Kamis, 29 Juni 2023

Lembu di Malaysia, Sapi di Indonesia, Lembu Sapi di Alkitab

Hari ini banyak lembu dikurbankan. Warga miskin dapat jatah daging segar. Bagus untuk menambah asupan protein hewani. Lembu adalah sumber protein yang bagus. Kecuali barangkali di Bali.

Ayas sudah lama tidak dengar kata "lembu" di Jawa. Yang dipakai "sapi". Lembu, eh, sapi sumbangan Presiden Jokowi sudah tiba di Masjid Al-Akbar Surabaya. 

Sebaliknya, kalau kita nonton televisi Malaysia, Astro Awani, misalnya, maka tak akan ada kata "sapi" di Malaysia tapi selalu lembu, lembu, lembu, lembu. Apakah "lembu" berbeda (Malaysia: berbeza) dengan "sapi"? Atau sinonim?

Kamus bahasa Melayu Malaysia mencatat:

<< sapi :  sj binatang yg rupanya spt lembu dan berwarna hitam, Bos indicus. >>

Oh, begitu penjelasan tentang "sapi" versi Malaysia. Sapi itu sejenis binatang seperti lembu dan berwarna hitam.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

<< sapi : mamalia berkuku genap yang termasuk ke dalam kelompok ruminansia, bertubuh besar, bertanduk, berkaki empat, dipelihara untuk diambil daging dan susunya; lembu〔Bos spp.〕>>

<< lembu : sapi >>

Kata "sapi" dan "lembu" sama saja di Indonesia. Sinonim. Entah warnanya hitam, putih, cokelat, belang-belang, putih hitam, dsb tetap disebut sapi atau lembu. 

Alkitab bahasa Indonesia terjemahan baru (TB) tahun 1974 yang digunakan hampir semua gereja di Indonesia malah selalu menggunakan kata "lembu sapi". Kata "sapi" jarang bahkan tidak dipakai. 

Karena itu, Ayas dulu pernah bertanya kepada guru agama di sekolah. Lembu sapi itu binatang sapi atau binatang lain? Sama saja, kata Bapa Guru. Sapi ya lembu. Lembu ya sapi.

<< Kejadian 18 : 7
Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya. >>

Bahasa memang selalu berubah seiring perkembangan masyarakat, kemajuan teknologi, interaksi dengan bahasa dan budaya lain dan sebagainya. Begitu juga bahasa Indonesia. 

Bahasa Indonesia tempo doeloe sangat dekat dengan bahasa Melayu yang dipakai di Malaysia. Lama-lama bahasa yang akarnya sama ini berkembang dan akhirnya terasa sedikit berbeda nuansa dan rasa. Orang Malaysia sekarang (hampir) tidak pernah sebut "sapi". Sebaliknya, orang Indonesia pun tidak pernah menyebut "lembu" untuk binatang mamalia Bos indicus itu.

Selamat Idul Adha 1444 Hijriah!

Selasa, 27 Juni 2023

Citra Scholastika Bawakan Mazmur Tanggapan di Gereja Matraman Jakarta

Paroki Santo Yoseph, Matraman, Jakarta, baru saja merayakan hari jadi ke-144, pada Sabtu 24 Juni 2023. Sudah cukup tua gereja itu. Cukup banyak orang Flores yang membagikan gambar dan video perayaan HUT ke-144 Gereja Katolik Matraman di Jakarta Timur.


Paroki Matraman sejak dulu memang kental dengan suasana Flores. Gereja yang sangat Flores. Maklum, romo-romo yang bertugas di Matraman dari Societas Verbi Divini alias SVD alias Soverdi. Dan 90 persen, bahkan lebih pater-pater SVD itu berasal dari NTT, khususnya Flores dan Lembata.

Ada lomba poco-poco, tarian Gemu Famire dari Maumere, pakaian adat NTT dan sebagai. Seru banget, kata teman dari Ngada yang sudah karatan di Paroki Matraman. "Ucapan syukur 144 tahun paroki, Bung!" katanya.

