Sabtu, 20 Mei 2023

Gepekris Prigen buah karya misionaris Tiongkok tempo doeloe

Orang Tiongkok tidak cuma pinter dagang. Mereka juga ikut pekabaran Injil ke berbagai negara. Salah satunya ke Hindia Belanda yang sekarang jadi Indonesia.

Salah satu karya misionaris Tiongkok adalah Gereja Persekutuan Kristen (Gepekris). Gereja aliran pentakosta ini dulunya satu sinode dengan Gereja Kebangunan Kalam Allah (GKKA). Ayas kenal GKKA karena dulu sering ngopi dekat GKKA di Sidoarjo. Dekat dengan stasiun kereta api itu.

Ayas awalnya penasaran dengan Gepekris di Jalan Raya Ledug Nomor 9, Tretes, Pasuruan. Sebab, gereja ini unik. Lokasinya tak jauh dari Graha Wacana, rumah retret milik pater-pater SVD, juga di Desa Ledug. Bedanya Graha SVD belum lama dibangun. Gepekris ini gereja tua tempo doeloe.

Ayas pun mampir ngopi di dekat Gepekris Prigen. Ada warkop dan kafe yang bagus. Binaan gereja itu. Ayas bertanya sedikit tentang keberadaan Gepekris, corak, tata liturgi, dan sebagainya.

Sayang, hampir semua orang yang Ayas ajak ngobrol itu muslim. Mereka hanya tahu ada gereja di Jalan Ledug. Mereka tidak bisa bedakan maka Katolik, Protestan, Pentakosta, Karismatik, Advent dsb. "Pokoke iku gerejone wong Nasrani,"  kata jamaah warkop.

Syukurlah, di era digital ini tersedia banyak informasi di internet. Ayas buka Wukipedia. Ada artikel yang membahas Gepekris secara umum. Gereja ini hasil pekabaran Injil yang dilakukan Chinese Foreign Missionary Union (CFMU). 

CFMU berpusat di Ik Chou, Kwangsi. Diketuai Pendeta Leland Wang. Pada 26 Maret 1929 CFMU mengutus misionaris dari Tiongkok ke luar negeri untuk mengabarkan Injil. "Lingkup penginjilan CFMU semakin luas ke berbagai bangsa dan daerah, sehingga kantor lembaga misi CFMU dari Provinsi Kwangsi dipindahkan ke Hongkong," tulis Wikipedia. 

Ayas terkesan membaca artikel tentang zending Tiongkok, CFMU, hingga jadi Gepekris. Bukan main gembala-gembala dari Tiongkok. Seandainya Tiongkok tidak jadi negara komunis pada 1949 bisa jadi akan banyak gereja-gereja di sana.

Haleluyaaaaah!!! 

Konser mencerdaskan bangsa ala Ahmad Dhani

Terlepas dari sepak terjang politiknya, Ahmad Dhani tetaplah musisi dan komposer hebat. Semalam Dhani bersama bennya Dewa 19 dan sejumlah artis papan atas bikin konser di Surabaya. Judulnya The Night At Orchestra Chapter III.

Bukan konser ben biasa. Orkes semiklasik mengiringi lagu-lagu Dewa 19 yang (hampir) semuanya dikarang Ahmad Dhani.

Dhani membuka pertunjukan dengan hit lawas Queen, Bohemian Rhapsody. Lalu komposisi karya  Rachmaninoff dan Maurice Ravel. Terlihat musikalitas politikus Gerinda ini bukan kaleng-kalengan.

Mulan Jameela, istri tersayang Dhani, dapat jatah tarik suara 5 lagu. Meski usianya sudah kepala papat dan sibuk jadi anggota parlemen, Mulan masih energetik. Penonton senang. Riuh rendahlah arena konser di Grand City.

Lalu Muhammad Devirzha alias Virzha, vokalis Dewa 19, membawakan lagu-lagu hit ben itu. Roman Picisan, Selimut Hati, Lagu Cinta, Pupus, dan Risalah Hati.

Ari Lasso, vokalis pertama Dewa 19, dapat giliran terakhir. Lasso membawakan lagu-lagu yang tak asing lagi bagi anak muda 90an (yang kini makin menua).  Elang, Aku Milikmu, hingga Cinta Kan Membawamu Kembali.

Lasso ini juga sudah tua - ukuran artis pop. Tapi penonton tetap senang dengan karakter vokalnya yang bersih dan tajam.

Dhani bilang konser di tahun politik ini ada misi khusus untuk edukasi penonton. Khususnya agar bisa mengapresiasi orkestra. Musik orkestra (klasik) bisa mengasah kecerdasan. "Jadi, saya ingin mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," tuturnya.

