Senin, 30 Oktober 2023

Kuliah jaman now lebih praktis, padat, singkat, tidak perlu skripsi

(Jihan Navira mahasiswa FBS Unesa sedang meliput pusat barang antik di Surabaya untuk tugas magang.)

Kuliah jaman now di Indonesia rasanya lebih mudah ketimbang jaman old. Apalagi setelah Mas Menteri menelurkan kebijakan merdeka belajar, kampus merdeka, dan sebagainya. 

Gaya dan kebijakan Mendikbud Mas Nadhiem jauh berbeda dengan menteri-menteri sebelumnya. Apalagi mendikbud era Orde Baru. Mas Menteri orangnya praktis, efisien, kerja cepat, pragmatis.

Itulah yang saya tangkap ketika menjadi pengampu beberapa mahasiswa magang di Kota Surabaya. Saat ini saya masih mengampu dua mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Jihan Navira arek Manukan dan Wafi Syihab arek Karang Pilang. Mereka magang hingga akhir Desember 2023.

Program magang di perusahaan ternyata dikonversi menjadi banyak SKS (satuan kredit semester). Jihan bilang magang selama empat bulan di media massa bakal dikonversi jadi 20 SKS.

 Luar biasa!

 Saya tidak pernah bayangkan magang atau praktik kerja lapangan (PKL) dihargai dengan SKS sebanyak itu. Mahasiswa juga bisa bikin project apa saja dan dikonversi dengan SKS.

Belakangan ada kebijakan baru lagi. Mahasiswa tingkat akhir tidak perlu capek-capek bikin skripsi. Ada jalur nonskripsi. "Tapi saya masih pakai skripsi. Mungkin tahun depan sudah berlaku kebijakan itu," kata Jihan.

 Mahasiswi ini sudah bikin projek film bersama beberapa temannya di FBS Unesa. Semangat anak-anak milenial untuk bikin projek memang sangat tinggi karena, itu tadi, dapat benefit bisa dapat tambahan SKS.

Saya masih ingat zaman kuliah dulu kami harus menyelesaikan 150 SKS sebagai syarat lulus strata satu (S-1). Wajib skripsi. Wajib penelitian di lapangan. Wajib seminar awal riset, kajian rancangan percobaan, lalu seminar lagi tentang hasil penelitian. 

Lalu menulis skripsi. Betapa sulitnya mencari buku-buku referensi saat itu. Internet belum ada. Buku-buku elektronik alias e-book masih mimpi.

Karena itu, skripsi jadi masalah besar. Banyak mahasiswa yang stres gara-gara skripsi. Betapa sulitnya menemui dosen pembimbing. Kalaupun ketemu ya revisi berkali-kali. Komputer old school masih kelas jangkrik yang mengandalkan WS: word star.

Betapa banyak mahasiswa yang terpaksa DO gara-gara skripsi. Padahal SKS-nya sudah mendekati 150. Bahkan ada yang sudah lebih. 

Berbahagialah mahasiswa-mahasiswi jaman now! Semuanya serba dimudahkan. Apalagi kalau menterinya masih Nadiem Makarim atau tokoh yang sealiran dengannya.

Dengan magang yang dikonversi 20 SKS, projek-projek pribadi, simulasi program, aplikasi dsb maka masa kuliah bisa dipangkas. Tidak perlu lama sampai empat tahun atau lima tahun. Tiga tahun bisa kelar karena tidak perlu skripsi yang makan waktu dan biaya itu.

"Minta izin tidak masuk hari ini, Pak. Saya ada program pembuatan film pendek. Tapi saya akan tetap kirim hasil liputan," kata Jihan, anak magang yang jadi muridku.

Betapa bedanya Jihan dkk dengan mahasiswa jaman old. Ada saja garapan dan mainan mereka berbasis digital. Kelihatan main-main tapi  serius dan jadi tambahan SKS. Jadi modal untuk mempercepat kuliah. Dan bisa langsung diterapkan setelah lulus nanti.

Saya jadi ingat syair lagu jazz dari Louis Armstrong yang terkenal itu:

I hear babies cry
I watch them grow
They'll learn much more
Than I'll ever know

And I think to myself
What a wonderful world

Nita Hurek Segera Menempuh Hidup Baru! Selamat Bahagia Ade Manis

Adik sepupuku, Nita Ebong Hurek, sudah berhasil jadi dokter. Dapat job di salah satu rumah sakit plat merah di Kupang, NTT. Saya ikut senang dan bahagia.

