Uji usap atau swab tes sangat mahal. Sekali tes Rp 900 ribu. Itu kalau uji mandiri. Kalau swab masal nol rupiah alias gratis.
Anehnya, warga Surabaya, juga kota-kota lain di Indonesia, tidak mau tes swab gratis. Biarpun diiming-imingi suvenir, bubur kacang hijau dsb.
Karena itu, para pedagang di pasar-pasar tradisional semburat melarikan diri ketika melihat rombongan petugas kesehatan datang. Pasar-pasar tutup kalau informasi keburu bocor.
Belum lama ini ratusan pedagang dan pembeli di pasar pinggir kali Rungkut Menanggal, Surabaya, ramai-ramai kabur saat didatangi petugas kesehatan. Namun, jalan-jalan tikus atau gang kecil sudah dikunci.
Tes masal pun sukses. Ada tiga orang yang kena Covid-19. Langsung dibawa ke hotel untuk isolasi dua minggu. Sekarang sudah sembuh.
Covid-19 ini memang sangat berbeda dengan penyakit-penyakit lain. Orang tahu bahwa virus corona ini sangat fatal. Sudah banyak yang mati. Tapi, sebaliknya, virus ini akan hilang sendiri kalau imunitas tubuh bagus.
"Orang itu kalau sudah saatnya mati ya mati. Kita tidak perlu takut sama covid," kata seorang ibu di pasar lawas Rungkut Menanggal itu.
Wali Kota Risma rupanya gregetan dengan begitu banyak warga yang mengabaikan protokol kesehatan. Bolak-balik razia tidak mempan juga. Dihukum push-up, hafal Pancasila, nyanyi Indonesia Raya, hingga memberi makan orang gila pun tak mempan.
Karena itu, Risma membentuk tim Swab Hunter. Petugas mengamankan para pelanggar prokes untuk diswab. Tidak perlu hukuman sosial yang tidak bikin jera itu. Swab tes malah jadi momok yang menakutkan.
Hasilnya memang josss. Pelanggaran prokes makin berkurang akhir-akhir ini. Surabaya pun tak lagi masuk zona merah. Angka pasien terus menurun, kata Risma.
Mengapa warga Jatim sangat takut swab test?
Alasannya ekonomi. Bukan kesehatan. Kalau diswab dan terkonfirmasi, maka diisolasi 14 hari. Dan bisa diperpanjang.
"Siapa yang cari uang untuk keluarga? Apa negara mau kasih makan dan menjamin semua kebutuhan keluarga selama diisolasi?" tanya mbak pemilik warkop yang hasil tes rapidnya negatif.
Negara Indonesia yang masih miskin sudah pasti tidak akan mampu menjamin semua kebutuhan keluarga pasien Covid-19. Karena itu, kebijakan lockdown atau karantina wilayah tidak bisa dilakukan di Indonesia.
Karena itu pula, pandemi korona ini sulit dihentikan di sini.