Sabtu, 13 Januari 2024

Semua toko di Kembang Jepun diminta pasang nama beraksara Tionghoa

Selepas tahun baru umum (d/h Masehi), bakal menjelang tahun baru Imlek. Sudah dipastikan pada 10 Februari 2024. Meski menggunakan penanggalan bulan, tidak akan ada perbedaan tanggal.

 Orang Fujian, Guangdong, Beijing, Xinjiang, Yunnan, dan warga Tionghoa di luar Tiongkok pun sepakat tahun barunya 10 Februari. Tahun Naga. Binatang ini disebut-sebut membawa hoki atawa keberuntungan.

Berbahagialah mereka yang punya shio Naga!

Ada yang berubah di kawasan pecinan Kembang Jepun, Surabaya, jelang Imlek. Toko-toko memasang papan nama dalam dua aksara: bahasa Indonesia pakai aksara Latin (biasa) dan bahasa Tionghoa (aksara hanzi).

Nama-nama jalan di pecinan juga dibuat dalam dua bahasa. Tujuannya untuk mempertegas dan memberi warna kawasan pecinan Surabaya. 

Sebelumnya Pemkot Surabaya membuka wisata kuliner Kya-Kya di Jalan Kembang Jepun. Pemkot ingin menggairahkan suasana di Surabaya Utara yang cenderung lengang pada malam hari. 

Kawasan pecinan dijadikan salah satu titik wisata heritage. Suroboyo Kutho Lawas istilah resminya. 

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi yang punya ide untuk revitalisasi kawasan pecinan, Jembatan Merah, Taman Sejarah, hingga Ampel bernuansa Timur Tengah.

Aneh kalau kawasan pecinan tapi tidak ada toko-toko atau kantor yang pakai tulisan Tionghoa! Begitu pemikiran Cak Eri. Sekaligus mengembalikan aksara Tionghoa ke ruang publik setelah diharamkan rezim Orde Baru.

Owe sempat perhatikan suasana rapat bersama pemkot dan pengusaha-pengusaha Kembang Jepun dan sekitarnya di kantor Radar Surabaya. Salah satunya membahas plang toko yang pakai dua bahasa itu. 

Hampir semuanya sepakat meski ada beberapa yang masih pikir-pikir. Dulu aksara Tionghoa dilarang keras, sekarang malah diminta memasang di toko-toko. Wolak-walike jaman!

"Puji Tuhan, kita orang tentu seneng dengen pemkot punya kebijakan. Cuma kita orang perlu waktu untuk cari nama yang hoki," kata seorang pengusaha.

Selain aksara Tionghoa, owe lihat aksara Jawa juga mulai dipasang di kantor-kantor pemkot. Makin warna-warni Surabaya ini. Ke depan anak-anak muda tak hanya belajar bahasa Inggris tapi juga bahasa Jawa dan Mandarin. 

2 komentar:

  1. Selamat Datang Di Surabaya 欢迎来到泗水
    Kalau Surabaya bahasa cina nya si-shui sudah banyak orang yang tahu. Tetapi Banyuwangi oleh orang cina disebut gualambang 外南梦, mungkin sedikit orang yang tahu.
    Bulan September yang baru lalu saya mengunjungi teman lama saya si-Gwan di kota Yong-chun Tiongkok. Kami sebenarnya sama2 tinggal di satu kabupaten yaitu Quanzhou, tetapi lain kecamatan, dia di Yongchun dan saya di Hui'an, jaraknya 90 Km.
    Nah saya berdiskusi dengan istrinya Gwan, yang cina-medan, mengapa Banyuwangi oleh orang cina tidak disebut Xiangshui yang berarti Airharum.
    Si-Gwan, yaitu teman sekolah saya di tahun 1955 sampai 1958, dulu sama2 naik spoor kluthuk ke Rogojampi.
    Dia hwe-kuok atau tui-teng-shua, pulang kampung pada tahun 1960. Si-Gwan ini yang dulu, 20 tahun silam, rumahnya pernah saya inapi, tetapi payah, kakus-nya tidak berpintu, jadi jongkok, ngising menghadap gawang.
    Sekarang kakusnya sudah berpintu dan jamban-nya sudah jamban duduk. Bahkan sekarang sudah punya dua unit rumah. Dari semua saudara, dia satu2-nya yang pulang kampung. Kedua adik2-nya yang laki2 semuanya jadi haji. Pak Haji kaya raya. Haji Pur dan Haji Tik.
    Haji Pur ini yang pernah me-maki2 kepada saya, sebab Koh-de nya dia yang cina-baba pulang Tiongkok, sedangkan saya yang cina-totok terbangnya ke Eropa.
    Baik Haji Pur maupun Haji Tik pernah bilang kepada engkoh mereka, Koh-de ngapain lu di Tiongkok, ayo pulang ke Banyuwangi, kumpul sama kita semua bersaudara. Haji Pur menawarkan Villa luxusnya di lereng gunung untuk Koh-de nya. Haji Tik juga menawarkan rumah besar mewah disebelah rumahnya kepada Koh-de. Tetapi Koh-de menolak.
    Saya bilang ke Gwan; Lu kok cek goblok nemen, dikeki villa karo omah kok gak gelem !
    Gwan dengan sabar bilang kepada ku; Gua ini datang ke Tiongkok tanpa bawa apa-apa. Lu tahu orang tua gua adalah keluarga miskin di Indonesia. Orang2 cina komunis ini memberi gua makan, menyekolahkan gua sampai universitas, gua harus berterimakasih kepada bangsa dan negara komunis ini. Adik2-gua di Indonesia seharian bingung cari uang, mereka tidak ada waktu untuk gua, ujuk2-nya gua di Indonesia cuma dijadikan tukang jaga villa dan rumah. Di Tiongkok gua punya banyak teman2 sesama hoakiao yang sejak 60 tahun senasib dan sepenanggungan dengan gua. Tiap hari ketemu main catur-cina sambil minum teh dan ngobrol.
    Di Indonesia di Villa gunung terpencil itu, gua tidak punya teman. Emoh aku gak gelem.
    Jadi : Tidak cukup, dimana bumi ku pijak disana langit ku junjung. Harus ditambahi ku cintai, ku berterimakasih.
    Boro-boro menjunjung, mencintai, berterimakasih, malah yang memberi makan di-goblok2-in, diperbudak, disuruh cium kaki. Dasar Immigrant2 brengsek !

    BalasHapus
  2. Apakah gagasan dwi-bahasa dari bapak walikota sudah dipikirkan secara matang ? Benak saya jadi melayang ke Kitab Exodus 12, Tulah ke-10 yang dikutukkan kepada Firaun.
    Di Denpasar, pertengahan tahun '50-an sampai awal tahun '60-an, diterapkan kebijakan dwi-warganegara.
    Rumah milik warga imigran, di kusen pintu depannya, harus dipasangi papan dari metal seng, cat warna hitam tulisan putih ukuran 30x40 Cm. Bagi warga imigran yang sudah berstatus WNI cukup dipasang papan nama pemilik rumah. Misalnya Tan Bo Tak , Liem Sio Bak, dll.
    Namun jika Bo-tak dan Sio-bak masih berstatus WNA, maka kecuali pasang papan nama, harus ditambah pasang papan bergambar bendera negara yang bersangkutan. Dirumah saya ada papan nama ibu saya dan papan bendera merah plus 5 bintang kuning. Peraturan itu berlaku untuk semua warga imigran, tanpa pengecualian, baik dia arab, india, pakistan, cina dll. Sebab itu dulu orang2 arab juga kuthuk2 seperti cina nya, tidak ngelunjak kayak sekarang. Dibedakan nya antara rumah WNA dan WNI, supaya lebih mudah untuk merampas atau halusnya menasionalisasi. Seperti halnya rumah kami sendiri.
    Lebih baik, kalau di Bali bikin sanggah atau pelinggih dihalaman rumah, kalau di Jawa Timur gantung tulisan arab atau salib di ruang tamu, seperti yang dilakukan oleh para teman2 tionghoa saya. Boro-boro pasang hanzi.
    Orang orang awak masih suka angin-anginan, tak tahu kapan anggot ngamuk karepe dewe, susah diprediksi.
    Ketika anggota KKO mengebom di Singapura, akibatnya rumah makan merek Singapur di Pasar Besar milik encek digeruduk dihancurkan. Apes deh lu cek, sampai nular ke Meliana.
    Dulu Moses dan Aaron melumuri darah domba di kusen pintu rumah2 mereka, supaya selamat. Sekarang pasang hanzi, untuk cari gawe. Ojo gendheng kon rek !

    BalasHapus