Mama Yuliana Manuk anak pertama dari dua bersaudara. Keduanya perempuan. Adiknya Mama Siti Kasa.
Mama Yuli dan Mama Siti beda agama meski satu orang tua. Mama Yuli Katolik, Mama Siti Islam. Sama-sama kuat menjalankan agamanya.
Mama Yuli pernah tinggal di asrama Susteran SSpS, Larantuka, saat jadi siswi SKP: Sekolah Kepandaian Puteri. Sembahyang pagi, sembahyang malam, sembahyang malaikat 3 kali sehari. Itu yang diajarkan kepada 4 anaknya di pelosok Pulau Lembata.
Sebaliknya, Mama Siti juga rajin "sembeang moan lema" - sembahyang lima waktu. Pintar mengaji. Bahkan, Mama Siti pernah ikut lomba mengaji alias MTQ tingkat kecamatan meski tidak menang.
Beda agama, beda keyakinan, tapi tinggal serumah. Rukun, damai, tanpa konflik hanya karena perbedaan keyakinan. Itulah budaya Lamaholot di Pulau Lembata, NTT.
"Tite kiwanan nong watanen hama hena. Tite taan tou!" begitu omongan nenek moyang Lamaholot dulu.
Artinya, "Kita yang Katolik dan Islam sama saja. Kita jadi satu!"
Mama Yuliana sudah meninggal dunia pada 1998. Bapa Nikolaus Nuho Hurek berpulang pada 22 Juli 2019.
Karena itu, Mama Siti Kasa yang lahir di Bungamuda pada Oktober 1951 itu saya anggap sebagai ibu kandung. Pengganti kakaknya yang sudah tiada.
Mama Yuli suka ngomong, suaranya keras. Mama Siti sedikit omong dan low tone. Suaranya selalu rendah, tidak pernah teriak-teriak. Beda dengan kebiasaan orang kampung yang suka "goleng" saat memanggil orang di kejauhan.
Belum lama ini Mama Siti berkunjung ke Surabaya. Menemani Karin, cucunya yang baru masuk kuliah perawat di Stikes RKZ. Sejak bayi Mama Siti yang menjaga Karin di Kupang. Mamanya Karin, Vincentia, bertugas sebagai guru sehingga tidak bisa full time mendampingi anaknya Karin.
Itu yang membuat Mama Siti kangen sekali dengan Karin. Sebaliknya, Karin juga sangat kaget dengan pengalaman baru harus hidup jauh dari orang tua.
Saya pun mengajak Mama Siti ngelencer ke beberapa tempat wisata di Surabaya. Salah satunya Wisata Religi Ampel. Mama Siti sembahyang di Makam Sunan Ampel bersama ribuan peziarah lainnya.
"Atadiken aya kae. Niku helo mihek pana geler," kata Mama Siti yang terkejut melihat begitu banyak manusia memenuhi tempat ziarah terkenal di Surabaya itu.
Artinya, "Manusia begitu banyak seperti semut yang datang pergi."
Semoga Mama Siti diberi kesehatan dan umur panjang!
Agama adalah semacam Ideologi, semuanya baik2 saja, tidak ada bahayanya, sebab semuanya tergantung kepada ummat-nya masing2. Kalau si-ummat normal atau waras, maka semua Ideologi bisa hidup rukun berdampingan, yang biasanya diistilahkan dengan kata toleransi.
BalasHapusNamun jika si-ummat sinting atau idiot, maka Ideologi jadi sangat berbahaya. Padahal orang yang sinting namun tanpa ideologi, juga samasekali tidak berbahaya. Paling2 biarin dia sinting, asal tidak mengganggu orang lain.
Ergo: Ideologi + Idioti = Tragedi .
Saya bersaudara berjumlah 11 orang, 3 diantaranya memeluk agama katolik, ikut anggota Legio Mariae, suka kumpul dengan pastor2 dari NTT. Selain itu ada yang buddhist, ada yang atheist, ada yang taoist, ada yang emangnye gue pikirin seperti saya pribadi, ada yang percaya klenik, dukun, Gunung Kawi.
