Kamis, 28 November 2024

Tahun Ini Jagoku Kalah Semua! Mulai dari Lembata, Sidoarjo, Jawa Timur, Pilpres hingga Amerika

Siapa pun yang menang nasib kita "hama hena". Sami mawon alias sama saja. Meskipun yang menang itu calon bupati dari satu kampung atau satu kecamatan. Bahkan, masih ada ikatan keluarga dekat atau jauh.

Begitulah yang terjadi di Pulau Lomblen alias Kabupaten Lembata. Kabupaten baru sejak 1999, kalau tidak keliru. Hasil pemekaran Kabupaten Flores Timur (Larantuka). Baru ada 3 bupati di Lembata. 

Ketiganya jagoku semua. Bupati Andreas  Manuk dua periode ada ikatan kekerabatan dari Ile Ape. Saya sempat tinggal bersama keluarga Ama Ande (almarhum) di Larantuka. Saat itu Ama Ande menjabat kepala dinas di Pemkab Flores Timur.

Tidak pernah terpikir sekian tahun kemudian Lembata jadi kabupaten sendiri dan bupatinya Ama Ande Manuk. Dua periode pula.

Bupati Yenci Sunur, baba Tionghoa asal Kedang, juga dua periode, mestinya. Tapi meninggal dunia karena covid. Maka, Dr. Thomas Ola Langoday, wakil bupatinya, naik jadi Bupati Lembata. 

Dr. Thomas Langoday akademisi top di Kupang. Asli Ile Ape juga. Adik iparku juga suku Langoday.  

Tahun ini Ama Thomas Langoday maju di Pilkada 2024 sebagai petahana (incumbent). Hasilnya: kalah! Yang menang Kanisius Tuaq - pasti dari kawasan barat alias Kedang. 

Di Sidoarjo juga Mas Iin kalah. Cak Bandi yang mantan kepala desa dekat Bandara Juanda itu menang meyakinkan. Di luar prediksi banyak pengamat.

Saya juga jagokan Bu Risma di Pilgub Jawa Timur. Energinya yang besar, kerja keras, turun langsung, punya sistem untuk mencegah korupsi kita harap diadopsi di tingkat provinsi.

Bu Risma ingin "resik-resik" Jawa Timur. Memangnya provinsi ini tidak resik? KPK beberapa kali datang menggeledah kantor pejabat-pejabat di Jawa Timur. Tiada asap tanpa api!

Pilpres di Hari Valentine 14 Februari 2024 pun begitu. Jagoku kalah telak. Paket makan siang gratis menang 58 persen. Jurus bansos dan joget gemoy ternyata sangat manjur. 

Pilpres di USA saya iseng-iseng taruhan. Jagoku seorang perempuan sangat cerdas, enak bicara, murah senyum. Saya harap Kamala bikin sejarah di negara Paman Sam itu. 

Hasilnya, rakyat Amerika Serikat lebih suka Bapa Donald Bebek, eh, Donald Trump. Padahal, kalau tidak salah, bapak ini beberapa kali jadi terdakwa beberapa perkara. Mulai soal main cewek hingga manipulasi macam-macam.

Bapa Donald juga kalau tidak salah 'mendukung" penyerangan Gedung Capitol. Kayaknya baru pertama kali ada serangan yang sangat antidemokrasi. Padahal USA dari dulu disebur rajanya demokrasi sejagat.

Eh, ternyata rakyat Amerika lebih memilih Pak Bebek. Kamala kalah telak!

"Suara rakyat suara Tuhan!" kata pepatah Latin.

Artinya, para pemenang pilbup, pilgub, pilpres, hingga US Election memang orang-orang yang direstui Tuhan untuk memimpin rakyat di lingkungannya masing-masing.

Saya gagal menangkap bisikan suara dari langit. Mea culpa!

Rabu, 27 November 2024

Hotel Ping An Tjan, Surabaya, Saksi Bisu Kejayaan Masa Kolonial yang Kini Mangkrak

Iseng-iseng baca koran zaman Belanda  ketemu iklan kecil di surat kabar Sin Po edisi 9 Desember 1922. Ada Hotel Tionghoa yang baru dibuka di Surabaya pada 1 November 1922. Itu hotel punya merek: Ping An Tjan.

