Ayas tak asing dengan Lawang. Apalagi Sumber Porong yang ada RSJ terbesar itu. Ada orang Lembata yang menikah dengan wanita asal Sumber Porong pada pertengahan 80-an. Dibawa ke Lembata dan kerasan sampai tua.
Karena itu, dulu ayas sering mampir ke rumah orang tua istrinya Om Ignatius Hurek itu. Sejuk nyaman asri. Daratannya lebih tinggi Kota Malang yang +429 dpl (kalau tak salah ingat).
Ayas juga beberapa kali diajak eksplorasi gedung tua di Lawang. Salah satunya Hotel Niagara. Banyak gosip berbau klenik tentang hotel ini. Tapi ternyata ayas tidak pernah diganggu nonik-nonik Londo atawa Tenglang. Lelap sekali tidur di Hotel Niagara meski tanpa AC.
Tidak jauh dari pasar ada gereja Protestan peninggalan Belanda: GPIB. Pinggir jalan raya. Sudah direnovasi sehingga tidak asli lagi. Tak jauh dari GPIB ada Gereja Jago. Ada juga orang Lawang atau Malang menyebut Gereja Ayam.
Entah mengapa disebut Gereja Jago atau Gereja Ayam. Mungkin ada kaitan dengan kata-kata peringatan Yesus Kristus kepada Petrus tentang penyangkalan itu. Yang pasti, Gereja Jago ini tidak ada kaitan dengan Jamu Jago.
Meski sudah sering blusukan di Lawang, ayas atau saya belum pernah mampir ke halamannya. Apalagi masuk untuk ikut ekaristi. Sebab bukan hari Minggu. Nawak-nawak justru lebih suka eksplorasi bangunan GPIB.
Karena itu, Minggu, 31 Januari 2023, ayas mampir ke Gereja Jago. Ikut misa tutup tahun dan menyambut tahun baru 2024. Ada pastor tapi tidak ada misa. Hanya ibadat sabda. Dipimpin seorang frater muda (pasti muda lah) yang sedang melaksakan TOP (tahun orientasi pastoral) di Paroki Lawang.
Ibadat sabda di Lawang ini hanya sekitar 30 menit. Beda dengan ibadat sabda tanpa imam di NTT, khususnya Lembata, yang bisa sampai 90 menit. Kadang ngalah-ngalahi misa kudus.
Homili frater di Lawang ini juga pendek saja. Datar-datar tanpa mengeraskan suara. Apalagi berteriak-teriak sampai suara serak. Umat diajak refleksi tentang kehidupan selama tahun 2023. Kemudian membuka lembaran baru di tahun 2024.
Ibadat sabda usai. Hujan yang sempat mengguyur Lawang sejak sore pun berhenti. Selanjutnya acara bebas di halaman gereja yang luas. Bakar jagung, bakar sate, ngopi, ngeteh, acara bebas.
Anak-anak muda OMK menampilkan aneka atraksi untuk menunggu detik-detik pergantian tahun. Gayeng sekali suasananya.
Ayas lihat cukup banyak jemaat berwajah Flobamora yang jadi aktivis di Gereja Ayam. Orang Flores, Lembata, Timor ada juga di Lawang. "Kalau orang Sumba dan Kupang ada banyak di sebelah, Bung," kata seorang jemaat asal Flores.
Yang dimaksud "di sebelah" itu pasti GPIB. Sebab, orang Kupang dan Sumba hampir bisa dipastikan Protestan ikut GMIT (Gereja Masehi Injili Timor). Mereka rata-rata jemaat GPIB kalau berada di perantauan di Jawa. GMIT dan GPIB sebetulnya gereja yang sama alirannya. Cuma beda nama saja, kata teman senior dari Kupang.
Seperti biasa, perayaan tahun baruan diakhiri dengan acara tiup trompet.
"We wish you a Merry Christmas and Happy New Year!" 🎶🎶
Prof. Dr. Lc. MA. Ph.D. Haji Abdul Somat bersabda :
BalasHapusSudah ku bilang, jangan kau tiup itu terompet haram.
Sudah ku bilang, jangan kau ikutan kebiasaan Yahudi.
Jangan jangan, kau ke neraka nanti.
Kok ada manusia yang gelarnya sedemikian banyak tapi 很笨. Amit amit !
Bung Somat itu pinter banget. Pinter minteri.. keminter. Katanya di palang ada jin kafirun. Akeh penggemare wong pinter iku.
HapusSemoga semua orang dijauhkan dari siksa api meraka yang menyala-nyala.
Bang Somat emang pinter khotbah sambil ngelawak. Sebenarnya ok ok saja jika dia bicaranya tentang agamanya sendiri. Yang jadi masalah dia suka ngelantur ke agama orang lain dan mengungkit-ungkit ras. Bahaya.
HapusLambertus, di Jakarta ada juga GPIB di Pasar Baru yang disebut Gereja Ayam, karena di atas gedung gereja ada petunjuk arah mata angin yang berbentuk ayam jago.
BalasHapus