Ayas lebih terkesan dengan Skolastika Citra Kirana Wulan alias Citra Scholastika alias Citra Idol. Artis top yang melejit lewat Indonesia Idol itu jadi bintang tamu di pesta paroki. Bukan bintang tamu biasa penyanyi asal Jogja yang jago membawakan nomor-nomor jazz, swing, blues dan pop kelas berat itu.

"Citra yang menyanyikan Mazmur Tanggapan," kata teman itu.

Wow, luar biasa! 

Artis atau penyanyi yang beragama Katolik sih lumayan banyak. Tapi jarang atau hampir tidak ada yang terlibat langsung dalam liturgi ekaristi. Apalagi jadi pemazmur. Biasanya artis-artis itu cuma menyanyi saat resepsi di luar gereja.

Ayas perhatikan gaya menyanyi Citra saat membawakan Mazmur Tanggapan. Apakah ada improvisasi ala penyanyi jazz atau blues? Ternyata tidak ada. Gayanya sangat klasik khas musik liturgi. Kualitasnya memang di atas rata-rata pemazmur yang bukan artis.

Citra Scholastika rupanya bukan sekali ini saja dipercaya sebagai pemazmur. Saat misa Malam Natal di Gereja Katedral Jakarta tahun lalu pun Citra tampil menyanyikan lagu Mazmur yang resitatif itu. "Deg-degan kalau menyanyikan Mazmur di depan ribuan umat di dalam gereja. Beda dengan menyanyikan lagu-lagu pop di konser," katanya.

Melihat latar belakang keluarganya di Jogjakarta, Citra Idol ini memang sejak kecil sudah aktif di liturgi. Katolik beneran! Karena itu, dia kerap menulis catatan yang reflektif tentang makna Natal, Paskah, dan sebagainya. 

Citra Scholastika pernah menulis:

"Bahwa keyakinan dan kepercayaan Maria akan kehendak Bapa lebih besar daripada ketakutan Maria diawali tiba tiba mengandung dan tiba tiba harus kehilangan anak dengan cara yg menyakitkan.

Teladan inilah yg mau mengingatkan stiap kali saya takut menghadapi hari ini atau esok, namun biarlah "terjadi padaku menurut kehendak Bapa" ."

Deo gratias!
Berkah Dalem!

Sabtu, 24 Juni 2023

Maestro Paduan Suara FX Arie Soeprapto Bahagia di Surga

Ada tiga orang pelatih paduan suara pelajar dan mahasiswa top di Surabaya pada era 80-an dan 90-an. Ketiganya masih berkiprah dan berprestasi pada awal tahun 2000-an. Theys Watopa, FX Arie Soeprapto, dan Musafir Isfanhari.

Ayas dulu sering ngobrol, wawancara, sekaligus menimba ilmu dari ketiga maestro tersebut. Ayas yang pernah aktif di paduan suara mahasiswa dan kor mudika di gereja akhirnya jadi paham rahasia membina paduan suara yang baik. Teorinya sederhana tapi praktiknya sangat tidak mudah.

Karena itu, tidak banyak paduan suara mahasiswa dan pelajar SMA/SMK yang benar-benar bagus di Indonesia. Kuncinya di teknik produksi suara, blending, harmonisasi, dinamika dsb. Ilmu paduan suara itu diketahui hampir semua dirigen atau pelatih.

Theys Watopa yang asli Papua sudah lama berpulang. Hampir semua tim paduan suara pelajar yang dilatih Theys pasti dapat medali emas. Kalau apes ya dapat perunggu. Di tangan Theys Watopa, Gitamsala Choir dari SMAN 5 Surabaya sering jadi juara di Jawa Timur dan tingkat nasional.

Musafir Isfanhari tak hanya pelatih paduan suara tapi juga arranger kor kelas wahid. Tata suara SATB (sopran, alto, tenor, bas) yang dibuat Isfanhari sangat menarik. Ayas paling terkesan dengan aransemen kor Bukit Kemenangan yang dibuat Isfanhari.