Lokasinya di Sambongan Gang Tjaijpoo Nomor 8 Soerabaia. Direktur: Lie Tiauw Hwat. Eigenares: Nyonya Pang A Kioe Nio.

Ada keterangan bahwasanya Hotel Ping An Tjan sebelumnya adalah rumah Oeij Kang Jan. Pasti saudagar Tionghoa kaya pada zaman Hindia Belanda.

Akhirnya terjawab sudah owe punya penasaran selama ini. Losmen Samudra, persis di samping Gereja Kristen Tionghoa (GKT), Jalan Samudra (d/h Jalan Bakmie) itu dulunya gedung apa? Riwayatnya seperti apa. 

Hotel yang berlokasi di Sambongan Gang Tjippo No. 8 – sekarang Jalan Kopi – dulunya dikenal akan fasilitasnya yang mewah dan pelayanannya yang prima. Namun, setelah masa kejayaannya, hotel ini berganti nama menjadi Losmen Samudra, lalu perlahan kehilangan pamornya hingga akhirnya tutup.


Suparti, warga sekitar yang telah lama tinggal di kawasan Sambongan, mengungkapkan bahwa lesunya hotel-hotel di kawasan ini dimulai sejak penutupan Stasiun Surabaya Kota (Stasiun Semut). 

"Dulu Ping An Tjan sangat ramai, karena banyak pedagang luar pulau yang jadi pelanggan tetapnya. Tapi sekarang, tinggal bangunannya saja yang mangkrak," ujarnya.

Suparti juga menyebut bahwa beberapa hotel era kolonial di Sambongan yang masih bertahan, seperti Hotel Semut, Hotel Irian, Grand Hotel, dan Hotel Merdeka, juga mengalami kondisi yang sulit. Sepi tamu. Kondisinya juga ibarat lansia yang kurang terawat.





 Cak Boen, arek Kalimas yang kini duduk di Amerika Serikat, punya pengalaman dengan hotel di dekat restoran Tionghoa kelas atas di era kolonial itu. Selain menjadi hotel, Ping An Tjan juga pernah menyediakan layanan ekspedisi antara Surabaya dan Banjarmasin.

 "Dulu saya pernah diajak naik sepeda gandolan bersama pembantu laki-laki untuk mengantar barang ke sana," kenang Cak Boen, yang semasa kecilnya sering menyaksikan kegiatan di Hotel Ping An Tjan.

 Menurut dia, kakaknya yang tertua juga sering diminta untuk mengurus pengiriman barang di sana. Cukup ramai kawasan Sambongan pada masa lalu karena ada banyak hotel di kawasan yang sebenarnya tidak terlalu luas itu.

Lantas, mengapa sekarang jadi bangunan mangkrak? Ada kesan angker malam hari. Apalagi ada pohon beringin di depannya.

Cak Boen menyebut nasib bangunan ini semakin tidak menentu karena masalah warisan. "Menurut teman main tenis saya di Surabaya, keturunan pemiliknya terlalu banyak dan tersebar di mana-mana, jadi sulit untuk mengeksekusi penjualan warisan," katanya.

 Ia juga mengingatkan bahwa jika dibiarkan terlalu lama terlantar, bangunan seperti ini berpotensi diambil alih oleh pihak ketiga, mafia tanah, atau tukang serobot tanahnya Gusti Allah.

Bangunan tua Hotel Ping An Tjan kini menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu kawasan Sambongan, yang dulunya menjadi pusat aktivitas ekonomi. Sayangnya, kawasan ini semakin terpinggirkan di tengah dominasi perkembangan kota modern yang berfokus di Surabaya Pusat dan Selatan. 

"Jejak sejarah Sambongan seperti Ping An Tjan menunggu perhatian serius agar tidak lenyap begitu saja sebagai bagian dari warisan budaya Surabaya," komentar AI.

Senin, 25 November 2024

Suster Ursula, OSA, teman masa kecilku di kampung pelosok Pulau Lembata

Suster Ursula, OSA, pekan lalu mampir di Surabaya. Suster asal Desa Lamawara, Lembata, itu kontak saya. Bagi fotonya bersama suster asal Belanda.

"Kami mengunjungi Romo Kurdo di Gereja Santo Paulus, Juanda," tulis Suster Ursula di caption foto wasap.