Dhani yakin penonton yang beli tiket mahal tidak pulang dengan tangan hampa. Tapi membawa ilmu.. dan makin cerdas.

Jumat, 12 Mei 2023

NTT Nasib Tidak Tentu Kini Terangkat berkat ASEAN Summit di Labuan Bajo

Nusa Tenggara Timur disingkat NTT. Orang NTT sejak dulu punya beberapa pelesetan NTT. Ada yang bilang Nusa Tetap Tertinggal, Nasib Tidak Tentu, tapi Nanti Tuhan Tolong.

Bukan tanpa alasan. Sejak dulu angka kemiskinan tinggi. Rakyat NTT hidup di bawah garis kemiskinan, begitu kata Gubernur NTT Ben Mboi saat aku kecil di pelosok NTT pada 1980-an.

Dulu NTT hanya ada 12 kabupaten. Sekarang 22 kabupaten. Dulu orang NTT pun kurang mengenal Labuan Bajo. Yang dikenal cuma kadal raksasa Varanus Komodoensis. Itu pun karena komodo jadi lambang Provinsi NTT sejak 20 Desember 1958.

Kabupaten Manggarai Barat belum ada. Labuan Bajo dan pulau-pulau sekitarnya ikut Kabupaten Manggarai. Daerah asal Brigjen TNI Ben Mboi yang jadi gubernur NTT paling fenomenal (menurut saya).

Setelah reformasi kabupaten-kabupaten bermekaran. Labuan Bajo jadi kabupaten sendiri. Salah satu kabupaten termuda di NTT. Eh, ternyata Labuan Bajo malah maju sangat sangat pesat ketimbang kabupaten-kabupaten tua macam Kupang, Ende, Sikka (Maumere), atau Flores Timur (Larantuka).

Itu semua tak lepas dari kerja nyata Jokowi. Tanpa dukungan penuh pemerintah pusat mustahillah Labuan Bajo bisa dikemas sebagai destinasi wisata unggulan di Indonesia. Malah jadi tuan rumah KTT ke-42 ASEAN. 

Benar-benar sulit dipercaya! 

NTT alias Nusa Tetap Tertinggal alias Nasib Tidak Tentu itu kini terangkat ke dunia internasional. Labuan Bajo alias pelabuhan untuk nelayan-nelayan dari suku Bajo mulai dikenal orang banyak. Orang-orang NTT yang biasanya punya inferiority complex atau minderwaardigheids complex kini boleh sedikit berbangga. 

NTT: Nanti Tuhan Tolong! 
Tuhan sudah tolong lewat tangan-tangan pemerintah pusat. Khususnya Presiden Joko Widodo.


Presiden Joko Widodo:

"Labuan Bajo di NTT adalah salah satu tempat terindah di Indonesia. Para pemimpin negara-negara ASEAN yang hadir di KTT ke-42 ASEAN pun begitu menikmati suasana senja Labuan Bajo dari atas kapal pinisi seusai serangkaian pertemuan di hari pertama, Rabu 10 Mei 2023."

PM Singapura Lee Hsien Loong:

"This is my first time on this beautiful island of Flores in the Nusa Tenggara region of east Indonesia, right next to the Komodo National Park. It is one of Indonesia's many island gems and a 'city of sunsets'.

Look forward to fruitful discussions with fellow leaders over the next few days. – LHL"

PM Malaysia Anwar Ibrahim:

"Kendati terikat dengan jadual padat Sidang Kemuncak ASEAN ke-42 2023 di Labuan Bajo, saya dan Azizah sempat menyertai sesi wacana santai bersama rakan-rakan sejawat di Marina Dock dan Ayana Komodo Waecicu Beach selain menikmati pandangan di kepulauan yang terkenal dengan komodo, wisata alam, haiwan dan buatan.

Peluang ini juga digunakan bagi merapatkan hubungan terjalin dalam mengukuhkan ketumbukan di bawah sebuah keluarga ASEAN yang harmoni.

Moga rantau ASEAN senantiasa diberikan perlindungan dan kemakmuran rezeki yang berlimpah."

Senin, 08 Mei 2023

Paskah Bersama dan Halalbihalal Keluarga Besar NTT di Balai Pemuda Surabaya

Setelah 3 tahun dihajar pandemi, keluarga besar Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata) di Surabaya Raya kembali mengadakan perayaan Paskah 2023 sekaligus Halalbihalal Idul Fitri 1444 Hijriah.