Perjalanan Nita Hurek jadi dokter tidak mudah. Apalagi harus merantau jauh dari orang tuanya, Bapa Daniel Hurek dan Mama Victoria Tandi, di Kupang. Tak mudah bagi anak perempuan untuk merantau jauh. Tapi Nita sudah dikondisikan dengan "magang merantau" saat bersekolah di SMAK Syuradikara, Ende, Flores. Boleh dikata SMA terbaik di NTT.

Nita Hurek tipe "orang kota" NTT yang lahir di Kupang. Bapaknya asli Lembata, lahir di kampung pelosok yang susah. Kampung Nobolekan atau Desa Bungamuda, Kecamatan Ile Ape, itu tak ada listrik. Ambil air pun harus jalan kaki jauh di sumur Desa Atawatung atau Desa Lamawara.

Mama Vita sapaan Victoria Tandi asli Maumere yang besar di Kupang. Mama yang satu ini jago nyanyi tembang kenangan. Dia punya suara tidak kalah dengan penyanyi beneran. Apalagi kalau nyanyi Simphony Yang Indah.

Meskipun adik sepupu, saya tidak kenal dekat Nita karena perbedaan usia terlalu jauh. Saat saya masih SMA atau kuliah di Jawa Timur, Nita belum lahir. Bahkan Bapa Daniel dan Mama Vita belum menikah. Saya hanya mengikuti perkembangan studi Nita di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta dari media sosial.

Kebetulan dulu Nita cukup aktif mengunggah sejumlah kegiatannya di UKI Jakarta. Termasuk kesukaannya menonton konser jazz. Nita Hurek dan Gita Hurek, adiknya, bahkan sempat bergambar bersama saksofonis terkenal Dave Coz. 

Akhirnya Nita resmi jadi dokter. Mulai sibuk urus orang sakit di Kupang. Nita tak lagi muncul di Facebook. Saya pun kehilangan ceritanya selain informasi dari beberapa keluarga dekat di kampung.

"Lapor, Ama. Tgl 10 November 2023, adik dr. Nita Ebong Hurek menikah. Jika sempat, Ama boleh hadir. Ina Is dan Erny belum tentu dai. Kame sdah urus persiapan dengan Ina Yus dan Ama Fidel serta seluruh kel kita di  Kupang."

Pesan itu datang dari Bapa Dr Urbanus Ola Hurek. Adik kandung ayahku. Menyampaikan kabar gembira bahwa dr Nita akan menikah dalam waktu sangat dekat. Bahwa persiapan sudah diurus keluarga besar kami di Kupang.

Deo gratias! 
Syukur kepada Allah!

Siapa calon suami Nita? Kerja di mana? Bapa Urbanus tidak menyebutkan. 

"Nita han naranen heku? Aku lewun?" Saya bertanya kepada Yus Hurek dalam bahasa kampung.

"Nita han (suaminya) orang Ende, besar di Kupang, kerja di PU, Elwyn namanya," tulis Yus Hurek, adik kandungku yang bekerja sebagai guru di Kupang.

Saya hanya bisa mendoakan semoga pernikahan dr Nita dan Elwyn berjalan lancar. Mulai urusan adat istiadat hingga penerimaan Sakramen Pernikahan di gereja. Sayang, Mama Vita tidak bisa mengantar putri sulungnya ke altar karena keburu dipanggil Tuhan saat  pandemi Covid-19 lalu. 

Jumat, 27 Oktober 2023

Peliknya Bahasa Melayu sebagai Bahasa Kebangsaan di Malaysia

"Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim memberi peringatan kepada jabatan kerajaan agar tidak melayan sebarang surat yang diutus selain daripada Bahasa Kebangsaan.

Tegas Anwar, beliau turut mengarahkan agar surat itu dipulangkan semula jika arahan itu gagal dipenuhi tidak kira sama ada dari sektor swasta mahupun kerajaan."