Di Sidoarjo, tepatnya Desa Geluran, Taman, komgregasi suster OSA punya biara kecil. Ada sekolah juga. Karena itu, Sr Ursula dkk dari Ketapang, Kalimantan Barat, selalu mampir. Kantor pusat OSA memang di Ketapang.

Biasanya cuma mampir semalam lalu geser ke Tumpang, Malang. Sebab OSA punya biara sekaligus rumah sakit di sana. RS Sumber Sentosa. Sudah puluhan tahun melayani masyarakat di Tumpang dan sekitarnya.

"Kame langsung mai Tumpang. Suster Belanda maring Surabaya pelate ayaka," kata teman masa kecil di Ile Ape, Lembata, itu.

 Artinya, "Kami langsung pergi ke Tumpang. Suster Belanda bilang Surabaya terlalu panas."

Suster Ursula ini nama lahirnya Marselina. Waktu kami SD di kampung dipanggil Marse. Lalu ganti nama Ursula setelah resmi jadi suster. Ursula itu dia punya mama punya nama di kampung pelosok Lembata. 

Maka kadang saya masih keliru sebut nama. Mestinya Suster Ursula, saya bilang Suster Marse. "Di sini tidak ada Suster Marse," kata seorang staf di Biara OSA Taman, Sidoarjo.

 Suster Ursula, OSA sudah 30 tahun lebih jadi biarawati Kongregasi Santo Agustinus (OSA). Motonya: Sungguh, Allah itu keselamatanku, aku percaya dengan tidak gemetar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatan dan mazmurku.  Ia telah menjadi keselamatanku (Yes. 12:2).

Meski biarawati, Sr Ursula punya keahlian khusus di bidang keperawatan dan rumah sakit. Karena itu, dia sangat sering ditugaskan untuk menangani manajemen RS Sumber Sentosa di Malang.

Saya sering diajak ke Tumpang untuk mengunjungi biara sekaligus rumah sakit di pinggir jalan raya itu. Tapi selalu tidak pas waktunya. Ketika saya berkesempatan mampir di RS Sumber Sentosa, Sr Ursula malah berada di Ketapang, Kalbar.

SMPK Sanctissima Trinitas Hokeng Ditutup Akibat Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki

Salah satu lembaga pendidikan bersejarah di Flores Timur, SMPK Sanctissima Trinitas Hokeng, resmi ditutup secara permanen pada 13 Desember 2024. Penutupan ini menyusul bencana erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki yang terjadi pada 10 November 2024, bertepatan dengan Hari Pahlawan.

Didirikan pada 6 Agustus 1958 oleh Sr. Guntil, SSps, SMPK Sanctissima Trinitas Hokeng telah menjadi bagian penting dari sejarah pendidikan di Flores Timur. Awalnya hanya menerima siswa perempuan, sekolah ini telah melahirkan ribuan alumni yang kini tersebar di seluruh dunia. 

Sayangnya, letusan dahsyat Gunung Lewotobi memaksa sekolah yang akrab disapa Sanctris ini mengakhiri perjalanannya.

Seperti halnya Gunung Lewotobi Laki-Laki yang berdampingan dengan Gunung Lewotobi Perempuan, SMP Sanctris juga hidup berdampingan dengan Seminari San Dominggo Hokeng, yang sama-sama terdampak bencana.

 Erupsi ini tidak hanya menghancurkan bangunan sekolah, tetapi juga mengubur kenangan para alumni dalam abu dan kerikil.

Bagi banyak alumni, SMP Sanctris adalah tempat mereka menanam benih panggilan hidup, terutama bagi mereka yang melanjutkan pendidikan ke Seminari San Dominggo Hokeng. Kisah-kisah masa remaja mereka diwarnai dengan asrama St. Agnes yang selalu terkait dengan Asrama Sesado. 

Rumah Retret Sesa Banu menjadi saksi bisu perjalanan iman dan persahabatan mereka.

Dus Nimo, salah satu guru yang mengabdi di SMPK Sanctissima sejak 18 Agustus 2016, mengungkapkan rasa kehilangan yang mendalam atas penutupan sekolah ini.

"SMPK Sanctissima Trinitas-Hokeng dalam kenangan," katanya, mengenang hari-harinya di sekolah tersebut.