Puji Tuhan, Pemkot Surabaya mengizinkan warga NTT di Kota Pahlawan menggunakan gedung Balai Pemuda yang ikonik dan historis itu. Cukup banyak warga NTT dari 22 kabupaten hadir. 

 Tak sekadar halalbihalal dan Paskahan, kegiatan itu juga dimeriahkan dengan pentas seni budaya khas berbagai daerah di NTT. Cukup menarik meski persiapan sangat singkat.

Selamat Paskah!  
Haleluyaaaa!!! 

Selamat Idul Fitri! 
Minal aidin wal faidzin!
Maaf lahir dan batin.

Sabtu, 06 Mei 2023

Warga Eks Syiah Dipulangkan ke Sampang setelah Taubat

Sebanyak 265 pengungsi asal Sampang dipulangkan ke kampung halaman mereka. Selama 10 tahun warga Sampang itu tinggal di Rusun Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo. 

Kasus ini dulu sempat ramai hingga ke luar negeri. Isunya sangat peka: soal agama. Ratusan orang Sampang itu penganut Syiah. Mazhab yang tidak dikehendaki eksis di Indonesia. Khususnya Madura.

Rumah-rumah pengikut Syiah itu dibakar. Ladang dan sebagainya pun habis. Tajul Muluk pemimpinnya ditangkap, diadili, dipenjara. Sekarang sudah bebas dan bertobat. Kembali ke jalan yang benar.

Cukup lama orang-orang Sampang itu jadi pengungsi di Sidoarjo karena akidah atawa doktrin Syiah mereka sangat kuat. Mereka berani tanggung risiko meski rumah dan harta benda mereka ludes. 

Presiden SBY bersama Pemprov Jawa Timur berusaha mencari jalan keluar. Termasuk membentuk tim khusus yang dipimpin rektor UINSA Surabaya. Tetap saja sulit. 

Ayas cukup sering menemui dan meliput warga Sampang di Puspa Agro itu. Sering melihat mereka bekerja sebagai kuli pengupas buah kelapa. Ada juragan dari Malang yang mempekerjakan ratusan pengungsi.

Ada juga yang jualan kopi, gorengan, bakso dsb. Awalnya sulit karena orang-orang Sampang ini asalnya petani di desa. Tidak terbiasa dengan kehidupan kota industri ala Sidoarjo. Tapi lama-lama terbiasa. Suasana di Puspa Agro jadi meriah saban hari. 

Ayas juga disuruh meliput sekolahnya anak-anak Syiah Sampang. Pemkab Sidoarjo membuka kelas khusus di rumah susun. Ada juga yang dititipkan di SDN dekat rusunawa macam SDN Jemundo. 

Lama-lama mereka terbiasa hidup sebagai penduduk musiman di Sidoarjo. KTP mereka tetap Sampang tapi tinggalnya di Sidoarjo. Kalau ada pemilu legislatif, pilpres, pilkada coblosnya ya di rusunawa itu.

Saking lamanya tinggal di Puspa Agro Sidoarjo, isu pengungsi Sampang tidak lagi menarik. Ayas masih sering ke Puspa Agro tapi tidak tertarik lagi membahas kasus Sampang.

 Ayas justru lebih sering ngobrol dengan pengungsi-pengungsi Pakistan, Afganistan, Somalia, Myanmar, dsb. Kebetulan para pengungsi asing itu juga tinggal di rusunawa yang sama. Cuma beda tower. Pengungsi asing dibiayai UNHCR.

Ayas lalu digeser ke Surabaya. Sudah pasti makin jarang mampir ngopi di warkopnya Jeng Sri di Puspa Agro. Dekat banget dengan lokasi pengungsi asal Sampang itu. Ayas bahkan sudah tak punya nomor Ustad Tajul Muluk dan beberapa pimpinan warga Sampang di Puspa Agro.

Sampai akhirnya muncul berita kemarin di laman internet. Ratusan pengungsi Sampang akhirnya dipulangkan ke kampung halamannya. Dijemput pejabat Pemkab Sampang. Dulu Bupati Fadhilah yang pimpin pengusiran warga Syiah ke luar Pulau Madura.

Alhamdulillah!

Ayas baca ternyata masalah akidah atau doktrin sudah selesai. Ratusan warga Sampang itu sudah tobat massal. Kembali ke jalan yang benar. Tidak lagi ikut "ajaran Tajul Muluk" yang dianggap sesat.

 Tajul sendiri pun sudah taubat, katanya.

Jumat, 05 Mei 2023

Tirakatan Ngalap Berkah di Gua Maria Purworejo, Malang Selatan

Cukup semalam di Gunung Kawi. Ayas lanjutkan perjalanan ziarah ke kawasan Malang Selatan. Tepatnya di Desa Purworejo, Kecamatan Donomulyo. Mampir di Gua Maria Sendang Purwaningsih.