Itu kutipan pernyataan PM Anwar Ibrahim di Astro Awani. Laman itu sering saya baca. Karena itu, saya agak paham situasi politik di Malaysia yang hiruk pikuk. Pihak pembangkang (oposisi) saban hari mengutuk dan menggoyang pemerintahan PMX, julukan Anwar Ibrahim, perdana menteri ke-10.

Masalah bahasa kebangsaan, bahasa resmi, bahasa negara.. rupanya belum selesai di Malaysia. Sebagian warga negara di sana kurang suka berbahasa Melayu. Mereka lebih suka berbahasa Inggris, Hokkian, Mandarin, Tamil, dan sebagainya. Pribumi Melayu pun banyak yang keminggris. Lebih suka berbahasa "rojak".

Syukurlah, kita di Indonesia ada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Isu bahasa kebangsaan sudah selesai tahun 1928. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Bahasa Indonesia, yang bersumber dari bahasa Melayu, jadi bahasa kebangsaan kita.

Malaysia rupanya ruwet. Bahasa Melayu ternyata lemah. Meski sudah merdeka selama 66 tahun, bahasa kebangsaan masih jadi isu di Malaysia. Perdana menteri sudah 10 kali toh masalah ini tidak kunjung tuntas. Selalu ada penolakan dengan berbagai alasan.

Pagi ini saya sempat memantau diskusi orang-orang Malaysia tentang bahasa kebangsaan. Khususnya pernyataan PM Anwar Ibrahim yang minta semua surat resmi di lembaga-lembaga pemerintahan dikembalikan jika tidak menggunakan bahasa Melayu (Malaysia).

Pro dan kontra luar biasa di sana. Hampir semua pribumi Melayu pro. Yang Tionghoa dan India kelihatannya tidak pro. Bahkan pribumi alias bumiputra di Serawak pun menyatakan tetap pakai bahasa Inggris. 

Hasyim: "Mana Ada negara dlm dunia ini jadikan bahasa kebangsaan sbg "bahasa kedua".... Tapi Malaysia, ada perbuatan begitu!!"

Kamrul Arifin:

 "Ada satu siri television seram dari amerika yang bertajuk FROM di mana pelakun² terdiri dari berbagai kaum. Ada satu keluarga cina di mana bapa dan ibu tidak fasih berbahasa inggeris. Manakala anaknya pula fasih berbahasa inggeris siap dengan loghatnya sekali.

Pada satu masa saya di Perth, saya berurusan di kedai yang mana penjualnya bangsa cina tapi bertutur bahasa inggeris siap dengan loghat australia nya.

Kesimpulan saya ialah begini;
American born chinese speaks perfect american slang english. Ozzy born chinese speaks perfect Ozzy english. Chinese born malaysia can hardly speaks perfect malay.

Where did we go wrong? Sekolah jenis kebangsaan?"

Pernyataan Kamrul langsung dijawab Richard yang Tionghoa:

"Tapi mereka  x ade quota dlm kalangan rakyat negara dia dan x ade status bumi atau non bumi bagi majoriti. Lagi pun mereka muda fasih english bagi org tua mereka tau basic biasa sahaja.

Lagi pun bang kena paham kenapa ada org Malaysia lebih fasih english drpd bahasa ibonda anda sebab banyak maklumat terkini dan ilmu teknologi dan kewangan adalah dalam bahasa english…….( first Hand Fresh data and info mostly in english).

Satu yg sgt penting policy kerajaan org putih x ade diskriminasi policy berdasarkan etnik. Kalau pandai bahasa pun masih didiskriminasikan oleh policy kerajaan.

Kebanyakan dah blh ckp bahasa tapi lebih fokus ke bahasa yang blh menambahkan rezeki. Kalau masih nak kutuk tahap bahasa org lain lebih baik jaga baik diri sendiri daripada org lain..dunia ni luas."

Perdebatan soal bahasa kebangsaan di Malaysia ini memang tiada habisnya. Saya masih ingat PM Ismail Sabri dulu juga menyerukan kepada rakyat Malaysia untuk mengutamakan bahasa Melayu. PM Sabri bahkan berpidato dalam bahasa Melayu di PBB dan luar negeri.

Tapi, ya itu tadi, banyak orang Malaysia malah menertawakan dia. Mereka menuduh Sabri tidak fasih bahasa Inggris. Sebaliknya, PM Anwar Ibrahim dipuji karena dianggap fasih berbicara dan berpidato dalam bahasa Inggris.