"Mengulas kenangan mengabdi di SMPK Sanctissima adalah seperti membuka album penuh cerita perjuangan, dedikasi, dan kasih sayang. Setiap hari di sekolah ini adalah lembaran baru penuh semangat, tawa anak-anak, kerja sama dengan rekan-rekan guru, serta upaya tanpa henti untuk membawa pendidikan ke tingkat yang lebih baik. Namun, semua itu tiba-tiba sirna bersama dengan letusan Gunung Lewotobi. Dalam sekejap, bencana alam ini menghancurkan fisik sekolah dan juga harapan yang telah terbangun selama bertahun-tahun."

Ia juga menambahkan, meskipun sekolah telah tutup, kenangan dan nilai-nilai yang ditanamkan selama ini akan terus hidup dalam diri setiap siswa yang pernah ia bimbing.

Penutupan SMP Sanctris adalah pengingat akan rapuhnya kehidupan di bawah bayang-bayang gunung berapi. Namun, semangat pendidikan yang ditanamkan oleh Sanctris akan terus hidup melalui para alumni yang kini tersebar di berbagai belahan dunia.

Duka ini adalah panggilan bagi semua pihak untuk bersatu membantu komunitas yang terdampak bencana dan melestarikan nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh lembaga ini selama 66 tahun. SMP Sanctissima Trinitas Hokeng mungkin telah berakhir, tetapi warisannya akan terus berlanjut.

Kamis, 21 November 2024

Manusia Modern Lebih Suka Baca Ramalan Shio, Zodiak, Weton ketimbang Baca Berita-Berita Serius

Enam  berita terpopuler di PORTAL BERITA terbesar di Indonesia Kamis pagi ini:

1. Melarat Menjadi Ningrat: 8 Weton yang Tidak akan Sengsara Lagi Beralih Menjadi Hidup Makmur dan Sejahtera

2. Enam Tanggal Lahir Diberi Kecerdasan Intelektual Berpikir Logis Mudah Pecahkan Masalah

3. Ramalan Zodiak Keuangan dan Asmara 19 November 2024 : Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo dan Virgo

4. Ramalan Zodiak Keuangan dan Asmara 20 November 2024 : Aries, Taurus, Gemini, Cancer, Leo dan Virgo

5. Ramalan Zodiak Keuangan dan Asmara 19 November 2024 : Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricorn, Aquarius dan Pisces

6.  Keberuntungan Tertahan 2024, Kini Bendungan Rezeki 6 Weton Segera Jebol Pada 2025

Sudah lama konten terpopuler, dus disukai pembaca, adalah shio atau fengshui Tionghoa, ramalan bintang (zodiak), dan weton jowo. Saban hari pasti masuk 10 besar.

Bagaimana dengan konten-konten utama jurnalistik seperti berita? Sangat jarang masuk 10 besar. Sekali-sekali masuk top ten kalau ada kejadian yang benar-benar besar dan heboh. 

Shio, zodiak, weton selalu stabil di peringkat teratas konten paling populer. Karena itu, konten-konten ramalan nasib atau horoskop itu selalu dibuat para content creator atawa kreator konten.

Cukup bekerja di dalam ruangan, selancar sana sini di internet, media sosial, minta bantuan AI dsb, maka jadilah konten horoskop. Tidak perlu turun ke lapangan, wawancara, motret, mandi keringat seperti wartawan beneran. 

Kerja cerdas, bukan kerja keras! Kerja keras itu kuli tinta alias wartawan old school. Kerja cerdas gaya wartawan, eh kreator konten "jaman now". Kerja kuli hasilnya sedikit. Tidak pernah masuk 10 besar.

Saya bertanya kepada Tuan AI: mengapa konten terkait shio, zodiak, dan weton Jawa mengalahkan berita jurnalistik di portal berita terbesar di Indonesia?

 Beberapa alasan mengapa ini terjadi adalah:

1. Kebutuhan akan hiburan dan pelarian

 Dalam era informasi yang sangat cepat dan penuh tekanan, banyak orang mencari konten yang menawarkan hiburan, rasa nyaman, atau sekadar pelarian dari berita-berita yang berat atau menegangkan. Ramalan-ramalan tersebut memberikan hiburan ringan, yang jauh dari berita aktual yang sering kali penuh dengan konflik atau kejadian yang menegangkan.