Sampai sekarang Pak Isfan masih sesekali melatih paduan suara pelajar di Surabaya. Tapi biasanya kor-kor besar untuk upacara 17 Agustus bersama Gubernur Jatim di halaman Grahadi. Isfan juga sering memimpin paduan suara masyarakat Tionghoa di Pasar Atom.

FX Arie Soeprapto sangat identik dengan SMAK St Louis I alias Sinlui Surabaya. Pak Yapi, sapaan akrabnya, seakan tidak boleh melatih tim-tim lain yang bakal jadi kompetitor. Maklum, Yapi juga guru SMAK Sinlui. Beda dengan Theys yang bisa melatih sekolah apa saja karena tidak punya ikatan khusus dengan sekolah atau komunitas tertentu.

Di tangan Pak Yapi alias Aryono, Sinlui Choir berhasil menjadi tim paduan suara yang sulit dikalahkan di Surabaya, Jatim, bahkan Indonesia. Ia punya trik dan teknik latihan khusus untuk membentuk suara muda-muda SMA yang aslinya masih mentah. Dibuat bulat dan enak oleh Pak Yapi.

,,Harus telaten dan sangat disiplin," katanya suatu ketika.

Belakangan Ayas sering bertemu Pak Yapi saat misa di Gereja Roh Kudus, Purimas, Gununganyar. Kebetulan satu paroki yang digembalakan imam-imam SVD asal NTT. Pak Yapi lebih sering bicara soal fotografi. Dia ternyata jawara sejati fotografi. Maestro fotografi di Surabaya.

Di kalangan wartawan-wartawan di Surabaya, Pak Yapi ini lebih dikenal sebagai master atau suhu fotografi. Mungkin cuma Ayas yang tahu kiprah dan prestasi Pak Yapi di bidang paduan suara. Maklum, Pak Yapi hanya memberikan biodata berupa daftar prestasi di bidang fotografi sejak 1970 sampai tahun 2000 sekian.

,,Itu pun tidak lengkap. Kalau ditulis semua (prestasi/penghargaan) jadi panjang sekali," kata lelaki kelahiran Kediri 20 April 1946 itu.

Kembali ke paduan suara. Sejak medio 2000-an, Pak Yapi agak mundur sebagai pembina Sinlui Choir. Tongkat estafet diserahkan ke Maya Widyaningrum, alumnus Sinlui dan ITS, serta Onni Prihantono, putra Pak Yapi. Oni mewarisi bakat ayahnya.

Sinlui Choir masih stabil prestasinya di berbagai festival paduan suara. Di sisi lain, kualitas kor-kor pelajar di Jawa Timur makin bagus dan merata. Sinlui dan Smala tak lagi dominan. Ini setelah makin banyak anak muda yang jago musik klasik dan piawai membina paduan suara.

Sejak awal pandemi covid, Ayas tak pernah bertemu dengan Pak Yapi. Hingga akhirnya mendapat kabar bahwa maestro fotografi dan paduan suara itu berpulang ke pangkuan Sang Pencipta pada 4 Juni 2023.

Selamat jalan, Pak Yapi!
Matur nuwun!

Mbah Karmanu, 91 tahun, jemaat tertua di Gereja Advent Sumberwekas

Sabtu 24 Juni 2023. Ayas mampir di kompleks Gereja Advent Sumberwekas, Prigen, Jawa Timur. Gereja di atas bukit itu disebu-sebut sebagai Gereja Advent tertua di Pulau Jawa. Dibangun sekitar tahun 1912.

Namun, bangunan gereja sekarang masih tergolong baru. Gereja yang dibangun pada zaman Hindia Belanda sudah ambruk. Lalu dibangun gereja baru. Tidak terlalu besar tapi cantik. Sedap dipandang saat kita melintas di jalan raya Prigen-Trawas.