Saya juga (dulu) sering bertemu wisatawan asal Malaysia yang bukan Melayu di Surabaya. Ketika ditanya dalam bahasa Indonesia, yang mirip bahasa Melayu, mereka selaku menjawab dalam bahasa Inggris. Ya, sudah!

Lanny Chandra Penerjemah Bahasa Mandarin di PN Surabaya, Berbagi Kasih untuk Tahanan Asal Tiongkok

Wang Yali asli Tiongkok. Datang ke Surabaya untuk jadi joki ujian bahasa Inggris di Tegalsari. Tergiur bayaran sekitar Rp 30 juta.

Kedatangan wanita Zhongguo ke Indonesia bukan masalah. Pakai paspor sendiri. Yang jadi masalah Wang ketahuan memakai paspor palsu atas nama Yu Wen saat jadi joki ujian ELTS itu. Wang pun ditangkap petugas imigrasi.

Sekarang Wang Yali diadili di PN Surabaya.

Gara-gara sidang perkara paspor palsu inilah saya jadi ingat kembali Lanny Chandra. Ibu ini dulu sering mengajak saya "pelayanan" di Rutan Medaeng dan beberapa rutan dan penjara di Jawa Timur. Lanny bukan pendeta, tidak pintar khotbah, tapi selalu membawa "kabar baik" kepada para warga binaan yang beragama Kristen.

"Kita orang membagikan kasih Kristus kepada saudara-saudara di dalem penjara," kata Lanny Chandra yang jago masak mi, bakmi, dan masakan Tionghoa itu.

Nah, di sela pelayanan yang intensif sejak akhir 90-an itu, Lanny Chandra dipercaya jadi juru bahasa atau penerjemah bahasa Mandarin untuk para terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya. Juga orang-orang Tiongkok, Taiwan, atau Hongkong yang tidak bisa berbahasa Inggris atau Indonesia.

Karena itu, Lanny jadi penerjemah untuk Wang Yali di PN Surabaya. Meskipun jadi joki ujian bahasa Inggris, dan berhasil di Thailand, Wang tidak mau diadili dalam bahasa Inggris. Maunya bahasa Mandarin. Maka Lanny Chandra didatangkan sebagai penerjemah.

"Yah, kita orang mau dateng kasih bantuan biar urusan si Wang ini cepet selesai," kata Tante Lanny dengan gaya bahasa khas Tionghoa "sekolah lawas" (old school).

Tante Lanny dapet bayaran besar kalau jadi penerjemah?

"Waduh, ini kerja pelayanan tok. Kita orang cuma dapet segini. Tapi Tante seneng bisa bantu menerjemahkan biar terdakwa dari Cungkuo gak kesulitan. Sama-sama enaklah," kata pimpinan Yayasan Pelita Kasih itu.

Awalnya Lanny mengaku agak kesulitan menerjemahkan bahasa hukum ke dalam bahasa sederhana yang mudah dipahami terdakwa. Apalagi bahasa hukum di Indonesia tentu agak berbeda dengan di Tiongkok. Tapi prinsipnya sama saja.

Lama-lama Lanny jadi terbiasa duduk di samping terdakwa di PN Surabaya. Pertanyaan hakim, jaksa, pengacara dia terjemahkan dengan bahasa sederhana. Terdakwa Wang pun bisa menjawab dengan lancar. 

Tak terasa sudah 20 tahun lebih Lanny Chandra jadi penerjemah di PN Surabaya, kepolisian, kejaksaan. Khusus mendampingi para pelanggar hukum asal Tiongkok dan Taiwan. Sesekali ada juga dari Hongkong. 

Saking dekatnya, Wang dan warga binaan asal Tiongkok kerap curhat ke Lanny. Lulusan sekolah Tionghoa lawas, yang pakai tulisan Mandarin lawas (bukan sederhana), itu juga selalu membawa makanan ke rutan dan penjara saat pelayanan. Ada tim doa yang mendoakan para tahanan itu.

Wang dan tahanan asal Tiongkok biasanya tidak punya agama resmi. Bahkan tidak punya agama. Padahal, pelayanan di penjara-penjara berbasis agama. Lanny Chandra bersama tim Pelita Kasih dapat akses tetap masuk berbagai penjara karena pelayanan untuk warga binaan yang beragama Kristen/Katolik.