2. Keterbatasan perhatian

Dalam dunia digital yang serba cepat, perhatian pembaca menjadi sangat terbagi. Banyak orang cenderung mencari konten yang bisa diserap dengan cepat dan tanpa banyak usaha. 

Berita jurnalistik, dengan analisis mendalam dan informasi yang membutuhkan perhatian lebih, bisa kalah saing dengan konten yang lebih mudah dikonsumsi, seperti ramalan yang hanya membutuhkan pembaca untuk membaca sekilas.

3. Personalisasi dan keinginan untuk relevansi pribadi

Shio, zodiak, dan weton Jawa sangat relevan dengan pengalaman pribadi pembaca. Orang cenderung tertarik pada hal-hal yang bersifat pribadi dan dapat memberikan informasi yang seakan-akan sesuai dengan mereka secara individu. 

Ini berbeda dengan berita jurnalistik yang lebih bersifat umum dan berfokus pada peristiwa besar yang mungkin tidak langsung memengaruhi kehidupan sehari-hari.

4. Media sosial dan viralitas

Konten seperti ramalan lebih mudah menjadi viral di media sosial. Mereka sering kali dibagikan karena sifatnya yang menarik, menghibur, atau bahkan mengejutkan. Artikel yang lebih serius atau berat mungkin tidak mendapatkan daya tarik yang sama di platform-platform sosial yang lebih cepat.

5. Kepercayaan dan nilai budaya

Di Indonesia, kepercayaan terhadap hal-hal seperti zodiak dan weton Jawa sangat kuat di sebagian kalangan. Ini membuat jenis konten tersebut memiliki audiens yang setia. Sebaliknya, berita jurnalistik, meskipun penting, mungkin dianggap kurang relevan atau menarik bagi orang-orang yang lebih percaya pada keberuntungan atau ramalan.

"Namun, ini tidak berarti bahwa masyarakat tidak tertarik lagi pada berita jurnalistik. Lebih tepatnya, ada pergeseran dalam cara orang mengonsumsi berita," kata AI.

Nah, sekarang saya makin sadar mengapa tulisan-tulisan di blog ini makin jarang dibaca. Dan, tidak lagi masuk dalam algoritma Google.

Paus Fransiskus Minta Dimakamkan Secara Sederhana Tanpa Upacara Megah - Tidak Perlu Peti Bertingkat

Paus Fransiskus dikenal dengan gaya hidupnya yang sederhana. Bapa Suci asal Argentina itu minta agar dimakamkan secara sederhana. 

Paus Fransiskus memilih peti kayu berlapis seng sebagai tempat peristirahatan terakhirnya. Meninggalkan tradisi panjang Gereja Katolik yang biasanya menggunakan tiga peti bertingkat dari kayu cemara, timah, dan ek.

Permintaan tersebut diumumkan melalui ritus formal baru yang diterbitkan Vatikan pada Rabu (20/11/2024). Selain peti sederhana, Paus juga menolak prosesi megah yang biasanya menampilkan jenazah paus di atas catafalque, sebuah panggung khusus di Basilika Santo Petrus. 

Sebagai gantinya, tubuh Paus Fransiskus nantinya akan tetap berada dalam peti dengan tutup terbuka selama penghormatan terakhir umat.

Paus yang akan berulang tahun ke-88 pada 17 Desember mendatang, masih aktif menjalankan tugasnya meski menggunakan kursi roda akibat masalah pada lutut dan punggung. Dalam beberapa bulan terakhir, ia bahkan melaksanakan dua kunjungan luar negeri yang melelahkan pada September serta memimpin sinode besar di Vatikan selama Oktober 2024.

Langkah ini sejalan dengan komitmen Paus Fransiskus untuk menyederhanakan banyak tradisi Gereja Katolik. Tahun lalu, ia menyatakan keinginannya untuk mempersingkat ritus pemakaman paus yang selama ini dikenal panjang dan penuh simbolisme.

 Selain itu, Paus Fransiskus juga menyampaikan rencana untuk dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma, bukan di Basilika Santo Petrus seperti para pendahulunya.

Pilihan ini mencerminkan hubungan spiritual mendalam Paus Fransiskus dengan Santa Maria. Ia kerap mengunjungi basilika tersebut untuk berdoa sebelum dan sesudah kunjungan apostolik ke luar negeri. 

