Kamis, 25 Mei 2023

Ya, Khalik Semesta, Umat-Mu Tolonglah!

Sudah lama banget saya tidak menikmati paduan suara. Khususnya saat pandemi corona selama 3 tahun. Liturgi disederhanakan. Lagu-lagu dikurangi. Bahkan dihilangkan.

Saya jadi terbiasa ikut misa online versi USA. Sangat pendek. Paling lama 25 menit. Hemat data. Beda dengan misa daring versi kita di Indonesia yang masih panjang meski lagu-lagu sudah dikurangi.

Lagu pembukaan dan penutup yang selalu ada dalam misa bersama Father Jack Sheaffer dari West Springfield, USA, yang sering saya ikuti, adalah Come, Thou Almighty King. Khas himne gereja biasa. Tapi tidak pernah saya dengar di Gereja Katolik di Indonesia.

Romo Jack ini imam yang merangkap jadi lektor, misdinar, dsb. Bacaan pertama, bacaan kedua, bacaan Injil, homili, doa umat... semua diborong pastor ini. Maka tidak heran misa jadi sangat padat dan singkat. Romo Jack pun tidak pernah nyanyi sama sekali.

Sejumlah buku nyanyian Katolik saya periksa. Madah Bakti jelas tidak ada. Puji Syukur tidak. Jubilate lama tak ada. Yubilate (versi baru Yubilate) terbitan Ende Flores tidak ada. Syukur Kepada Bapa terbitan Flores juga tidak ada. Kidung Adi terbitan PML Jogja yang berbahasa Jawa sudah pasti tidak ada.

"Aneh, lagu liturgi yang sangat populer di kalangan Katolik Amerika Serikat kok tidak ada di Indonesia?" pikir saya.

Sekian lama kemudian saya buka Kidung Jemaat. Buku nyanyian Kristen Protestan terbitan Yamuger. Saya perhatikan notasi lagu-lagu kebaktian Protestan secara sambil lalu. 

Eureka, ketemu notasi yang sama dengan lagu misa di Amerika itu. Judul di Kidung Jemaat Nomor 16: Ya, Khalik Semesta. Ada keterangan di bawah partitur empat suara itu. Lagu ciptaan Felice de Giardini 1769. Syair: Charles Wesley 1757. Yayasan Musik Gereja (Yamuger) menerjemahkan menjadi Ya, Khalik Semesta.

Lega rasanya. Rasa penasaranku akhirnya terjawab. Lagu ini sederhana tapi cukup megah khas himne-himne gereja tempo doeloe.

Ya, Khalik Semesta, umat-Mu tolonglah!

Selasa, 23 Mei 2023

Mampir di Kelenteng Mojosari yang baru terbakar


Kelenteng Hiap Thian Kiong di Mojosari, Kabupaten Mojokerto, dilalap api pada Minggu (7/5/2023) siang. Si jago merah  l menghanguskan sebagian bangunan TITD  yang didirikan pada 1897 tersebut.

Minggu kemarin (21 Mei) kita mampir untuk melihat dari dekat kondisi Kelenteng Mojosari itu. Lokasinya strategis sekali di pojokan jalan raya. Kita orang yang wisata ke Pacet, Trawas, Jolotundo dsb biasanya lewat di depan itu kelenteng.

Kita disambut dengen baek oleh dua orang Tionghoa yang lagi sibuk membersihkan puing-puing reruntuhan bangunan. Ada juga dua tukang kelihatannya wong Jowo. Kelihatannya sedang persiapan renovasi.

 "Sekarang baru dibersihkan setelah pita garis polisi diambil," kata salah seorang pengurus kelenteng yang perempuan.

Kita perhatikan hanya satu bangunan yang kobong. Tiga bangunannya masih utuh. Gedung pertemuan kena separo. Gedung pertunjukan wayang potehi tidak terkena api sama sekali. Patung dewa-dewi masih kelihatan utuh meski terpanggang si jago merah di siang bolong itu.

