Selasa, 26 Oktober 2021

Naik kapal terbang harus tas-tes-tos PCR mahal

Pandemi covid ini bikin ngelu. Khususnya tas-tes-tos yang mahal (bagi kebanyakan orang Indonesia). Naik kapal terbang harus tes PCR. Padahal biasanya cuma tes antigen yang relatif murah.

Mau naik kereta api tes covid dulu. Tapi cukup tes sebul ala Genose yang cuma Rp 30 ribu. Sebelumnya Genose Rp 20 ribu. Saya beberapa kali tes Genose saat hendak numpak sepur.

Tes PCR sejak awal panllimkmi memang jadi masalah karena mahaaaal. Pernah Rp 1,3 juta sekali tes. Dan masa berlakunya pun dua hari saja. Bisa mati kelaparan orang Indonesia yang penghasilannya masih di bawah UMK Rp 4 juta sebulan.

Syukurlah, setelah muncul banyak kecaman, pemerintah kemudian menurunkan tarif tes-tes deteksi covid yang selangit itu. Begitu banyak orang Indonesia yang gejala-gejalanya positif covid tidak mau tes PCR karena tidak mampu bayar 1 juta lebih.

Selasa Kliwon ini koran-koran memuat berita tarif PCR diturunkan jadi Rp 300 ribu. Masa berlaku 3x24 jam. Alasan pemerintah: sebagai penyeimbang pelonggaran PPKM.

Tapi mengapa harus PCR? Mengapa tes antigen tidak boleh? Apalagi genose yang dikecam banyak pakar kesehatan atawa dokter itu?

Celakanya lagi, Menteri Luhut Pandjaitan bilang syarat tes PCR ini akan diperluas jelang libur panjang akhir tahun. Bukan cuma kapal terbang, tapi juga kapal laut, dan kapal darat (kereta api). Tes antigen dan genose yang relatif terjangkau tidak akan lagi dipakai.

Lengkap sudah penderitaan ini. Pandemi korona menghancurkan begitu banyak tatanan. Namun, di sisi lain, tas-tes-tos jadi ladang dagang bisnis yang tak ada matinya.

10 komentar:

  1. Ikut prihatin. Di Amerika biaya tes PCR diringankan oleh asuransi kesehatan.

    BalasHapus
  2. Nah, subsidi PCR itu yang tidak ada di sini. Awal-awal pandemi tes PCR dijual di atas Rp 1 juta. Setelah diprotes baru Jokowi perintahkan untuk diturunkan. Terakhir sekitar 300 ribu.
    Artinya selama ini harga tes PCR yang di atas 1 juta benar-benar digelembungkan.
    Kalau USA memang kaya jadi wajar. Tapi Indonesia yang pendapatan rakyatnya masih rendah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sampai hari kemarin saya berpendapat, hanya dengan vaksinasi total, barulah kita akan berhasil menanggulangi pandemie covid ini. Bahkan ada kabupaten di Eropa yang mengadakan Sayembara Corona-Lotterie dengan imingan hadiah mobil sport, VW Golf GTI, dengan daya mesin 245 PS, tahun 2021, seharga 41265,- Euro. Iming2 supaya orang mau sukarela disuntik.
      Tetapi tetap saja banyak yang menolak disuntik. Padahal Suntik gratis, semua Test gratis, kalau sekarat masuk rumah sakit intensiv juga gratis. Justru karena gratis, mereka jadi ngelunjak. Kalau disuruh bayar seperti di Indonesia, barulah mereka tahu rasa. Para penolak vaksinasi adalah kadrun-bule, pokoknya mereka menolak semua anjuran pemerintah. Bahkan mereka membentuk Partei Anti Corona, dengan semboyan: Manusia, Bebas-Merdeka, HAM. Kalau kita bangsa Asia tidak terjangkit penyakit gila-agama, niscaya kita bisa mengungguli bangsa kulit putih yang sudah mulai sinting, karena hidupnya kepenakan, karena hasil ngotoki orang2 kulit berwarna.

      Sejak hari ini aku jadi tidak mengerti, begini salah, begitu salah, seperti Mbak Maya Rumantir.
      Buat apa di-vaksin ? Mengapa harus takut sama Corona ?
      Indonesia punya Pastor Andi Simon, dia hanya perlu teriak Halleluyah, Halleluyah, Halleluyah, maka semua orang sakit jadi sembuh. Orang lumpuh pun langsung bisa berlari ! Apa sih artinya hanya selesma-covid bagi Pastor Simon ? Disebul Simon langsung Virus-virus podo lari terbirit.
      Tidak percaya, nanti kena sangsi penistaan agama !
      Mau percaya, lha koq angel tenan. Orang Bali bilang: Mengharap lengar berbulu. (ndas botak tumbuh rambut lagi).

      Hapus
  3. Sangat menarik itu kadrun2 bule yang antisains. Dan itu kayaknya makin banyak di era media sosial. Kadrun2 Amerika juga banyak banget. Mereka muncul sangat masif untuk sokong itu Bapa Trump sebagai presiden. Bahkan cara berpikir Bapa Trump soal covid juga mirip2 kadrun yang antisains meskipun dia sendiri kena covid.

    Kamsia siansen sudah kasih pendapat.

    BalasHapus
  4. Kadrun Amerika banyak. Kebanyakan (90%) mereka beragama Kristen Haleluyah / Injili. Krn itu imigran2 Indonesia yg di Amerika dan beragama Injili juga ikut jd pendukung Donal Trump. Asu tenan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan itu terbaca di postingan² mereka di media sosial.
      Dan boleh dikata hampir semuanya Tionghoa. Padahal Trump selalu maki² Tiongkok dan menyebut covid sebagai chinese virus.

      Hapus
  5. Memang sangat ironis, Lambertus. Mereka sebagai minoritas agama dan etnis yang merasa dizolimi di Indonesia. Lalu mendukung Trump yang benci Chinese dan benci Muslim. Mereka mendukung Trump yg membenci minoritas. Opo tumon?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mau begimana lagi? Gereja² aliran haleluya di Indonesia memang hampir 100% di kota dan jemaatnya juga hampir semuanya tionghoa juga. Mereka orang² sukses yang punya selera dan aliran teologi sendiri. Beda dengan GKJW atawa katolik di desa² yang sederhana.

      Hapus
    2. Yang menarik Rev Tong yang selama puluhan tahun attacking doktrin gereja karismatik haleluya malah puja puji Trump. Opo tumon.

      Hapus
    3. Bung Hurek pernah tulis, katanya Dahlan Iskan, religion nya orang Tionghoa adalah UANG. Ada Uang ada Tuhan, Tidak ada UANG pilih Komunis, pokoknya safe, tanggung beres, sandang-pangan-papan diurus oleh negara. Kodrat-nya mahluk hidup memang yang terpenting Perut, setelah itu Selangkangan. Yang lain2-nya hanyalah embel-embel aksesori, hasil fantasi selagi halusinasi.

      Hapus