Jika rencana ini terwujud, Paus Fransiskus akan menjadi paus pertama yang dimakamkan di luar Vatikan dalam lebih dari satu abad, sejak Paus Leo XIII yang wafat pada 1903 dan dimakamkan di Basilika Santo Yohanes Lateran, Roma.

Tradisi pemakaman paus dengan tiga peti yang bertumpuk telah berlangsung selama berabad-abad untuk memastikan jenazah tetap terjaga dari kerusakan serta memungkinkan barang-barang simbolis, seperti koin atau dokumen, disertakan bersama jenazah. 

Namun, melalui keputusan ini, Paus Fransiskus sekali lagi menunjukkan komitmennya pada kesederhanaan dan pengabdian spiritual yang mendalam.

Keputusan ini diharapkan akan memberikan inspirasi bagi umat Katolik di seluruh dunia untuk lebih memusatkan perhatian pada nilai-nilai spiritual dibandingkan tradisi megah yang sering kali penuh simbolisme.

Rabu, 20 November 2024

Nelys Manuk, Komposer Lagu "Sedon Lewa Papan", Tak Menyangka Karyanya Viral di Mana-Mana

 Lagu "Sedon Lewa Papan" karya Nelys Manuk, komposer asal Botung, Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT, menjadi viral setelah di-cover oleh L. Wurin, seorang polisi sekaligus penyanyi pop Lamaholot. Popularitas lagu ini melejit, tak hanya di Nusa Tenggara Timur (NTT) tetapi juga hingga ke luar negeri.

Nelys Manuk mengungkapkan bahwa lagu Sedon Lewa Papan diciptakan pada tahun 1990-an saat ia masih duduk di kelas 2 SMA di Larantuka. Lagu itu berkisah tentang Kopong, seorang pemuda Lamaholot, menjalin asmara dengan gadis cantik dari seberang lautan tapi kandas. Sang Sedon (gadis) diam-diam kecantol dengan pemuda dari Tanah Jawa.

"Sedon Lewa Papan itu lagu kedua saya. Tapi hanya disimpan saja karena teknologi belum semaju sekarang," ujar komposer yang tinggal di Podor, Larantuka, NTT.

Pada tahun 1992, saat bekerja di Radio Khusus Pemerintah Daerah (RKPD) Flores Timur, Nelys Manuk mencoba menyodorkan lagu itu untuk disiarkan. "Ternyata dapat sambutan yang bagus," kenangnya.

Sambutan tersebut mendorong Rusny Assan, seorang penyanyi lokal, untuk merekam lagu Sedon Lewa Papan di Surabaya. "Waktu itu masih dalam bentuk kaset pita," kata Nelys Manuk.

Bertahun-tahun kemudian, di era digital, Nelys melihat potensi untuk membangkitkan kembali lagu Sedon Lewa Papan. Ia menganalisis suara beberapa penyanyi Lamaholot di YouTube dan media sosial sebelum akhirnya menemukan sosok yang cocok.

 "Saya merasa L. Wurin adalah pilihan yang tepat. Padahal, saya tidak kenal dia sebelumnya, meskipun dia di Lewoleba dan saya di Larantuka yang sebenarnya cukup dekat," ujarnya.

Nelys Manuk kemudian mencari kontak WhatsApp (WA) Laurensius Wurin dan mengajaknya bekerja sama. Hasilnya, lagu Sedon Lewa Papan yang dibawakan Laurensius Wurin mendapat sambutan luas di media sosial, terutama di TikTok.

 "Puji Tuhan, lagu Sedon Lewa Papan bisa diterima banyak orang," kata Nelys Manuk yang murah senyum itu.

"Saya sendiri terkejut karena tidak akrab dengan media sosial, khususnya TikTok. Saya dikasih tahu teman-teman bahwa Sedon Lewa Papan viral di TikTok."

Lagu Sedon Lewa Papan kini tidak hanya menjadi simbol kebanggaan masyarakat Lamaholot, tetapi juga medium untuk memperkenalkan budaya daerah ke tingkat nasional dan internasional.

 "Terima kasih telah menghargai karya kami, anak Lewotana, untuk mengabadikan dan melestarikan budaya Lamaholot melalui koda kirin," tambah Nelys Manuk.

Kisah ini menjadi bukti bahwa musik tradisional dengan sentuhan modern mampu menembus batas geografis dan menarik perhatian lintas budaya.