Apa boleh buat, Wang dkk asal Tiongkok biasanya ikut pelayanan, kebaktian, pujian dsb di kapel Rutan Medaeng. Orang Tiongkok itu luwes banget. Mereka lebih tertarik ikut acara-acara Haleluya karena dapat banyak makanan. Tim-tim Haleluya pun lebih rajin mengunjungi warga binaan ketimbang pelayan-pelayan rohani dari agama lain macam Buddha atau Khonghucu.

Tante Lanny melakukan "kristenisasi" di dalem penjara?

"Tidak ada kristenisasi. Kita orang pelayanan biasa, mendoaken semoga semua warga binaan jadi orang baek, bertobat, kembali ke jalan yang bener. Haleluya, ada beberapa orang Cungkok yang jadi anak Tuhan. Haleluya!" katanya penuh semangat.

Biasanya Cungkuo-Cungkuo itu ikut Haleluya selama mendekam di dalem penjara. Setelah bebas, pulang ke negaranya ya bebas lagi. Haleluyanya hilang. "Itu terserah mereka. Tante gak pernah maksa orang-orang Tiongkok jadi Kristen. Tante cuma berbagi kasih. Makanya, Tante punya pelayanan ini dinamaken Pelita Kasih," kata Lanny Chandra.

Selasa, 24 Oktober 2023

Pasangan hasil cawe-cawe harus dikalahkan dengan telak, kata Jawa Pos.

Banyak yang gregetan dengan perkembangan politik akhir-akhir ini. MK meloloskan capres meski belum 40 tahun. Diduga agar Gibran bisa maju jadi calon wakil presiden.

Skenario itu memang mulus. Gibran akhirnya digandeng Prabowo. Jadi cawapres. Gibran yang wali kota Solo baru 36 tahun. Koalisi perubahan yang ada PAN, Demokrat, dan PBB pun pasrah. Padahal selama ini mereka cenderung sangat kritis pada Jokowi.

Media sosial pasti heboh. Kurang simpati dengan Gibran. Terlalu muda untuk jadi pimpinan negara sebesar Indonesia. Tapi Jokowi ayahnya terkesan cuek saja. Bermain di belakang layar.

"Pilpres itu urusan partai politik. Siapa yang diusung ya terserah parpol. Saya gak ikut campur," kata Jokowi saat peringatan Hari Santri di Surabaya, Minggu (22/10).

Media massa arus utama juga kelihatan gregetan. Kompas masih halus gayanya. Koran Jawa Pos pagi ini, Selasa 24 Oktober 2023, keras sekali menulis sikapnya di editorial Jati Diri. "Pilpres sulit jurdil," begitu judul editorial Jawa Pos.

Kekuasaan rupanya seperti candu. Jokowi rupanya sudah menikmati candu kuasa itu. "Kecanduan menumpuk kekuasaan ala familikrasi ini menjadikan makin kebal kepatutan," tulis Jawa Pos.

Gibran dianggap pemimpin karbitan. Hasil cawe-cawe berbau kolusi. Rasanya kepentingan bangsa ini diabaikan. Yang penting berkuasa.

"Pasangan ini harus dikalahkan dengan telak. Agar tak bisa jadi utak-atik jumlah suara via MK," tulis Jawa Pos.

Minggu, 22 Oktober 2023

Bibi Margareta Kewa Hurek Berpulang - Satu per Satu Keluarga Inti Menghadap Allah

Tak berapa lama setelah Mama Acha, tetangga terdekat di Desa Lamawara, Lembata, berpulang, datang lagi berita sedih. Bibi Margareta Kewa Hurek Making meninggal dunia.

Tuhan Allah soreng tite
Tuhan Allah gutero balik

(Tuhan yang memberi. Tuhan yang mengambil - Ayub)

Saya tak bisa berkata-kata. Hanya bisa tertunduk lesu. Lalu teringat kata-kata Ayub itu. Tuhan Allah gutero kae: Tuhan Allah sudah ambil kembali!