Di sebelah atas ada bumi perkemahan Advent yang sangat luas. Mahanaim namanya. Ada juga aula besar. Diresmikan Menpora Hayono Isman pada Agustus 1997. Saat itu diadakan perkemahan anak muda Advent se-Asia Pasifik. Pesertanya sekitar 1.500 orang.

Sudah ada 20-an jemaat datang ke gereja untuk Sekolah Sabat. Kebaktian Advent memang selalu diadakan pada hari ketujuh alias Sabat alias Sabtu. Bukan hari Minggu. Karena itu, Gereja Advent di Indonesia resminya bernama Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK).

Ayas tertarik dengan seorang kakek yang tampak masih semangat ikut ibadah Sabat. Orangnya ramah, grapyak, ngomong bahasa Jawa halus. Jemaat Advent tertua di Sumberwekas, Prigen, ini bernama Mbah Karmanu. Lahir di Lumbangrejo, Prigen, tahun 1932.

Luar biasa, Mbah Karmanu, 91 tahun. ,,Saya diantar sama menantu saya yang muslim,'' kata Mbah Karmanu. ,,Kita berbeda agama tapi saling menghormati."

Mbah Karmanu mengikuti sekolah Sabat bersama istri dan beberapa kerabatnya. Boleh dikata dialah pinisepuh Advent di Prigen, bahkan Jawa Timur, yang masih sugeng (hidup). ,,Teman-temanku sudah gak ada semua. Doakan ya semoga saya dikasih umur sama Tuhan."

Mbah Karmanu kemudian bercerita tentang awal mula dia menjadi jemaat Advent sebelum kemerdekaan. Tempo doeloe Karmanu mengaku tidak punya agama yang jelas. Dibilang Islam tidak pernah sembahyang, Buddha bukan, Kristen bukan. ,,Saya tidak punya cekelan (pegangan)," kenangnya.

Karmanu kecil biasa menggembala kambing di kampungnya yang sejuk dan subur itu. Dia biasa lewat di dekat Gereja Advent Sumberwekas. Tapi tidak tertarik sama sekali. ,,Dulu orang-orang kampung bilang Kristen itu agamane Londo. Kalau mati diobong (dibakar). Anak-anak semua takut dan ngeri."

Suatu ketika ada anggota Advent yang mendatangi Karmanu di rumahnya. Ngobrol soal kambing, sapi, sawah, hingga cekelan untuk bekal ketika meninggal nanti. Orang harus punya pegangan atau agama. ,,Tapi saya takut sama agamane Londo. Kalau saya ke gereja nanti dirasani orang sekampung. Wong Jowo kok melok agamane Londo,'' tutur mbah sambil tersenyum.

Orang Advent tidak putus asa. Mereka dengan sabar menjelaskan bahwa jenazah orang Kristen tidak dibakar. Ada yang memang dikremasi tapi lebih banyak yang dikuburkan seperti jenazah umumnya. 

Agamane Londo? Yang mengajak Karmanu, Imanuel, bukan orang Belanda tapi Jawa Barat. ,,Pak Imanuel sudah lama gak ada."

Karmanu awalnya kagok ikut kebaktian alias Sekolah Sabat setiap Sabtu. Lama-lama dia makin paham dogmatika dan ajaran Gereja Advent. Termasuk ajaran yang berbeda dengan gereja-gereja Kristen lainnya. ,,Gak terasa saya sudah puluhan tahun ikut Advent," katanya.

Ayas sebetulnya masih ingin ngobrol lebih banyak dengan Mbah Karmanu. Seorang Adventis senior yang sudah banyak makan asam garam sejak zaman Belanda, Jepang, kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga saat ini. Sayang, waktu untuk kebaktian Sabat sudah dekat. 

Ayas pun pamit.
Matur nuwun, Mbah Karmanu!
Selamat Hari Sabat!

