Orang Indonesia memang rajin beribadah. Apa pun agamanya. Masjid, gereja, pura, wihara selalu penuh. Misa di Gereja Katolik biasa diadakan tiga sampai lima sesi.
Bagaimana dengan misa streaming saat wabah Covid-19?
(Oh ya, para uskup di Indonesia tidak menganjurkan umat Katolik untuk ikut misa online yang rekaman. Harus misa live streaming. Bukan rekaman misa.)
Selama satu bulan lebih ini saya amati misa streaming di Indonesia, khususnya Jawa, sangat ramai. Kecuali di luar Jawa yang jaringan internetnya susah dan paket data mahal. Maka misa streaming di NTT misalnya sepi jemaat.
Misa streaming di Jawa dipastikan ramai. Minggu kemarin (3/4) saya ikut misa streaming Keuskupan Surabaya. Romo Fusi Nusantoro yang pimpin ekaristi dari kapel keuskupan di Jalan dr Soetomo.
Umat yang ikut streaming mass lebih dari 3.500. Mungkin ada yang pindah channel sehingga saat misa berakhir (perutusan) peserta misa tercatat 2.972 orang.
Senin pagi ini saya ikut misa streaming lewat channel Paroki Sambiroto, Semarang. Umat online juga buanyaak. Di atas 2.000 orang. Dari awal sampai akhir angka peserta yang tercatat di YouTube selalu di atas 2.000.
Angka 2.000-an itu luar biasa. Sebab, misa harian di mana-mana hanya diikuti sedikit jemaat. Di Surabaya paling banyak 150 orang. Rata-rata di bawah 100 orang di Paroki Roh Kudus, Rungkut.
Yang menarik, misa streaming yang diadakan gereja-gereja di Eropa dan Amerika tidak banyak umat online-nya. Padahal negara-negara Barat itu sudab bertahun-tahun bikin misa streaming dan online mass.
Minggu lalu saya ikut misa streaming lewat channel gereja di Irlandia. Umatnya tidak sampai 1.000 orang. Sunday Mass di Amerika juga sama.
Misa harian Paus Fransiskus yang pakai bahasa Italia itu pun tidak terlalu banyak umatnya. Masih kalah sama Indonesia. Lagi-lagi ini jadi bukti bahwa orang Indonesia memang sangat haus liturgi atau ibadah.
Semoga virus corona segera berlalu sehingga semua tempat ibadah buka lagi.
Bagaimana dengan misa streaming saat wabah Covid-19?
(Oh ya, para uskup di Indonesia tidak menganjurkan umat Katolik untuk ikut misa online yang rekaman. Harus misa live streaming. Bukan rekaman misa.)
Selama satu bulan lebih ini saya amati misa streaming di Indonesia, khususnya Jawa, sangat ramai. Kecuali di luar Jawa yang jaringan internetnya susah dan paket data mahal. Maka misa streaming di NTT misalnya sepi jemaat.
Misa streaming di Jawa dipastikan ramai. Minggu kemarin (3/4) saya ikut misa streaming Keuskupan Surabaya. Romo Fusi Nusantoro yang pimpin ekaristi dari kapel keuskupan di Jalan dr Soetomo.
Umat yang ikut streaming mass lebih dari 3.500. Mungkin ada yang pindah channel sehingga saat misa berakhir (perutusan) peserta misa tercatat 2.972 orang.
Senin pagi ini saya ikut misa streaming lewat channel Paroki Sambiroto, Semarang. Umat online juga buanyaak. Di atas 2.000 orang. Dari awal sampai akhir angka peserta yang tercatat di YouTube selalu di atas 2.000.
Angka 2.000-an itu luar biasa. Sebab, misa harian di mana-mana hanya diikuti sedikit jemaat. Di Surabaya paling banyak 150 orang. Rata-rata di bawah 100 orang di Paroki Roh Kudus, Rungkut.
Yang menarik, misa streaming yang diadakan gereja-gereja di Eropa dan Amerika tidak banyak umat online-nya. Padahal negara-negara Barat itu sudab bertahun-tahun bikin misa streaming dan online mass.
Minggu lalu saya ikut misa streaming lewat channel gereja di Irlandia. Umatnya tidak sampai 1.000 orang. Sunday Mass di Amerika juga sama.
Misa harian Paus Fransiskus yang pakai bahasa Italia itu pun tidak terlalu banyak umatnya. Masih kalah sama Indonesia. Lagi-lagi ini jadi bukti bahwa orang Indonesia memang sangat haus liturgi atau ibadah.
Semoga virus corona segera berlalu sehingga semua tempat ibadah buka lagi.