Bibi Reta (Margareta) adalah adik kandung bapak saya, Nikolaus Nuho Hurek. Anak kedua dari 5 bersaudara. Anak sulung tak lain Bapa Niko Hurek. Dulu generasi bapakku ini tinggal di kampung lama di lereng Gunung Ile Ape yang masih terus erupsi itu.

Kemudian kampung-kampung lama ditutup pada masa awal Orde Baru. Dibangunlah "desa gaya baru" di pinggir pantai. Generasi saya adalah generasi "kampung baru" itu meski saya sendiri dilahirkan di "kampung lama" yang kini jadi kampung adat Lamaholot.

Saya terakhir kali bertemu Bibi Reta saat perkabungan kematian Bapa Niko Hurek di Desa Bungamuda. Ayahku meninggal pada 22 Juli 2019. 

Kondisi Bibi Reta saat itu sudah agak lemah meski kelihatan sehat. Tutur katanya tetap halus, bicara perlahan. Tidak pernah meninggikan suaranya. Selalu tersenyum. Bibi memberi kekuatan kepada saya dan empat adik yang baru saja kehilangan ayah kandung tercinta.

Tidak lama setelah itu, Gunung Lewotolok alias Ile Ape meletus pada November 2019. Suasana kacau di kampung. Disusul kemudian bencana lahar dingin yang menewaskan banyak orang. Terjadi pandemi Covid-19.

Kondisi Bibi Reta melemah. Kehilangan tenaga. Sulit bergerak ke mana. "Badannya seperti mengecil. Hanya bisa di tempat tidur saja," kata Vincentia alias Yus adik kandungku di Kupang.

Pihak rumah sakit di Pulau Lembata kelihatannya angkat tangan. Bibi akhirnya dibawa ke Kupang. Kebetulan ada dua adik kandungnya di Kupang, yakni Bapa Daniel Hurek dan Bapa Urbanus Hurek. Jadi, bisa dipantau perkembangannya setiap saat.

Kondisi Bibi sempat sangat memburuk tahun lalu. Minta doanya, pesan keluarga besar di Kupang. Kondisi Bibi perlahan-lahan membaik. Tapi masih belum punya tenaga untuk mobilitas ke mana-mana.

Boleh dikata selama tiga tahun itu Bibi Reta menderita dengan sakitnya yang aneh. Kita hanya bisa sembahyang, sembahyang, dan sembahyang. 

Akhirnya, Tuhan hodero nai rae Bapa langun. Tuhan memanggil Bibi kembali ke rumah Bapa. 

Selamat jalan, Bibi Reta!
Terima kasih sudah menemani kami semua sepanjang hidupmu!
Semoga damai dan tenang bersama Bapa di surga!

Sabtu, 21 Oktober 2023

Tuwo teperohon pai hokon tepe sayang




Setiap kali ada kabar dukacita di kampung halaman, saya selalu teringat lagu lama. Tuwo Teperohon.

Syair dan melodi lagu ini benar-benar mengiris kalbu. Bagi masyarakat berbudaya dan berbahasa Lamaholot. Sedih banget.

Louk loranga helo tani ata maten!
Air mata jatuh seperti sedang meratap di dekat jenazah keluarga yang meninggal.

Lagu lama ini punya beberapa versi di YouTube. Tapi saya lebih suka versi asli yang sangat populer di Flores Timur dan Lembata pada tahun 1980-an dan 1990-an. 

Kami biasa nyanyikan saat SD di kampung. Kadang syairnya diganti, dimodifikasi karena lupa syair aslinya. Tapi tetap saja diganti syair yang sedih bagai syair Ratapan di kitab suci.

TUWO TEPEROHON

Tuwo teperohon 
pai hokon tepe sayang 
kaan noneng gare nire 

Teti seran sorong 
hau lali neten nein 
kai marin kabe aku 

go pi helon kiden 
go pi sama nukak
bera neten gere 
oh dewa rera wulan 

go pi helon kunang 
go pi sama nawa
dela nadon gere 
oh guna tanah ekan 

Maan dopi toban 
mai liku weli pita 
maan pita teme netun
Maan gala batan 
mai lapak weli nawe
Maan nawe teme nelin

Go pi helon kiden 
go pi sama nukak 
bera neten gere
 oh dewa rera wulan 

go pi helon kunang 
go pi sama nawa
dela nadon gere 
oh guna tanah ekan