Pater Yustin Genohon Tukan SVD Bernyanyi di Rumah Bapa

Satu lagi komposer musik liturgi beristirahat dalam damai (RIP). Pater Yustin Genohon Tukan, S.V.D. meninggal dunia di Maumere, Flores, Selasa 20 Juni 2023. Rupanya pater asal Pulau Lembata, NTT, sudah lama punya masalah diabetes.


Kondisi fisiknya menurun belakangan ini. Namun Pater Yustin masih membawakan lagu indah ciptaannya sendiri yang viral di kalangan umat Katolik di NTT. "Tuhan Memanggil Namaku!"

Sejak dulu bumi Lamaholot melahirkan komposer-komposer musik liturgi yang cukup terkenal di NTT. Bahkan seluruh Indonesia. Komponis generasi lama yang sudah RIP antara lain Pater AS Letor SVD, Mateus Wari Weruin, Apoly Bala, Petrus Riki Tukan.

Pater Yustin Genohon masih terkait erat dengan komposer generasi Jubilate, Syukur Kepada Bapa, Madah Bakti, Exultate, dan lagu-lagu ,,stensilan lepas" (istilah lawas) yang beredar di NTT. Pater Yustin biasanya menulis lagu pakai tulisan tangan. Tulisannya kurang rapi tapi mudah dibaca.

Partitur-partitur karya Yustin Genohon kemudian difoto berkali-kali. Di era digital ini partitur empat suara SATB kemudian difoto dan disebarkan ke paduan suara paroki, stasi, sekolah, komunitas dsb. Karena itu, aktivis paduan suara tidak asing dengan komposisi-komposisi gubahan Pater Yustin.

Berbeda dengan Pater AS Letor atau Paul Widyawan di Jawa yang hanya fokus pada lagu-lagu misa (liturgi), Pater Yustin menciptakan lagu-lagu rohani yang agak ngepop. Bisa dinyanyikan saat ekaristi, bisa juga untuk pop rohani alias gospel song biasa. PML Jogja biasa menggolongkan sebagai ,,lagu rohani bukan liturgi''.

Dibandingkan dengan komposer-komposer lain, Pater Yustin tergolong sangat produktif. Lagu ciptaannya yang sudah beredar sudah ratusan, bahkan mendekati seribu biji. Belum lagi lagu-lagu yang belum ,,diumatkan'' alias belum dipublikasikan. 

Inspirasi untuk mengarang lagu bisa datang dari mana saja. Dalam keadaan apa pun Pater Yustin bisa mendapatkan bisikan nada-nada, harmoni yang sudah terangkai di kepala. Saat berada di rumah jemaat, omong-omong santai, Pater Yustin kadang mengambil kertas putih lalu corat-coret notasi dan syair. Jadilah bakal komposisi musik liturgi.

Romo Yustin biasanya langsung uji coba lagu barunya. Umat yang suaranya cukup bagus disuruh menyanyikan lagu yang belum 100 persen selesai itu. Yustin menyimak sambil membuat coretan. Kemudian direvisi hingga tercipta lagu baru siap edar.

,,Kepergian sang gembala umat, Pater Yustin Genohon,  meninggalkan nestapa mendalam bagi semua orang. Ia merupakan maestro dan komponis telah melahirkan ratusan lagu-lagu rohani liturgi gereja,'' tulis salah satu portal di NTT.

Sayang, lagu-lagu Pater Yustin yang indah itu kurang dikenal di kalangan umat Katolik di Jawa. Hanya sesekali dibawakan paduan suara yang kebetulan dirigennya berasal dari Flores, NTT. Komposisi-komposisi karya Pater Yustin lebih banyak muncul di YouTube.

Ayas terkesan dengan lagu-lagu ordinarium misa gaya Lamaholot. Begitu membaca kabar berpulangnya Pater Yustin, Ayas langsung buka YouTube. Umat Katolik di Pulau Solor sana menyanyikan karya romo seniman itu dengan penuh semangat. Rasanya seperti di kampung halaman.

