Selasa, 02 November 2021

Kita perlu menerima dos penggalak


Hannah Yeoh, anggota parlemen Malaysia dari DAP, partai pembangkang (oposisi), menulis:

"Saya baru sahaja menerima dos penggalak Pfizer di Parlimen pagi ini."

Lalu ada versi bahasa Inggris di bawahnya: "Pfizer booster dose received, second dose was taken back in early April."

Saya memang selalu membaca tulisan-tulisan politisi Malaysia di media sosial. Selain Hannah Yeoh, Anthony Locke, Lim Guan Eng, juga Anwar Ibrahim. Kebetulan semuanya dari partai pembangkang. UMNO cuma sekali dua lah.

Yang paling sering, juga favorit, adalah Dato Sri Anwar Ibrahim ketua pembangkang. Juga paling sering dengar perdebatan Anwar yang sangat seru di parlemen Malaysia. Debat politisi di sana sangat ramai mirip ibu-ibu tukaran di pasar.

"Tarik balik... tarik balik.. tarik baliiik!" begitu kata-kata khas ahli parlemen Malaysia menuntut lawannya menarik balik ucapannya yang dianggap menyinggung perasaan.

Kembali ke Hanna Yeoh. "Saya baru sahaja menerima dos penggalak Pfizer di Parlimen pagi ini."

Tanpa terjemahan bahasa Inggris pun saya mengerti kalimatnya. Sebab bahasa Melayu di Malaysia dengan bahasa Indonesia sebenarnya sama saja. Berbeza sikit lah. 

Orang Malaysia macam Anwar Ibrahim pun paham 95 persen ucapan orang Indonesia. Kecuali kata-kata bahasa Jawa atau bahasa daerah yang dimasukkan dalam kalimat.

Yang menarik bagi saya adalah frase "dos penggalak". 

Mudah dimengerti meski istilah ini tidak ada di Indonesia. Dos itu dosis dari dose (Inggris). Penggalak kata dasarnya galak. Penggalak tentu penguat atau menambah kekebalan setelah vaksinasi dosis pertama dan kedua.

Kita di Indonesia yang baru saja merayakan bulan bahasa sepanjang Oktober, ironisnya, belum punya padanan vaksin booster. Booster ya tetap booster di media cetak, televisi, apalagi media sosial. Ada juga yang pakai vaksin penguat tapi kelihatannya belum berterima.

Orang Indonesia yang makin keminggris, meskipun tidak fasih berbahasa Inggris seperti orang Malaysia, kelihatannya terlena dengan booster, rapid test, bed occupancy rate, tracing, testing, treatmen.. dan banjir istilah baru di masa pandemi.

Saya sendiri ingin segera menerima dosis penggalak. Tidak harus Pfizer, Sinovac, AstraZeneca, atau apa saja boleh. Tubuh manusia yang rentan memang perlu penggalak untuk menahan gempuran virus korona.

Apakah vaksinasi menjamin kita tidak kena Covid-19?

Tidak juga. Gubernur Khofifah kena dua kali meski dapat giliran vaksinasi paling awal di Jawa Timur. Wakil Gubernur Emil Dardak juga sempat isolasi gara-gara covid.

 Wakil Wali Kota Surabaya Armudji juga penyintas covid. Masih banyak lagi pejabat di Jawa Timur yang terpapar virus korona. Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin meninggal dunia gara-gara covid. Saat itu vaksin belum diproduksi.

Saya sendiri ikut rombongan vaksinasi paling awal bersama ratusan orang yang dianggap berisiko tinggi. Disuntik di kantor gubernur Jatim. Disaksikan Gubernur Khofifah.

Hasilnya? Sebagian besar kena covid juga. Saya pun ikut merasakan betapa tidak enaknya sakit covid yang aneh itu. Alhamdulillah, semua kawan dan aku yang sudah vaksinasi lengkap tidak masuk rumah sakit. Cukup minum vitamin, berjemur, senam pagi, makan Lian Hua... minggat sendiri Mbak Corona itu.

Saya dan kawan-kawan risiko tinggi terima vaksin kedua Sinovac di kantor gubernur pada 13 Maret 2021. Sudah tujuh bulan berlalu. Kemampuan vaksin untuk melawan covid pasti sudah sangat rendah. Dan.. terbukti banyak yang tumbang pada akhir Juni hingga Agustus lalu.

Karena itu, ada baiknya pemerintah segera menyiapkan dos-dos penggalak untuk kalangan risiko tinggi. Sambil menuntaskan vaksinasi penuh untuk semua warga negara Indonesia... yang mau disuntik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar