Rabu, 06 November 2024

Dr. Tjio Hock Tong Kenang Perjalanan Leluhurnya dari Tiongkok hingga Menjadi Pengusaha Sukses di Surabaya

Dr. Tjio Hock Tong, seorang dokter yang kini menetap di Guangzhou, belum lama ini berkunjung ke Surabaya. Selain untuk berlibur, ia juga mengadakan reuni bersama teman-temannya dari SMA Lian Huo, Undaan Wetan, Surabaya. 

Dalam kesempatan tersebut, Tjio mengenang masa kecilnya di kawasan Pabean, dekat Sungai Kalimas, serta perjuangan panjang leluhurnya dari Tiongkok hingga meraih kesuksesan di tanah Surabaya.

"Saya ini generasi keenam dari eyang buyut, seorang tukang potong rambut jalanan bernama Tjio Tjie-Siok, yang juga dikenal sebagai pendekar dari Shaolin Temple Selatan di Cuanciu, Hokkian," kenangnya.

Menurut Tjio, leluhurnya datang ke Nusantara sekitar tahun 1850-an, agak belakangan dibandingkan beberapa perantau lain. Mereka menetap di sekitar Sungai Kalimas, di kawasan Pabean dan Jalan Panggung, Surabaya. Kala itu, kehidupan tidaklah mudah, dan leluhurnya harus berjuang keras untuk bertahan hidup.

"Enam generasi sebelum saya, leluhur kami bekerja sebagai tukang potong rambut jalanan, berteduh di bawah pohon rindang," ujar dokter yang akrab disapa Dr Anthony Tjio itu.

Penghasilan dari jasa potong rambut yang kecil itu perlahan diinvestasikan untuk memulai usaha dagang. Mereka menjual korek kuping, kacang goreng yang dibungkus seperti lontong kecil, dan berkeliling kampung.

Dari pengalaman berdagang kecil-kecilan itu, Tjio dan keluarga leluhurnya mulai mengembangkan usaha palawija, berkeliling hingga ke pedesaan untuk kulakan. Usaha mereka perlahan berkembang dan cukup berhasil hingga mampu membeli tiket kapal untuk mudik ke Hokkian.

"Dari perjalanan mudik itu, leluhur saya membawa dua keponakan untuk kembali ke Surabaya dan mendirikan kongsi dagang Hap Thai di Jalan Panggung, Pabean," ujarnya.

 Hap Thai Kongsie yang bergerak di bidang perdagangan palawija terus berkembang pesat. Persaingan bisnis saat itu belum begitu ketat, sehingga keluarga Tjio bisa meraih kesuksesan dan dikenal sebagai orang kaya pada masa kolonial Belanda.

"Salah satu keponakan yang dia bawa, Tjio Pie-Boen, menjadi pendiri Boen Bio di Kapasan, sedangkan keponakan lainnya mendirikan Kelenteng Hong Tek Hian di Kampung Dukuh," tambahnya.

Di masa kecil, Dr. Tjio sendiri tinggal di sebuah gedung megah yang dikenal sebagai Bioskop Nanking di dekat Pasar Pabean. Kini, gedung tersebut telah beralih fungsi sebagai kantor Bank BCA.

"Dulu, di kanan depan Pasar Pabean ada Bioskop Nanking, sekarang jadi Bank BCA di Jalan Kalimati Kulon. Di sanalah saya tumbuh besar," kenang Tjio sambil menutup perbincangan.

23 Gunung Berapi Aktif di NTT, Flores dan Sekitarnya Rawan, Sumba dan Timor Aman

Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang rawan bencana alam, khususnya erupsi gunung berapi.

 Berdasarkan data dari Bulletin of The Volcanological Survey tahun 1982, terdapat setidaknya 23 gunung berapi aktif di NTT. Gunung-gunung ini tersebar di beberapa pulau di NTT, terutama di Pulau Flores, Palue, Adonara, Lembata, Alor, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.


