Koran Jawa Pos edisi Minggu ini (23 Agustus 2020) tampil beda. Ukurannya separo dari biasa. Jadi tabloid. Tampilannya lebih menarik. Berita-beritanya lebih padat. Nuansa senggangnya lebih terasa.
Ya.... Jawa Pos melakukan redesain. Khusus edisi Minggu. Dari koran 7 kolom jadi setengahnya. Tinggi 300 mm x lebar 5 kolom.
Direktur Jawa Pos Koran Leak Kustiya mengatakan, redesain ini sebetulnya sudah diuji coba tahun 2013. Uji coba sukses. Banyak yang suka. Tapi belum langsung diterapkan.
Nah, ketika dunia dihajar pandemi, barulah Jawa Pos menengok lagi hasil uji coba 7 tahun lalu itu. Kemudian disesuaikan dengan tren surat kabar dunia.
Koran-koran internasional yang sukses umumnya berukuran tabloid. The Sun, Washington Post, The Straits Times.. tabloid. Sangat tebal. Maka tabloid Jawa Pos edisi Minggu pun terbit 32 halaman. Alias 16 halaman koran biasa.
Saat ini Kompas cuma 16 halaman. Surya, Memorandum Radar Surabaya hanya 12 halaman. Sejak harga kertas naik gak karuan. Ditambah pandemi virus corona itu.
"Kami harus mengikuti habit koran-koran negara maju. Edisi Minggunya sangat tebal. Sangat mencerminkan kemajuan bisnisnya," kata Leak yang juga kreator di balik redesain Jawa Pos.
Bisnis. Iklan. Itu yang jadi nyawa media massa. Itulah yang kurang jalan di terbitan Minggu. Sebagian besar pengusaha dan pemerintah sangat jarang yang pasang iklan di hari Minggu.
Karena itu, banyak koran yang tidak terbit hari Minggu. Kalaupun terbit, halamannya ditipiskan. Atau asal terbit saja. Itu yang rupanya mau diharap Jawa Pos dengan edisi tabloid mingguannya.
"Kalau penerbit surat kabar bisa menggairahkan edisi minggunya berarti koran apa pun akan maju secara bisnis," tulis Leak Kustiya.
Bagamana respons pembaca? Kita akan lihat setelah lima atau enam edisi ke depan. Masih terlalu prematur hanya menilai satu edisi saja.
Yang pasti, surat kabar atau media cetak di era digital. Media sosial dan media daring sejatinya bukan musuh koran.
Ya.... Jawa Pos melakukan redesain. Khusus edisi Minggu. Dari koran 7 kolom jadi setengahnya. Tinggi 300 mm x lebar 5 kolom.
Direktur Jawa Pos Koran Leak Kustiya mengatakan, redesain ini sebetulnya sudah diuji coba tahun 2013. Uji coba sukses. Banyak yang suka. Tapi belum langsung diterapkan.
Nah, ketika dunia dihajar pandemi, barulah Jawa Pos menengok lagi hasil uji coba 7 tahun lalu itu. Kemudian disesuaikan dengan tren surat kabar dunia.
Koran-koran internasional yang sukses umumnya berukuran tabloid. The Sun, Washington Post, The Straits Times.. tabloid. Sangat tebal. Maka tabloid Jawa Pos edisi Minggu pun terbit 32 halaman. Alias 16 halaman koran biasa.
Saat ini Kompas cuma 16 halaman. Surya, Memorandum Radar Surabaya hanya 12 halaman. Sejak harga kertas naik gak karuan. Ditambah pandemi virus corona itu.
"Kami harus mengikuti habit koran-koran negara maju. Edisi Minggunya sangat tebal. Sangat mencerminkan kemajuan bisnisnya," kata Leak yang juga kreator di balik redesain Jawa Pos.
Bisnis. Iklan. Itu yang jadi nyawa media massa. Itulah yang kurang jalan di terbitan Minggu. Sebagian besar pengusaha dan pemerintah sangat jarang yang pasang iklan di hari Minggu.
Karena itu, banyak koran yang tidak terbit hari Minggu. Kalaupun terbit, halamannya ditipiskan. Atau asal terbit saja. Itu yang rupanya mau diharap Jawa Pos dengan edisi tabloid mingguannya.
"Kalau penerbit surat kabar bisa menggairahkan edisi minggunya berarti koran apa pun akan maju secara bisnis," tulis Leak Kustiya.
Bagamana respons pembaca? Kita akan lihat setelah lima atau enam edisi ke depan. Masih terlalu prematur hanya menilai satu edisi saja.
Yang pasti, surat kabar atau media cetak di era digital. Media sosial dan media daring sejatinya bukan musuh koran.