Kita juga tanya siapa tuan rumah itu kelenteng dan bagaimana kondisinya. "Maksudnya tuan rumah?" wanita itu bertanya balik.

Kita punya maksud apakah tuan rumahnya Makco, Dewi Kwan Im, Kong Tik Tjung Ong.... 

"Oh.. di sini tuan rumahnya Dewa Kwan Kong," katanya.

Oh, kita orang dulu pernah beberapa kali mampir di Kelenteng Mojosari dan sempat nulis beritanya. Itu karena kita dikasih tahu Ki Subur, dalang wayang potehi dari Sidoarjo, yang ditanggap main di situ. Dalam rangka sembahyang rebutan atau apa kita lupa.

Ki Subur biasa main lakon potehi sesuai permintaan Kwan Kong sebagai empunya rumah. Biasanya cerita tentang petualangan Sie Djien Kwie. Seru banget. Subur yang wong Jowo mampu menghidupkan cerita lama itu dengan bahasa gado-gado Hokkian, Jowo, Melayu Tionghoa, dan bahasa Indonesia. 

Selalu ada adegan lucu yang bikin kita orang ketawa-ketawa. Meskipun penontonnya sedikit, pertunjukan potehi jalan terus. Biasanya main saban hari selama satu bulan.

Kita lihat itu panggung sekaligus rumah khusus untuk pertunjukan wayang potehi masih utuh. Kita ikut senang dan mendoakan semoga kelenteng tua itu segera diperbaiki agar cakep lagi seperti sedia kala. Dan, kalau ada pentas potehi kita orang akan luangkan waktu untuk dateng nonton lagi.

Senin, 22 Mei 2023

Remah-remah dolar AdSense vs tukang parkir

Begitu banyak cerita sukses YouTuber, blogger, kreator konten di media sosial yang bikin orang terperangah. Mereka mengaku dapat penghasilan luar biasa. Sehari bisa dapat dolar jauh di atas UMK Surabaya yang hanya Rp 4 juta sebulan. Ada blogger kelas daerah ngaku dapat Rp 600 ribu sehari.


Benarkah demikian?

Hem.. ada yang mungkin benar tapi banyak yang tidak. Hasil Adsense biasanya jauh di bawah UMK. Separo UMK pun tidak. Apalagi blog-blog yang pengunjung sedikit. Meski banyak pengunjung, tak ada yang klik iklan ya amsyong.

Ayas dapat cerita dari Kang Deddy Said admin grup Deddy Dores. Dia punya kanal YouTube khusus untuk lagu-lagu Deddy Dores. Dari zaman 60-an atau 70-an hingga tutup usia. Lagu-lagu artis lawas hingga terakhir yang diorbitkan Dores pun diunggah di channel Deddy Dores.

Hasilnya?

"Miris, Bung," kata Kang Deddy di Bandung.

"Setelah berjalan hampir 2 bulan total semua video di channel baru menghasilkan 190 ribuan rupiah (kurang lebih). Miris karena tiap 1 video masih ada iklannya yang dibayar 50 dan 100 perak per hari.

Anda bisa bayangkan jauh  lebih besar  tarikan seorang tukang parkir yang sekali narik paling kecil 1000 rupiah. Kalau satu hari tentunya si tukang parkir sudah bisa menghasilkan puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rupiah," Deddy yang juga musisi senior itu menambahkan.

YouTuber vs tukang parkir. Ayas jadi ingat jukir-jukir di Jalan Karet dan Kembang Jepun, Surabaya. Dalam sehari minimal Rp 100 ribu masuk kantong. Itu sudah dipotong bayar makan dua kali ditambah kopi atau es teh beberapa gelas. Satu gelas kopi biasanya Rp 3.000 atau 4.000 di warkop.

Ayas dulu ikut main AdSense juga di blog lama. Hasilnya juga pas-pasan karena jumlah klik sangat sedikit meski pengunjung tergolong banyak untuk ukuran blog pribadi. Biasanya baru cair USD 100 setelah tiga bulan. Kadang empat bulan.