Gua Maria ini cukup terkenal di kalangan umat Katolik di Keuskupan Malang. Ayas yang lama berparoki di Keuskupan Malang malah belum pernah pigi ziarah ke sini. Cuma baca-baca dan belakangan nonton gambarnya di YouTube.

Gua Maria Sendang Purwaningsih ini ada sejarahnya. Sebagai monumen atau tetenger keberadaan misi Katolik di Purworejo sekitar tahun 1932. Mbah Wagirin yang mula pertama jadi katekumen. Alias orang Katolik pertama di situ. 

 Lama-lama umatnya banyak dan jadi paroki. Paroki Purworejo cukup terkenal sebagai paroki desa yang berhasil. Devosi umat untuk Bunda Maria bagus. Mereka juga rajin ekaristi alias misa kudus.

Ayas bertemu Suparlan, penjaga alias juru kunci Gua Maria Sendang Purwaningsih. Mbah Lan asli Purworejo. Ngomong pakai bahasa Jawa halus. Ayas kurang fasih krama inggil sehingga beralih ke bahasa Indonesia pasaran.

Siang itu sepi banget. Gua Maria ini jauh dan terpencil dari jalan raya. Beda dengan gua-gua lain yang selalu ramai dan kadang mirip sentra pedagang kaki lima. Pondokan Mbah Lan juga agak jauh di bawah. Malah dekat dengan masjid.

Karena itu, kompleks Gua Maria ini sangat cocok untuk tirakatan, nyepi, mengasingkan diri, meditasi, atau sekadar mendaraskan rosario.

Ayas yang kecapekan dari Gunung Kawi -- lumayan jauh -- tertidur pulas di pendapa. Saat bangun ada seorang lelaki 40-an tahun. Kristoforus dari Paroki Pandaan. Kris ini bapaknya Flores, mama Jawa Semarang. Dia senang blusukan ke tempat ziarah, khususnya Gua Maria.

Akhirnya, ngobrol banyak dengan Kris. Banyak nyambungnya karena dia sejak kecil misdinar di gereja, aktivis KMK di kampus. Katolik banget pokoknya. Dia juga kagum dengan suasana Gua Maria di Purworejo meski nyaris kesasar dari kawasan Karangkates.

Sekitar satu jam kemudian datang 7 peziarah. Tionghoa semua. Ternyata dari Paroki Redemptor Mundi, Surabaya. Mereka sembahyang rosario lalu pulang. Tinggal Ayas dan Kris.

Pukul 19.00 Kris pulang ke Pandaan. Ayas memilih bertahan di gua. Turun ke Malang terlalu jauh. Fisik tidak kuat. Yah, tirakatan saja di depan Gua Maria. 

Mbah Lan rupanya tidak tega melihat Ayas tidur di pendopo terbuka itu. Dia paksa Ayas tidur di kantor sekretariat yang ada kasur empuk. "Sampean itu tamu kehormatan saya," katanya.

Ayas akhirnya manut keinginan Mbah Lan. Padahal biasanya Ayas istirahat seadanya di depan Gua Maria. Itu biasa Ayas lakukan di Sendangsono, Kulonprogo, Jogjakarta, atau Puhsarang, Kediri. 

Matur nuwun, Mbah Lan!
Berkah Dalem!

Rabu, 03 Mei 2023

Pigi ziarah cari ketenangan di Gunung Kawi

"Gunung tidak perlu tinggi asal ada dewanya."

Kata-kata ini sering dikutip Tuan Yu Shiguan pengusaha media dan mantan menteri. Taipan Mochtar Riyadi juga sering kutip pepatah ini.

"Laut tidak perlu dalam asal ada naganya," sambungan pepatah lawas itu.

Gara-gara membaca tulisan Tuan Yu tentang Gunung Kawi, Ayas pun ingin mampir ke sana. Tuan Yu memuji habis perubahan kompleks Gunung Kawi yang makin bersih, teratur, nyaman, aman, dan sebagainya. Itu karena ada renovasi besar saat pandemi covid.

Ayas sudah lama sekali tidak pigi lihat Gunung Kawi. Kali terakhir 2007 - kalau tidak salah ingat. Waktu itu ada pengalaman buruk. Ayas merasa diperas oleh komplotan di tempat ritual yang disebut keraton. Padahal, Ayas cuma ingin wawancara dengan bapak kuncen alias juru kunci.

