tidak ketemu Pater Domi. Maklum, pastor ini lebih banyak bertugas di Jakarta. Terakhir kalau tidak salah di Matraman Raya, Jakarta.

Saya pun menunggu di pastoran. Setengah jam kemudian Pater Domi keluar. Saya langsung peluk sang pastor. Wajahnya tidak banyak berubah. "Anda siapa?" tanya Pater Domi.

Lalu saya cerita sedikit latar belakang, orang tua dsb di kampung. Ouww... Pater Domi kemudian memeluk saya erat-erat.

"Berni Hurek... kamu dulu kurus. Saya pangling," kata pater yang dulu biasa jalan kaki 30an km dari Lewoleba ke Atawatung saat duduk di SMPK Santo Pius X Lewoleba itu.

Lalu saya diajak ke lantai atas. Ruangan khusus para pastor. "Mo menu kopi le teh... (mau minum kopi atau teh)," tanya Pater Domi.

Saya jawab kopi. Pater Domi, dulu Pater Geurtz SVD memberi gilingan kopi di rumah saya di Mawa, Lembata. Semua warga bebas giling kopi (selep). Makanya sejak SD saya sudah biasa minum kopi. Sampai sekarang pun sulit lepas dari kopi.

"Oh ya... saya ingat," kata Pater Dominikus Udjan SVD.

Obrolan pun makin gayeng. Cerita-cerita nostalgia pun mengalir deras. Termasuk kehebatan Bapa Yosef Nuba Udjan yang memimpin Gereja Stasi Atawatung, pandai berkhotbah dsb dsb. "Jujur aja Pater... khotbahnya Bapak Yosef Nuba dulu kualitasnya tidak kalah dengan pastor beneran. Bahkan lebih bagus," kata saya disambut tawa Pater Domi Udjan.

Tidak heran dua putra almarhum Bapa Yosef Nuba Udjan berhasil jadi pastor. Pastor Dominikus Udjan SVD bertugas di Surabaya dan Pastor Paulus Udjan SVD bertugas di Timor Leste.

Tak lama kemudian telepon saya berdering. "Maaf Pater.. saya terima dulu. Dari Is Hurek di Lewoleba," kata saya minta izin ke Pater Domi.

Isak tangis Is Hurek, adik perempuan saya, sangat keras. Tak banyak kata. Tapi saya sudah menangkap pesannya. Ayahanda Nikolaus Nuho Samun Hurek sudah tiada. Sudah dipanggil menghadap Bapa di Surga.

"Kak Berni... Kak Berni... mo dai hala ka Bapa naika...." (Kak Berni.. Bapa Niko pergi sebelum kamu pulang)

Wajahku memerah. Air mataku tumpah di depan Pater Dominikus Udjan SVD. Pater pun memberi kekuatan kepada saya. "Saya akan doakan secara khusus dalam misa di sini," katanya seraya mengantar saya ke halaman parkir Gereja Katolik Roh Kudus, Puri Mas, Rungkut, Surabaya.

Saya pun belum sempat menyampaikan maksudku yang sebenarnya ke Pater Dominikus Udjan. Pertama, minta doa agar Bapa Niko Hurek diberi tambahan umur agar saya bisa bertemu dengan ayahanda tercinta di saat-saat terakhir hidupnya. Kedua, minta berkat agar perjalanan mudik ke kampung halaman besok aman dan lancar.

Tapi Tuhan punya rencana lain. Benarlah nas kitab suci ini:

"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9)

Dari Gereja Roh Kudus, Rungkut, saya pun langsung cari tiket. Sore atau malam ini harus sudah tiba di Kupang dan besoknya di Lembata. Ternyata dapat penerbangan Lion Air malam hari ke Kupang. Satu-satunya flight yang tersisa.

Di sisi lain, manajemen, direktur, GM, HRD, dan pemimpin redaksi memberikan cuti khusus dukacita kepadaku. Semua wartawan dan karyawan juga menyampaikan doa yang tulus kepada ayahandaku yang telah berpulang dan mendoakan saya serta keluarga yang ditinggalkan.

"Tuhan yang memberi
Tuhan yang mengambil
Terpujilah nama-Nya!"

(Ayub 1:21b)

Resquescat in pace!
Beristirahatlah dengan tenang bersama-Nya!

Selamat jalan ayahanda tercinta Bapa Nikolaus Nuho Samun Hurek Making!

Selamat berjumpa lagi dengan ibunda tercinta Mama Maria Yuliana Manuk (+) yang sudah lebih dulu berpulang pada 1998!

Budi jasa moen aya aya Bapa!
Kame anak anak moen balas bisa hala!
Go pia teti ata lewohna.. doan doan pi Surabaya
onek peten peten kong mo
Go balik lewo koi Bapa hala muri

3 komentar:

  1. Rest in Peace, Bapa Niko Hurek. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan kerelaan.

    BalasHapus
  2. Ikut Berdukacita setulus hati, atas Kepergian Ayah Anda tercinta.
    Requiescat in Pace Bapak Nikolaus Nuho Hurek.

    Janganlah terlalu tenggelam dalam kesedihan, bersyukurlah Anda telah memiliki Beliau di masa lalu dan selalu dalam kenangan abadi yang indah. C'est la vie.
    Kebangkitan adalah kepercayaan kita, Berjumpa kembali adalah harapan kita.


    BalasHapus