Tak berapa lama setelah Mama Acha, tetangga terdekat di Desa Lamawara, Lembata, berpulang, datang lagi berita sedih. Bibi Margareta Kewa Hurek Making meninggal dunia.
Tuhan Allah soreng tite
Tuhan Allah gutero balik
(Tuhan yang memberi. Tuhan yang mengambil - Ayub)
Saya tak bisa berkata-kata. Hanya bisa tertunduk lesu. Lalu teringat kata-kata Ayub itu. Tuhan Allah gutero kae: Tuhan Allah sudah ambil kembali!
Bibi Reta (Margareta) adalah adik kandung bapak saya, Nikolaus Nuho Hurek. Anak kedua dari 5 bersaudara. Anak sulung tak lain Bapa Niko Hurek. Dulu generasi bapakku ini tinggal di kampung lama di lereng Gunung Ile Ape yang masih terus erupsi itu.
Kemudian kampung-kampung lama ditutup pada masa awal Orde Baru. Dibangunlah "desa gaya baru" di pinggir pantai. Generasi saya adalah generasi "kampung baru" itu meski saya sendiri dilahirkan di "kampung lama" yang kini jadi kampung adat Lamaholot.
Saya terakhir kali bertemu Bibi Reta saat perkabungan kematian Bapa Niko Hurek di Desa Bungamuda. Ayahku meninggal pada 22 Juli 2019.
Kondisi Bibi Reta saat itu sudah agak lemah meski kelihatan sehat. Tutur katanya tetap halus, bicara perlahan. Tidak pernah meninggikan suaranya. Selalu tersenyum. Bibi memberi kekuatan kepada saya dan empat adik yang baru saja kehilangan ayah kandung tercinta.
Tidak lama setelah itu, Gunung Lewotolok alias Ile Ape meletus pada November 2019. Suasana kacau di kampung. Disusul kemudian bencana lahar dingin yang menewaskan banyak orang. Terjadi pandemi Covid-19.
Kondisi Bibi Reta melemah. Kehilangan tenaga. Sulit bergerak ke mana. "Badannya seperti mengecil. Hanya bisa di tempat tidur saja," kata Vincentia alias Yus adik kandungku di Kupang.
Pihak rumah sakit di Pulau Lembata kelihatannya angkat tangan. Bibi akhirnya dibawa ke Kupang. Kebetulan ada dua adik kandungnya di Kupang, yakni Bapa Daniel Hurek dan Bapa Urbanus Hurek. Jadi, bisa dipantau perkembangannya setiap saat.
Kondisi Bibi sempat sangat memburuk tahun lalu. Minta doanya, pesan keluarga besar di Kupang. Kondisi Bibi perlahan-lahan membaik. Tapi masih belum punya tenaga untuk mobilitas ke mana-mana.
Boleh dikata selama tiga tahun itu Bibi Reta menderita dengan sakitnya yang aneh. Kita hanya bisa sembahyang, sembahyang, dan sembahyang.
Akhirnya, Tuhan hodero nai rae Bapa langun. Tuhan memanggil Bibi kembali ke rumah Bapa.
Selamat jalan, Bibi Reta!
Terima kasih sudah menemani kami semua sepanjang hidupmu!
Semoga damai dan tenang bersama Bapa di surga!