KLASIFIKASI GUNUNG BERAPI DI NTT

Tipe A: Gunung dengan riwayat letusan yang cukup sering:

1. Inie Lika
2. Inie Rie
3. Ebulobo
4. Iya
5. Kelimutu
6. Rokatenda
7. Egon
8. Lewotobi Laki-Laki
9. Lewotobi Perempuan
10. Ile Boleng
11. Lere Boleng
12. Lewotolok (Ile Ape)
13. Ile Werung
14. Batutara (bawah laut)
15. Hobal (bawah laut)

Tipe B: Gunung yang masih aktif namun tidak seaktif Tipe A:

1. Labalekan
2. Ili Muda
3. Jersey.

Tipe C: Gunung berapi yang aktivitasnya lebih rendah atau jarang meletus:

1. Wai Sano
2. Riang Kotang
3. Pocolek
4. Sokoria
5. Ndetusoko

Sebanyak 23 gunung berapi aktif tersebut berada di NTT bagian utara. Mulai dari Pulau Flores, Palue, Adonara, Lembata, hingga Alor. Pulau-pulau di bagian selatan seperti Sumba, Timor, Sabu, Rote, Raijua tidak punya gunung berapi aktif.

Keberadaan gunung-gunung ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat setempat karena potensi erupsi yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Letusan gunung berapi dapat menyebabkan berbagai dampak. Mulai dari aliran lava, awan panas, hingga abu vulkanik yang membahayakan kesehatan dan mata pencaharian penduduk.

Erupsi gunung berapi memiliki potensi besar untuk mengganggu kehidupan masyarakat, terutama di wilayah yang berdekatan dengan gunung tersebut. Letusan gunung dapat menyebabkan kerusakan pada lahan pertanian, merusak infrastruktur, hingga memaksa penduduk untuk mengungsi. 

Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan berbagai upaya mitigasi bencana, termasuk memantau aktivitas vulkanik, memberikan peringatan dini, dan melakukan simulasi evakuasi di wilayah rawan.

Namun, tidak semua upaya mitigasi mudah diterapkan di NTT mengingat keterbatasan infrastruktur dan tantangan geografis. Prof. Dr. J.A. Katili, ahli vulkanologi, menekankan bahwa meramalkan aktivitas gunung api relatif lebih mudah dibandingkan gempa bumi karena lokasi gunung api yang jelas dan dapat dipantau secara intensif.

Sebagai salah satu provinsi yang memiliki potensi bencana vulkanik cukup tinggi, Nusa Tenggara Timur perlu terus meningkatkan kesiapsiagaan terhadap letusan gunung berapi. Sinergi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga vulkanologi diharapkan dapat meminimalkan dampak erupsi dan melindungi kehidupan serta mata pencaharian penduduk setempat.

Selasa, 05 November 2024

Rahasia Ini Besar! Kawan Lama Terpilih Jadi Uskup Surabaya

Modik akhirnya terpilih sebagai Uskup Surabaya. RD Agustinus Tri Budi Utomo, imam asal Ngawi, mengisi takhta lowong di Keuskupan Surabaya sejak Uskup Sutikno meninggal pada 10 Agustus 2023.

Sede Vacante di Keuskupan Surabaya memang sangat lama. Bisa jadi karena Paus Fransiskus tidak segera yakin dengan nama-nama calon uskup yang disodorkan. 

Dulu Uskup Sutikno terpilih setelah takhta kosong lama. Surabaya memang khas. Beda dengan keuskupan di Pulau Flores (ada 5 uskup) yang biasanya cepat suksesi uskupnya. 

Selama takhta lowong itu muncul banyak spekulasi di kalangan umat Katolik di Surabaya dan sekitarnya. Ada beberapa nama romo yang disebut sebagai calon. Kawanku eks pimpinan PMKRI menyodorkan 5 nama. 

Modik alias Romo Didik malah tidak termasuk bakal calon unggulannya. 

