Ada pater di Banyuwangi yang viral di media sosial dan media online karena toleransinya yang tinggi. Romo Tiburtius Catur Wibawa, O.Carm bikin musala di Griya Ekologi Kelir, Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Griya itu tempat pelatihan milik SMA Katolik Hikmah Mandala Banyuwangi. Romo Catur rupanya ditugasi Yayasan Karmel Keuskupan Malang untuk berkarya di sekolahan itu. Sang pater mendirikan musala itu pada 2019. Bisa menampung 12 sampai 15 jamaah.
"Ketimbang pengunjung-pengunjung yang muslim kesulitan tempat salat," kata pater asli Banyuwangi itu.
Banyak sekali komentar-komentar yang mengapresiasi gebrakan Catur Wibawa. Di tengah arus intoleransi yang makin deras, seorang pastor Katolik justru bikin musala. Malah ia mempersilakan kalau ada orang Hindu yang bikin pura kecil. Orang Buddha bikin wihara mungil.
"Asal konsepnya pakai rumah Osing. Griya Maria pun pakai Osing," kata sang pater karmelit itu.
Saya ikut kagum dengan Romo Catur. Sekaligus kaget karena dia sudah jadi pastor yang punya warna sendiri. Agak beda dengan klerus-klerus kebanyakan di tanah air.
Dulu saya dekat banget dengan Catur sewaktu di Jember. Sama-sama kos di Jalan Kalimantan, kawasan Tegalboto. Saya di Gang 14, Catur di Gang 20-an. Jalan kaki tidak terlalu jauh.
Catur punya tape compo yang besar. Punya kaset-kaset cukup banyak. Saya hanya punya tape sederhana. Kaset-kasetku tak sampai 10 biji. Itu pun kurang bagus. Cuma Whitney dan "Bad" Jackson yang oke. Saat itu harga kaset terlalu mahal.
Maka, saya sering mampir ke kamarnya Mas Catur untuk nyetel kaset. Kebanyakan lagu-lagu Barat lawas nostalgia. Kayak Imagine, Welcome to My Word, Dream Dream Dream, Send Me the Pillow.. kayak gitu lah.
Catur juga punya banyak buku filsafat, teologi Katolik, pendalaman kitab suci, tulisan romo-romo. Kuliah di Universitas Jember tapi kok banyak buku kayak anak seminari? Saya penasaran memang.
Tapi Catur memang sudah kelihatan punya bakat jadi romo saat di Jember. Rajin misa bukan hanya hari Minggu. Sering mengajak saya dan teman-teman doa rosario dan baca kitab suci, ikut kor, dan sebagainya.
Suatu saat saya diajak ke kampung halaman Catur di Tegaldelimo, Banyuwangi. Kampung yang indah dengan sawah yang luas menghijau. Orang Katolik tidak banyak di situ. Orang tua Catur jadi pimpinan stasi.
Hari Minggu ada ibadat sabda tanpa imam. Sebab pastor-pastor kurang dan biasanya tugas di kota. Maka, seperti di NTT, umat awam yang pimpin sembahyang tanpa imam. Di situlah saya lihat peranan keluarga Catur Wibawa.
Lama tak ada kabar, sekian tahun berlalu, saya tak lagi ingat Catur. Kita orang sibuk sendiri-sendiri dengan segala persoalan dan rutinitas. Hingga saya dengar kabar ada romo di Banyuwangi yang bangun musala yang viral di media sosial itu.
Romo Tiburtius Catur Wibowo, O.Carm.
Saya belum sempat mampir ke griya musala itu sekaligus kangen-kangenan. Tapi saya menduga Catur masih senang menikmati lagu-lagu nostalgia Barat yang tidak meledak-ledak. Kayak Welcome to My World dan bukan Welcome to The Jungle yang sangat populer di kos-kosanku.
"Knock and the door will open
Seek and you will find
Ask and you'll be given
The key to this world of mine"
Dan, yang pasti, saya sungkan mengaku dosa pada teman lama yang sudah jadi pater terkenal.
Berkah Dalem, Romo Catur!
Nyuwun berkat suci!