Selasa, 26 Juli 2022

Nostalgia Sejenak di Biara Frateran BHK Malang

Nostalgia sejenak di Malang atawa Ngalam. Dulu saya biasa mampir ke Frateran Bunda Hati Kudus (BHK) di Celaket 21. Ketemu para frater satu daerah asal Pulau Flores, Lembata, Adonara, Solor, NTT. 

Ada guru SD asal Pulau Lembata yang terpanggil jadi frater. Orang ini paling jago melatih drum band di Lomblen City tempo dulu. Tiba-tiba ia "hilang" dan parade drum band di saya punya kecamatan tidak ada lagi.

Eh, ternyata bapa guru itu tersesat di jalan yang benar. Dan saya bertemu dia di Malang. Orangnya ramah seperti orang kampung umumnya.

"Ama, mo menu kopi ki," ajak Frater M. Andreo, BHK. (Mas, minum kopi dulu.)

"Ama Frater, kopi nepi gula take?" (Bapa Frater, kopi ini kok tidak ada gulanya?)

Sejak itulah saya paham bahwa biara-biara macam BHK selalu menyediakan kopi panas tanpa gula. Gula pasir disediakan di situ. Kita tinggal memasukkan gula sesuai selera. Boleh satu sendok, dua sendok, empat sendok dsb.

Model kopi pahit tanpa gula ini belakangan saya temui di hotel-hotel. Pengunjung tinggal menambahkan gula satu saset, dua saset, tiga saset (kemanisan) dsb. 

Selain biara Frateran BHK, ada SMPK Mardiwiyata yang diasuh para frater itu. Frater M. Clemens Keban, BHK asal Pulau Solor, pendiri museum zoologi di kawasan Dau, Kabupaten Malang, belum lama ini berpulang. Mendiang Fr Clemens pernah jadi pimpinan tertinggi BHK.

Frater Clemens ini seorang pendidik yang luar biasa. Guru paling top di Larantuka, Flores Timur, dulu. Murid-murid seperti terpukau kalau diajar Fr Clemens. Sebab ia punya kemampuan story telling yang hebat sekali.

Peserta didik selalu merasa kurang kalau pelajaran Fr Clemens selesai. Ingin tambah terus. "Fr Clemens memang guru paling top. Sulit mencari orang seperti beliau," kata Paulus Latera, mantan murid Fr Clemens di SPG Podor, yang kini jadi guru SMA Petra di Kalianyar, Surabaya.

Nostalgia kali ini di BHK hanya dari luar saja. Masih ada protokol kesehatan, jaga jarak, pakai masker, cuci tangan dsb. Saya pun sudah tidak punya kenalan khusus macam Frater Clemens atau Frater Andreo di bangunan kolonial yang perkasa itu. 

4 komentar:

  1. Kalau Panjenengan cerita tentang kota Malang, kok isun jadi seperti orang dari Bujumbura, padahal isun pernah indekost selama 3,5 tahun di Jalan Anjasmoro, dekat Pasar Oro-oro Dowo, Malang.
    BHK belum pernah dengar, kalau dengar Celaket iya ingat cewek-cewek dari Cor Jesu. Kalau siswi wedok dulu sekolahnya ya di Celaket dan Panderman, sedangkan yang lanang sekolah di Dempo, kalau campur lanang-wedok sekolah di Hwa-Ind. Isun wis ketinggalan jaman.
    Terachir ke Malang 6 tahun silam, saya bilang ke sahabat-karib, tolong lu antar gua ke jalan Anjasmoro tempat Indekost-gua dulu.
    Sudah sampai disana, saya tidak kenal sama sekali. Liong, mana jalan Anjasmoro ? Ya ini, jalan yang lu maksud ! Mosok sih, dulu didepan rumah Kost-gua khan ada kali yang cukup besar, mana kali itu, kok tidak ada ? Ternyata tanah kosong pinggir kali sudah penuh dengan bangunan yang sangat rapat.
    Malang sudah berubah total, penjara Lowokwaru pun sudah tidak kelihatan dari jalan raya. Ketika naik mobil ke Batu, mata saya pecicilan ingin melihat kolam renang Sengkaling, tetapi juga tidak nampak lagi, seperti dahulu. Dulu hampir tiap hari minggu ke Sengkaling atau Wendit sepedaan dengan orang Ngunut.
    Sekarang saya baru ngerti, apa sebabnya orang Bali paling takut kepada Batara Kala.

    BalasHapus
  2. Banyaaaaak yg berubah di Malang tapi ada tetap sama dengen puluhan taun lalu. Kawasan di Alun2 Bunder dan sekitarnya masih sama seperti dulu. Kayutangan agak berubah tapi bangunan2 tua misih dominan. Begitu.juga klaster jalan nama2 gunung misih keliatan berbau tempo doeloe. Yang laen2 sudah beribah banyaaak.

    BalasHapus
  3. Frater2 BHK lah yg mendirikan dan mengasuh almamater saya SMPK Angelus Custos di Surabaya. Salah satu pengasuhnya ialah penggagas dan pemimpin retret remaja bernama Fidelis Purwanto, atau dikenal dengan Frater Fi. Kalau masih hidup usianya sudah lewat 80. Dengan sifatnya dan gayanya yang keibuan (walaupun seorang frater), dia mampu menangkap dan menyalurkan keresahan anak2 remaja belasan tahun. Setahu saya beliau pensiun di biara Celaket 21 sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menarik sekali. Memang banyak fr yang punya gaya keibuan, lembut dan perhatian untuk anak didik. Fr Fidelis pernah saya dengar namanya. Termasuk top itu.

      Hapus