"Kalau melihat syarat jadi uskup kayaknya tidak banyak calon di Keuskupan Surabaya. Tapi beberapa nama itu potensial," katanya.

Dulu dia mengunggulkan RD Vincentius Sutikno Wisaksono sebagai calon uskup sepeninggal Monsinyur Hadiwikarta. Romo Tikno saat itu masih menyelesaikan studi doktoralnya di Manila. Ternyata benar prediksi kawan itu.

Saya pun terkesan dengan ramalannya. Tapi saya tambahkan bisa jadi imam kongregasi yang dipilih. Bisa juga didrop dari keuskupan lain. Seperti Mgr Hadiwikarta dulu yang berasal dari Keuskupan Agung Semarang.

"Feeling saya Romo Didik," kata aktivis paroki di kawasan pinggiran Surabaya. 

Kok bisa? Potensinya besar dan saya rasa memenuhi semua persyaratan, katanya diplomatis.

Saya hanya tersenyum dengan prediksi kawan itu. Modik tidak masuk daftar nominasi kawan yang menebak tepat Uskup Sutikno itu.

Saya kenal Modik sebagai rekan diskusi yang hebat. Luwes, ramah, aktivitasnya lintas budaya, lintas iman, berada di mana-mana. Masuk ke semua komunitas baik Katolik maupun bukan. 

Modik juga seniman. Jago melukis, bikin drawing, karikatur dsb. Dulu saat awal bertugas di Paroki Sidoarjo Modik sering bergaul dengan seniman-seniman. Saat kosong dia biasa mampir ke rumah sekaligus studio pelukis senior Bambang Thelo (alm) di Sidokare.

"Romo Didik itu pastor yang langka. Seniman yang kesasar jadi romo," kata Bambang Thelo yang dulu dikenal dengan gerakan Green Art di Surabaya.

Saya juga terkesan dengan kualitas vokal Modik saat membawakan prefasi dalam misa kudus. Enak banget. Tidak ada falsnya. Apalagi membawakan madah pujian Excultet atau Bersoraklah pada Sabtu Malam Paskah. 

Kalau ada perlombaan antarpastor di Surabaya, saya jamin Modik masuk 5 besar romo yang suaranya paling bagus, lancar, saat menyanyikan Prefasi. "Sungguh layak dan pantas..."

Modik juga dikenal sebagai peminat bangunan cagar budaya di Surabaya. Dia sering posting gambar gereja tua bersejarah. Di antaranya, Gereja Katedral HKY, Gereja Kepanjen (lama dan baru). Sumbernya lebih valid karena dari buku-buku di Keuskupan Surabaya.

Terakhir Modik menelepon saya. Saya kira bahas masalah gereja, ormas Katolik dan sejenisnya. Ternyata Modik bertanya tentang Pabrik Gula Karah pada zaman Belanda. 

Modik ingin membuat catatan bahwa Gereja Paroki Sakramen Maha Kudus di Pagesangan, dulunya merupakan lahan pertanian. Kemungkinan lahan tebu untuk kebutuhan PG Karah yang berada di sekitar gereja sekarang.

Selasa sore, 29 Oktober 2024, Modik diumumkan sebagai Uskup Surabaya. Umat bertepuk tangan meriah setelah penantian panjang selama satu tahun dua bulan.

"Rahasia ini besar!" begitu kata-kata pertama Monsinyur Didik di Gereja Katedral HKY seusai namanya diumumkan oleh RD Yosef Eko Budi Susilo sebagai Uskup Surabaya.

Rahasia ini besar! 

Gak nyangka kawan lama terpilih jadi Uskup Surabaya. Selamat!

Minggu, 03 November 2024

Mengapa pengunjung blog ini makin sedikit? Begini jawaban Mister AI



Apakah blog berbasis artikel masih relevan di era media sosial yang gila-gilaan ini?

Ya, blog tulisan masih relevan hingga saat ini. Meski media sosial dan video kini mendominasi internet, blog tetap punya tempat penting, terutama karena beberapa alasan utama:


1. SEO dan Informasi Mendalam

Mesin pencari seperti Google masih mengutamakan konten tertulis untuk memberikan jawaban atas pertanyaan pengguna. Artikel blog yang kaya informasi dan dioptimalkan dengan baik tetap mendatangkan traffic organik.

2. Membangun Kredibilitas dan Otoritas

Blog membantu penulis atau bisnis menunjukkan keahlian di bidang tertentu. Konten yang mendalam dan berbobot di blog membangun kepercayaan dan otoritas di mata pembaca.

3. Ruang Ekspresi Lebih Luas

Blog memberi kebebasan untuk mengeksplorasi topik secara rinci tanpa batasan panjang atau durasi seperti di platform media sosial atau video, sehingga cocok untuk pembaca yang mencari informasi komprehensif.

4. Engagement Jangka Panjang

Artikel blog cenderung lebih awet atau “evergreen” dibandingkan posting di media sosial yang cepat tenggelam. Konten di blog bisa tetap relevan dan mendatangkan pembaca dalam jangka waktu yang lama.

5. Diversifikasi Konten untuk Audiens yang Berbeda

Tidak semua orang nyaman atau punya waktu untuk menonton video atau mendengar podcast. Blog memberi pilihan lain bagi audiens yang lebih suka membaca dalam format tertulis.

Jadi, meski format konten digital terus berkembang, blog tulisan tetap punya peran strategis, terutama dalam hal SEO, membangun brand, dan memberikan informasi yang komprehensif.


Dulu pengunjung blog saya di atas 200. Sekarang di bawah 100 meski pernah di atas 200. Apakah ini pertanda blog saya makin tidak diminati?


Penurunan jumlah pengunjung di blog belum tentu berarti blog Anda tidak diminati, melainkan bisa terjadi karena beberapa faktor lain, seperti:

1. Algoritma Mesin Pencari Berubah

Google dan mesin pencari lainnya sering memperbarui algoritma mereka, yang bisa memengaruhi peringkat artikel Anda di hasil pencarian. Mungkin perlu perbaikan SEO atau pembaruan konten lama agar kembali relevan dan naik di pencarian.

2. Perubahan Minat atau Tren Pembaca

Topik atau gaya tulisan yang dulu populer bisa jadi tidak terlalu menarik bagi pembaca sekarang. Memperbarui blog sesuai tren atau fokus pada topik yang sedang banyak dicari bisa membantu meningkatkan minat pembaca.

3. Persaingan Konten yang Meningkat

Jumlah konten online terus bertambah, sehingga persaingan menjadi semakin ketat. Mengoptimalkan konten blog Anda agar tetap unik, menarik, dan memberikan nilai tambah bisa membantu menarik kembali audiens.

4. Kurangnya Promosi atau Keterlibatan Media Sosial

Hanya mengandalkan mesin pencari mungkin tidak cukup. Membagikan artikel di media sosial atau berkolaborasi dengan blogger lain dapat mendatangkan lebih banyak pengunjung.

5. Kecepatan Muat dan Pengalaman Pengguna (UX)

Kecepatan akses dan tampilan blog juga bisa memengaruhi jumlah pengunjung. Blog yang lambat atau kurang mobile-friendly bisa mengurangi kunjungan.

Jadi, penurunan ini tidak selalu berarti blog Anda tidak diminati. Anda bisa mengevaluasi beberapa aspek di atas untuk memahami alasan spesifiknya dan mencari solusi, seperti memperbarui SEO, meningkatkan promosi, atau memperbarui konten sesuai tren terbaru.

Sabtu, 02 November 2024

Pak Tubi Pulang, Gubuk Mbok Tani di Jolotundo pun Tiada Lagi

Sudah hampir setahun saya tidak ngadem di kawasan Jolotundo, Trawas, Mojokerto. Ternyata banyak perubahan. Warung Bu Ponami di dekat sumber tutup. Muncul warung baru yang lebih modern di sebelahnya.

