Djagad Ngadianto pelukis yang rajin nggowes pagi. Saya sering ketemu dia di kawasan Tambak Oso, Tambak Sumur, atau Gunung Anyar. Dekat perbatasan Surabaya dan Sidoarjo.
Djagat seniman yang tekun. Meski hasil melukis sulit ditebak, lukisan-lukisan sulit laku, apalagi di masa pandemi, pria asal Bojonegoro ini terus berkarya. Lebih produktif selama pandemi corona.
"Tetep dilakoni ae, Cak. Rejeki sudah ada yang ngatur," katanya.
Selain melukis, Djagat bekerja serabutan. Kadang masih ada kaitan dengan seni rupa, pertamanan, tapi kadang kerjaan biasa. Sepulang bekerja, dia melukis dan melukis.
Karyanya lebih ke refleksi kehidupan. Mengkritik situasi sosial dengan bahasa visual. Kadang dibalut dunia pewayangan.
Masih di awal tahun 2024, Djagat Ngadiyanto bersama beberapa pelukis Surabaya, Sidoarjo, dan sekitarnya gelar pameran bersama di Balai Pemuda, Surabaya. Ada pelukis senior Setyoko, Ambdo Brada, Benny Dewo, Djagad Ngadianto, Te Kamajaya.
Ada lagi Nunung Harso, Esti S. Ardian, Hence, Anny Djon, Pingki Ayako. Judul pameran bersama: Energy of Future. Dibuka 12 Januari dan ditutup 17 Januari 2024. Pameran lukisan di Surabaya memang rata-rata satu pekan saja.
"Pameran ini jadi titik awal kegiatan seni rupa di Surabaya tahun 2024. Jadi pemicu untuk pameran-pameran selanjutnya," kata Setyoko pelukis senior Surabaya, sekarang tinggal di kawasan Waru, Sidoarjo.
Selepas pandemi dunia seni rupa di Surabaya kembali menggeliat. Tahun lalu cukup banyak pameran di Balai Pemuda, Alun-Alun Surabaya, beberapa galeri, hingga hotel-hotel. Tapi penjualan lukisan rupanya belum normal. Kawan-kawannya Djagat masih sering sambat di media sosial.