Selamat jalan, Pater Yustin!
Selamat bernyanyi di surga!

Jumat, 23 Juni 2023

Siswi berhijab bersih-bersih Gereja Katolik Tanggul, Jember


Ayas punya kawan lama saat kuliah dulu sekarang jadi pastor. RD Tiburtius Catur Wibawa. Gak nyangka mahasiswa FKIP Universitas Jember itu bakal jadi romo. Tapi bacaan-bacaannya, koleksi bukunya, rajin sembahyang dan misa memang sangat menunjang panggilan imamatnya.

Ayas dulu biasa pinjam kaset-kaset koleksi Catur. Biasanya lagu-lagu oldies. Titiek Puspa, Broery, Vina Panduwinata, hingga Sinatra, Jagger, Bon Jovi, Rod Stewart. Selera musik Catur sebelum jadi romo memang sangat luas.

Catur ini rada nyeniman memang. Punya kemampuan menulis naskah teater, puisi, hingga jadi sutradara. Lakon-lakonnya ada yang dipetik dari Alkitab. Salah satunya cerita tentang Ananias dan Safira. 

Ayas praktis tak pernah kontak Catur. Tahu-tahu muncul berita yang agak viral di media sosial dan internet. Ada romo Katolik di Banyuwangi yang bangun musala di Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro. 

Oh, Tuhan, Catur Wibawa sudah jadi romo. Terkenal karena unik. Gerakan-gerakannya selalu di luar kotak. Penuh kejutan. 

"Saya sediakan musala karena sebagian besar pengunjung (lahan ekologi) beragama Islam. Mereka selalu bertanya tempat salatnya di mana? Yah, saya bangun musala saja. Sederhana khas bangunan Osing," katanya.

Dari Banyuwangi, romo praja Keuskupan Malang itu dimutasi ke Paroki Tanggul, Kabupaten Jember. Ayas sangat hafal gereja di dekat alun-alun yang dulu masih berstatus stasi. Belum jadi paroki. Parokinya ya Paroki Santo Yusuf, Jember. Sekitar 30 km dari Kota Jember. 

Ayas perhatikan di media sosial dan berita-berita daring kiprah Romo Catur Wibawa di Tanggul, Jember. Beda dengan pater-pater biasa yang fokus ke liturgi, katekese, dsb. Romo Catur masih getol menyapa warga setempat yang bukan Katolik. Sering ketemu kiai-kiai, ulama, baksos lintas agama.

Yang agak heboh di media sosial, Romo Catur membagikan video 5 siswi berjilbab dari SMAN 2 Tanggul sedang bersih-bersih gereja. Menyapu ruangan layaknya koster atau umat Katolik yang kebagian giliran membersihkan gereja. Para siswi itu tampak menikmati suasana gereja yang semula asing bagi mereka.

"Gereja Katolik itu mirip museum," kata seorang siswi SMAN 2 menjawab pertanyaan Romo Catur.

Romo asal Tegaldelimo, Banyuwangi, itu tidak mengajak lima siswi berhijab tersebut untuk kerja bakti di gereja. Mereka datang sendiri dalam rangka program penguatan pelajar Pancasila. Semacam aplikasi PMP tempo doeloe secara praktis.

"Keren banget," kata Romo Catur yang memang dekat dengan anak-anak SMA itu. 

Ayas sudah menduga video siswi berjilbab membersihkan Gereja Katolik Tanggul, Jember, itu bakal menuai polemik. Ada ribuan komentar yang pro dan kontra. Ayas cuma komen satu kata, "Haleluyaaaa!"

Sebagian mengapresiasi lima siswi berjilbab yang punya rasa toleransi tinggi. Gak ngomong tok tapi dipraktikkan langsung. Sebaliknya, tidak sedikit yang kontra. Menurut mereka yang kontra, toleransi itu tidak boleh kebablasan. Cukup tidak mengganggu umat beragama lain yang menjalankan ibadah. 