Pak Tubi sudah berpulang. Mbok Tani, istri Pak Tubi, pun naik ikut keponakannya di atas. Dekat pintu masuk Petirtaan Jolotundo peninggalan Prabu Airlangga yang terkenal itu.

Bagaimana dengan gubuk sekaligus warung di bawah? Ternyata sudah beralih tangan. Sudah dijual Mbok Tani ke Bu Polo, keponakan sendiri.

Warung legendaris itu, salah satu warung tertua di Jolotundo, dibongkar. Dijadikan warung atau kafe modern. Ada perangkat karaoke, WiFi, makanan minuman kelas kafe. Bukan lagi warung ndeso ala Mbok Tani.

Saya pun pangling saat mampir ke Warung Bu Polo (Ibu Kepala Desa). Benar-benar beda dengan yang pernah saya kenal selama 20-an tahun. Kecuali kamar mandinya yang masih sama.

Mbah Bambang Thelo (almarhum), pelukis senior Sidoarjo, yang membawa saya ke Mbok Tani dan Pak Tubi. Pasutri ini hidup seperti orang-orang kampung di pelosok NTT tahun 80-an dan 90-an. 

Listrik belum masuk rumah. Mbok Tani pakai lampu minyak tanah atau pelita pada malam hari. Sudah pasti tidak ada televisi. Tapi pasutri old school itu punya radio kecil untuk hiburan. Pakai baterai.

Pasutri ini juga punya pola tidur macam orang kampung tempo doeloe. Saat magrib tiba, pintu rumah sudah ditutup. Hening. Mbok Tani sembahyang layaknya muslimah tapi ada unsur kejawennya. Kadang obong dupa atau kemenyan.

Pukul 19.00 Mbok Tani dan Pak Tubi sudah tidur. Sudah pasti sebelum azan subuh sudah bangun. Pak Tubi langsung berangkat ke ladang, hutan, di kawasan pegunungan kawasan Jolotundo. Panen kemiri, nangka, mangga hutan, kadang duren.

Hasilnya dijual Mbok Tani di pasar. Biasanya Mbok Tani nunut saya saat turun. "Ketimbang bayar ojek," katanya. Ojek di sini walaupun masih keluarga tetap mahal. Gak ada yang gratis."

Semua itu tinggal kenangan. Mbok Tani makin tua dan lemah. Tidak bisa lagi ngamuk dan memarahi Pak Tubi. Tidak bisa lagi membuat sego sambel untuk saya seperti dulu.

Melisa Abang Tukang Bakso Kangen Lagu Anak ala Era 90-an

Lagu Abang Tukang Bakso dan Semut-Semut Kecil masih populer di pelosok NTT. Itu yang saya amati saat mudik ke Lembata Island beberapa waktu lalu.

Di Jawa Timur lagu anak lawas itu sudah lama hilang. Cuma sesekali saja disenandungkan ART atau babysitter untuk menghibur anak majikan.

Saya jadi ingat Melisa Trisnadi. Dialah yang populerkan dua lagu tersebut. Melisa putri bos Gajah Mada Record. Kebetulan lagu anak-anak lagi disukai pada era 90-an. Melisa diminta nyanyi apa adanya. Polos-polos saja khas anak. Tidak perlu teknik vokal yang ribet.

Lagu itu meledak. Kaset Melisa laku keras. "Gak nyangka kalau booming. Seneng banget denger lagu Semut-Semut Kecil dan Abang Tukang Bakso dinyanyikan di mana-mana," katanya.

Setelah remaja, kemudian dewasa, Melisa tidak melanjutkan karir sebagai penyanyi meski punya label rekaman ayahnya. Dia memilih usaha dagang alias bisnis. Menyanyi hanya hobi di kala senggang.

