Senin, 08 November 2021

Car Free Day Hil yang Mustahal

Akhirnya Car Free Day (CFD) digelar lagi di Surabaya. Kegiatan olahraga rekreasi saban Ahad pagi itu dihentikan sejak awal pandemi. Sebab CFD, khususnya di Raya Darmo, biasa diikuti ribuan orang.

CFD pertama di masa PPKM diadakan di Kembang Jepun. Kawasan kota lama yang sempat terkenal dengan Kya Kya ala pasar malam yang meriah. Mengapa di Kembang Jepun?

"Untuk menghindari kerumunan massa. CFD di Kembang Jepun biasanya tidak seramai di Raya Darmo," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Surabaya Suharto.

Sebelum ada pandemi aku ikut memantau CFD di Kembang Jepun. Kebetulan kantorku persis di samping Kya Kya itu. Memang sepi. Kawasan Surabaya Utara sudah lama redup. Keramaian berpindah ke kawasan Tunjungan dan Raya Darmo.

Sambil ngopi di warkop meduro di Kembang Jepun, aku jadi penasaran dengan istilah Car Free Day. Mengapa disebut car free? Mengapa tidak pakai bahasa Indonesia?

Kita orang sudah lama keminggris. Senang pakai istilah bahasa Inggris meskipun artinya menyimpang jauh. Yang penting keren, menarik, modern, terkesan gagah. Pemerintah pun ikut-ikutan nginggris. Padahal salah satu tugas pemerintah adalah menjunjung tinggi bahasa nasional.

Anak-anak pun tahu car free artinya bebas mobil. Dus, car free day berarti hari tanpa mobil. Selama satu hari penuh tidak boleh ada mobil (pribadi) di jalan raya. Bukan cuma di Jalan Kembang Jepun atau Jalan Raya Darmo thok selama tiga jam saja.

Apakah bisa ada CFD yang benar-benar car free day di Indonesia, khususnya Surabaya? Itu hil yang mustahal, kata pelawak Asmuni dari Srimulat.

Sulit membayangkan tidak ada mobil pribadi yang melintas di jalan raya kota-kota kita sepanjang hari. Jangankan sehari, satu jam saja hil yang mustahal. Mobil-mobil pribadi sudah begitu melekat dan masih di Indonesia.

 Sekadar belanja di minimarket yang jaraknya tak sampai satu kilometer pun pakai mobil. Bila perlu mobil masuk langsung ke dalam kamar hotel. Layanan drive-thru makin luas di Indonesia.

Maka, sebaiknya CFD diganti saja dengan istilah lain yang lebih pas. Pakai bahasa Indonesia saja. Ketimbang sok keminggris tapi maknanya tidak jelas.

5 komentar:

  1. By the way, car free day, lho, Kakang Hurek koq baru tahu. Orang awak memang punya sifat yang agak aneh, orang cina menyebut sifat aneh tersebut dengan istilah, 出风头 ( Who likes to show off himself to others with pride ). Orang bali bilang, ajum. Orang Osing bilang uanggak.
    Fenomena itu sudah lama, mulai dari Vivere pericoloso, Manifesto politik, Way of life, Weltanschauung, dll. Sifat aneh ini mencapai puncaknya pada waktu pemerintahan SBY.
    Manipol, lha opo bingung, menyang kremil rono, utawa nyang pawon golek lengo klenthik.
    Keajuman dan keanggakan itulah menyebabkan komunitas tidak bisa maju, besar pasak daripada tiang, tong kosong nyaring bunyinya.

    BalasHapus
  2. Come on, let´s go, kita ramai2 nginggris bersama !
    Car free day itu hil yang mustahal. You are right !
    But : Car free days are coming, akan dialami oleh setiap manusia.
    Bagi orang2 yang diabukan, dimasukkan kedalam kendil oleh Ario dan dilarung di Tanjung Perak, every day kapal day.

    BalasHapus
  3. Pakai bahasa Inggris di era modern ya silakan saja. Tapi artinya harus pas. Jangan cuma sok keren atawa gaya-gayaan seperti car free day ini.
    Konfusius bilang beliau pertama-tama membenahi istilah-istilah seandainya dipercaya jadi pemerintah. Sebab istilah yang keliru bikin rakyat jadi ngawur.
    Pemerintah kita sering tidak sadar. Terlena dengan frase-frase Inggris yang tidak pada tempatnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya baru tau, sumur resapan di Jakarta yang dibikin oleh seorang PhD.lulusan Amerika Serikat, lubangnya dibuat diatas trotoar.
      Lubang sumur 20 Cm. lebih tinggi daripada permukaan air yang ingin diserap. Saya yakin tak seorang pun dari Lomblen yang sedemikian bodoh.

      Hapus
    2. hahaha.. hebat betul bapa PhD lulusan meiguo.
      Orang Lomblen ngertinya cuma perigi.

      Hapus