Adrian Irawan:
"Pada gila kalian dalam bertoleransi, klw toleransi itu gak harus juga begitu.yg jelas gak perlu kita ambil urusan mereka sampai masuk gereja cukup aja biar mereka beribadah gak perlu diganggu."

Ani Sinurat:
"Saya juga sering bersihin mesjid waktu saya SMP di Aceh. Guru saya nyuruh bersihin mesjid kami ramai ramai.  Bagi saya tidak jadi masalah buat saya, malah dulu saya pake hijab.

Kan daerah Aceh dulu otonomi daerah,  mau tidak mau harus  mengikuti mayoritas. Bagi saya  biarpun bersihin mesjid dan kesekolah pakai hijab gak ngaruh iman saya, tetap setia pengikut Kristus."

Bagi orang NTT, khususnya Flores dan Lembata, kalau sekadar menyapu gereja atau masjid mah kecil. Orang-orang Katolik di kampung pelosok sana justru bersama orang Islam membangun masjid di kampung. Orang Islam juga ikut bantu tenaga, pasir, batu untuk renovasi gereja atau kapela. 

Orang Katolik di pelosok NTT biasa jadi ketua panitia perayaan Idul Fitri atau Idul Adha. Belum lama ini orang Islam jadi ketua panitia Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik Nasional di Kupang.

Alangkah bahagianya hidup rukun dan damai! (Mazmur 133)

Kamis, 22 Juni 2023

Bacang Legendaris Tante Oei di Peneleh. Selamat Pesta Pecun πŸ™πŸΌπŸ™πŸΌ

Dr Dede Oetomo menulis ucapan Sembahyang Bakcang (η«―εˆθŠ‚) pagi tadi. Dosen senior Universitas Airlangga dan Universitas Katolik Widya Mandala saban hari memuat hari raya, pesta, perayaan apa saja di laman media sosialnya.

Aha, beta jadi ingat itu bacang alias bakcang di Jalan Peneleh 92 Surabaya.

Dulu beta biasa mampir minta informasi tentang jajanan khas Tionghoa untuk hari Pecun. Resepnya, bahan-bahan, cara memasak, isinya dsb. 

Apakah dalemannya harus babi? Ini pertanyaan penting di Indonesia yang mayoritas muslim. Sebab banyak orang Indonesia, apa pun agamanya, ingin mencicipi semua kuliner Tionghoa sejak Gus Dur jadi presiden. Tapi banyak yang ragu-ragu. Khawatir makanan Tionghoa ada unsur babi dan alkohol alias tidak halal.

Oei Kong Giok, sekarang 72 tahun, bilang bacang tidak mesti diisi babi di dalamnya. Bisa juga ayam. Ada pula bacang khusus untuk vegetarian. Karena itu, di pasar dan di rumah Oei selalu ada tulisan dan tanda yang jelas mana bacang yang pakai babi, mana yang ayam, mana yang vegetarian.

Bacang di Peneleh ini sudah termasuk legendaris. Oei Kong Giok mulai merintis tahun 1978. Awalnya coba-coba dagang jajanan untuk membantu suaminya bekerja di selepan padi di Mojokerto. Ketimbang tidak bikin apa-apa di rumah.

Usaha rintisan Tante Oei lama-lama disukai sehingga usaha ini makin besar dan stabil. Di masa Orde Baru pun makanan bacang tetap laris meskipun rezim Soeharto melarang adat istiadat dan budaya Tionghoa. Kuliner Tionghoa rupanya tidak dilarang.

Tante Oei saat muda menjual bacang bikinan sendiri untuk dijual di kawasan Kembang Jepun, Undaan, Tambak Bayan, dan Pasar Atom. Itu kawasan pecinan yang masyarakatnya masih kuat adat Tionghoanya. Kalau mau Pecun bacang-bacang Peneleh laku keras.

Tuhan Allah kasih berkat, kata Tante Oei yang masih tahes di usia senja itu.

Selamat pesta bacang!
Semoga semua orang bahagia!