Sejak itu minat ke Gunung Kawi di kawasan Wonosari, Kabupaten Malang, hilang. Jangan-jangan, jangan-jangan... terulang lagi. Apalagi Gunung Kawi ini dianggap tempat pesugihan, klenik, kuasa gelap dsb yang harus dijauhi. 

"Ngapain ke Gunung Kawi? Apanya yang menarik?" kata kawan penganut aliran karismatik haleluya. 

Tapi Ayas lebih manut Tuan Yu yang santri dan punya pemahaman mendalam tentang budaya dan tradisi Tionghoa. Tuan Yu bahkan membawa kembang untuk Dewi Kwan Im di Kelenteng Gunung Kawi. Kemudian mampir ke Rumah Ciamsi. Lalu nyekar di makam utama alias pesarean paling atas yang terkenal itu.

"Gunung Kawi itu perpaduan Tionghoa, Jawa, dan Islam," kata Yu.

Ayas pun mampir ke Gunung Kawi saat libur Lebaran lalu. Kondisi jalan raya sudah jauh lebih baik ketimbang belasan tahun lalu. Hanya beberapa ruas jalan di kawasan Ngajum yang jelek. Jalan raya di Kecamatan Wonosari, lokasi Gunung Kawi, sangat mulus.

Meski disebut gunung, kawasan wisata religi atau pesarean ini tidak serasa di gunung. Suhu udara hampir sama dengan di Malang. Ayas bahkan bisa mandi sekitar pukul 7 malam. Tidak perlu mandi air hangat. 

"Suhu di Kawi sekarang memang beda dengan dulu," kata seorang ibu pemilik penginapan. "Perubahan suhu karena climate change," kata Koh Ming dari Surabaya.

Koh Ming ternyata pelanggan setia Gunung Kawi sejak puluhan tahun lalu. Kali ini dia membawa rombongan istri, anak, menantu, cucu. Ayas banyak cakap dengan baba yang rajin pigi sembahyang di kelenteng itu.

"Saya punya anak ada yang Katolik, ada Pentakosta, tapi sering ke Gunung Kawi juga. Kita orang dateng ke sini untuk wisata. Bukan cari pesugihan, minta ini, minta itulah," katanya.

"Ayas juga datang untuk wisata. Mau lihat-lihat kondisi Gunung Kawi setelah direnovasi. Ternyata lebih bersih dan bagus. Gak ada lagi pedagang-pedagang dan pasar tumpah di jalan," komentar Ayas.

Koh Ming: "Bersih tapi gak ada cuan, buat apa? Sekarang sepi pengunjung. Orang dagang dapet duit dari mana?"

Ayas: "Tapi sekarang aman, gak ada copet, pengemis. Gak ruwet kayak dulu. Suasananya bagus untuk foto-foto, media sosial, selfie..."

Koh Ming: "Cuannya dari mana? Dulu penuh ini jalan. Sekarang Sampean lihat cuma berapa orang saja."

Siansen ini memang senang bicara. Ngobrol dengan dia tak akan habisnya. Maka, Ayas pamit jalan ke atas. Mampir sejenak di Kelenteng Kwan Im lalu Ciamsi di sebelahnya. Ada tiga orang Tionghoa yang sedang antre melakukan ritual ciamsi. Menanyakan peruntungannya kepada dewa.

Ketika dapat nomor yang dianggap kurang hoki, diulang. Sampai ketemu ramalan yang dirasa positif. Lama sekali wanita 60-an itu bermain-main ciamsi. Semoga dia orang dapat banyak rezeki.

Puncak wisata religi Gunung Kawi ya di pesarean. Makam Eyang Djoego kalau tidak salah. Ayas lihat tidak banyak peziarah yang masuk. Hanya 5 atau 7 orang saja petang itu. Sekitar 20 pengunjung duduk merenung di bangku dekat Makam Eyang.

Suasana hening. Tidak ngobrol ngalor ngidul macam di warung dekat penginapan yang ada Koh Ming itu. Bukan karena sibuk sembahyang, meditasi, wiridan, tapi asyik dengan ponsel masing-masing. Beda banget dengan dulu ketika belum ada HP android dan media sosial.

Menjelang magrib, Ayas turun. Ketemu lagi dengan Koh Ming. Ngobrol lagi soal perkembangan Gunung Kawi, minat warga Tionghoa Surabaya dateng ziarah ke Gunung Kawi, hingga ciamsi, Kelenteng Kwan Im, hingga kuliner di Gunung Kawi.

"Makanan di sini buanyaaaak dan murah. Rasanya juga lezat," kata Koh Ming.

Dui, dui, dui... ciamik!