Namun kami sesaudara tidak pernah cekcok atau berdebat urusan kepercayaan.
Isun baru mendusin, apa sebabnya Bung Hurek menulis artikel di atas. Mungkinkah ada kaitannya dengan issue yang sedang heboh, 余世甘 xian-sheng yang difitnah murtad ?
BalasHapusBagi saya, apa yang dilakukan oleh Mr. Yu adalah bentuk toleransi. Apa yang diucapkan adalah 100% benar adanya.
Daripada jengkang-jengking ora karuan, khan lebih berguna holopis kunthul baris membantu sesama yang kesusahan atau kekurangan. Orang baik dan waras koq dihujat murtad.
Murtad atau tidak, khan hanya 余先生 sendiri yang tahu, orang lain tidak berhak untuk menilai. Kalau pun pindah aliran, apakah ada orang lain yang dirugikan ?
Dui dui.. itu isu yang digoreng di media sosial tanpa konfirmasi. Biasa lah warga +62 suka gorang goreng isu² sara dan bikin keruh suasana.
HapusOwe cuma cerita kehidupan sederhana di pulau kecil yang belum maju. Rakyatnya biasa hidup damai, rukun meski beda keyakinan. Isu2 sara gak mempan di Lomblen Island.
HapusBulan Agustus y.b.l. saya mengajak istri jalan2 ke pantai di kecamatan Hui'an, Chuan-chiu, yang letaknya direkt di Laut Cina Selatan berhadapan dengan Taiwan. Di pantai saya lihat ada sebuah botol coca-cola kosong. Botol itu saya ambil dan saya isi dengan pasir putih pantai itu. Sampai di rumah, saya memesan secara online di Taobao 10 biji 葫芦, hu-lu, kecil ukuran 1x2 Cm. (hulu = Liontin Tabung Labu).
HapusLiontin itu dalam nya bisa diisi barang, dan saya isi dengan pasir dari Chuan-chiu.
Keesokan hari saya ajak istri ke Kelenteng Guan-di di Chuan-chiu, minta berkat untuk Liontin2 itu.
Saya tahu setiap achir tahun, pasti saya dipaksa oleh istri untuk merayakan Hari Natal bersama-sama anak2 dan cucu2 di Eropa. Sebab itu saya siap2-kan hadiah Natal untuk mereka. Liontin berisi pasir yang harganya cuma 2 Cent. Saya ini orang kafir, di kelenteng juga tidak tahu caranya minta berkat, Pokoknya Liontin2 itu saya putar2kan di atas Hio-lo raksasa yang dipenuhi asap dupa dari para jemaah, sambil berkata dalam hati, Semoga pemegang Liontin ini diberkahi :
1. Selalu selamat di perjalanan, 一路顺风.
2. Selalu sehat wa'alfiat, 身体健康.
3. Ada tempo pulanglah ke rumah leluhur di 泉州.
Sejujurnya saya ogah kembali ke Eropa, sebab Eropa yang dulu saya bersumpah membelanya dengan senjata dan jiwa raga, sudah berubah menjadi tempat pertunjukan tandak bedes.
Sekarang di Eropa saya bisa nonton You Tube, sebab nganggur tak ada kerjaan dan cuaca diluar dingin, jadi malas keluar rumah. Saya lihat di You-Tube orang2 Yaman menjual seupil " pasir tarim " seharga 2000.000,- Rupiah kepada pribumi. Apakah pasir itu bukan asalnya dari pantai Kenjeran ?
Dimana Pemerintah Republik Indonesia ? Kok tidak memenjarakan para penipu bersorban tsb. ?
Mengapa abang2 yang cerdas dan pandai dari NTT malah senang tinggal di Eropa, daripada mengajar rakyat biar pandai, tidak mudah dikotoki oleh bajingan.
Wis, lain kali isun tidak mau nulis yang tak berguna lagi. Sudah dekat Natalan, lebih enak dengar Adeste fidelis.
Cerita pengalaman yang sangat menarik yang mencerminkan kehidupan masyarakat NTT yang guyub dan toleransi tinggi.
BalasHapus