"Boleh dibilang sudah 30 tahunan saya tidak menyanyi (di depan khalayak)," katanya belum lama ini.

Melisa juga tidak aktif di media sosial. Tidak muncul di YouTube atau podcast. Malah ada gosip bahwa Melisa sudah meninggal karena kesetrum. "Aku sih biasa aja," katanya.

Di era digital industri musik sudah berubah total. Label-label macam Gajah Mada tidak bisa lagi mencetak kaset jutaan kopi seperti dulu. Lagu anak macam Semut-Semut Kecil atau Abang Tukang Bakso pun tak ada lagi.

Anak-anak sekarang malah lebih senang menyanyi lagu-lagu dewasa. Pejabat-pejabat malah senang dan menikmati. Farel dari Banyuwangi bahkan diundang Presiden Jokowi ke Istana Negara untuk membawakan lagu dangdut koplo berbahasa Jawa: Ojo Dibanding-bandingke.

Melisa prihatin dengan hilangnya lagu anak-anak di tanah air. Dia lagi cari konsep untuk mempopulerkan lagu anak yang syair dan musiknya benar-benar sesuai dengan usia anak. 

"Tidak mudah karena eranya sudah berbeda," kata Melisa.

Ojo dibanding-bandingke karo jaman biyen Melisa sek cilik!

Jumat, 01 November 2024

Satu Abad Gedung Soverdi di Surabaya, Tinggalan Bruder CSA, Sekarang Milik Pater SVD

Gedung Soverdi di Jalan Polisi Istimewa 9, Surabaya, akan menjalani proses renovasi untuk menyambut usianya yang ke-100 pada 2025. Bangunan bersejarah ini, yang berdiri sejak 1925 dan dirancang oleh arsitek terkenal Hulswit, Fermont & Ad. Cuypers, telah menjadi jujukan mahasiswa dan komunitas pencinta sejarah di Surabaya yang mengagumi arsitekturnya yang klasik dan kokoh.

Gedung Soverdi awalnya milik Bruder CSA (Congregatio Sancti Aloysii), kongregasi yang mengelola SMAK St. Louis, sekolah menengah yang cukup terkenal di Surabaya.

Pada 1975, gedung ini diserahkan Bruder CSA kepada imam-imam SVD, yang sebagian besar berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejak itu, gedung ini menjadi tempat tinggal bagi para pastor kongregasi SVD hingga kini.

Pater-pater Soverdi yang kini menempati gedung ini, di bawah koordinasi Pater Fritz Edomeko SVD sebagai ketua panitia, tengah berupaya mengumpulkan dana renovasi, yang diperkirakan memerlukan biaya besar. 

"Karena gedung Soverdi telah masuk dalam kategori cagar budaya, kami hanya bisa melakukan perbaikan di bagian dalam bangunan tanpa mengubah bentuk asli, terutama di sisi luar," ujar Pater Fritz.

Renovasi ini ditujukan untuk memperbaiki bagian dalam gedung yang kondisinya sudah banyak yang rusak. Panitia mengajak masyarakat luas untuk ikut serta memberikan donasi guna mendukung proses renovasi ini. 

Donasi dapat disalurkan melalui rekening BCA 258-5080975 atas nama Kongregasi Serikat Sabda Allah.

Salah satu pengunjung, Ratri Saraswati, mengungkapkan kesan saat mengunjungi Soverdi. Anggota komunitas tempo doeloe itu menulis:

"Bangunannya kokoh dan memiliki suasana tenang. Saya merasa betah, cocok untuk healing. Kami disambut ramah oleh Romo Soni Keraf yang mengantar kami berkeliling melihat sudut-sudut gedung, hingga ke dapur tempat para suster sedang memasak," ujarnya.

Rencananya, renovasi gedung Soverdi ini akan diselesaikan dalam beberapa tahun mendatang, seiring dengan upaya penghimpunan dana yang tengah berlangsung.