Artinya,  cuma dapat 33 dolar alias sekitar Rp 400 ribu sebulan. Jauh di bawah penghasilan tukang parkir yang mencapai Rp 3,5 juta per bulan. Apalagi kalau ada acara Kya-Kya Reborn di Kembang Jepun penghasilan para jukir berlipat ganda. Sebab, satu motor ditarik Rp 5.000.

Pengalaman Ayas, main AdSense ini memang untung-untungan. Baik itu di YouTube, Blogger, WP, dan sebagainya. Kadang sehari cuma dapat 100 perak atau 50 perak seperti disebut Kang Deddy adminnya Deddy Dores itu. Tapi kadang bisa dapat jauh di atas tarikan jukir sehari.

Hasil Google AdSense meningkat tajam biasanya karena ada artikel unggulan yang dicari anak sekolah atau mahasiswa untuk menggarap tugas. Makanya artikel unggulan yang informatif dan nirkala (timeless) sangat diperlukan di sebuah blog. Kalau cuma cerita hobi nggowes, bakar ikan, pesiar di sana sini ya wassalam.

Pekan lalu, Ayas iseng-iseng mendaftar blog ini untuk dimonetisasi. Main AdSense lagi istilahnya. Seminggu kemudian disetujui. Sehingga mulai muncul iklan-iklan otomatis dari Mbah Google. Biar laman website lebih warna-warni dengan iklan-iklan tante cantik, obat kuat, hingga Bible Study - kalau artikelnya berbau kristiani.

Hasilnya? Sama dengan AdSense di YouTube yang juga tidak menentu. Angkanya jauh di bawah penghasilan tukang parkir sehari, meminjam istilah Kang Deddy di Bandung. Tapi, ya, kadang di atas pendapatan jukir di Surabaya.

Sabtu, 20 Mei 2023

Pendeta Stephen Tong masih rajin KKR keliling di usia 83 tahun

Ayas tadi lewat daerah Kejapanan, Gempol, Pasuruan. Kampungnya Inul Daratista. Artis dangdut goyang ngebor itu sudah tidak menarik. Diganti penyanyi-penyanyi muda nan segar. Inul wis tuwek.

Yang menarik memang bukan Inul. Ayas justru tertarik dengan spanduk besar di pinggir jalan raya. Kebaktian Pembaruan Iman Nasional (KPIN) dengan pembicara Pendeta  Dr. Stephen Tong. Rev Tang bakal tampil pada 24 Mei 2023, pukul 18.00 di Lapangan Tembak Brimob, Watukosek, dekat kampungnya Inul.

Rev Tang juga tampil di Stadion Ahmad Yani, Magersari, Kota Mojokerto, Lapangan Parkir Stadion Kanjuruhan,  Malang, dan Lapangan GKJW Tambakasri, Desa Sidoasri, Malang.

Ayas berdecak kagum. Di usia 83 tahun, Pendeta Tong Tjong Eng ternyata belum pensiun. Masih pelayanan keliling kota-kota di Indonesia. Masih segar juga. Seakan tak ada pensiunnya pendeta kelahiran Pulau Gulangyu, Xiamen, Tiongkok, itu.

Ayas langsung ingat Tong Tjong An alias Solomon Tong. Saudara kandung Stephen Tong itu sudah lama tidak bikin konser Surabaya Symphony Orchestra (SSO). Sebelum pandemi Covid-19 pun konser SSO di ballroom hotel tidak ada. Biasanya di Shangri-La.

Padahal, sejak 1996 orkes simfoni yang namanya SSO itu paling sedikit konser besar 3 kali setahun: Christmas Concert, Easter Concert, dan Konser Kemerdekaan. Selain Solomon Tong sudah sepuh, sponsor-sponsor tidak sebagus dulu. Ekonomi lesu. Bahkan, sponsor utamanya meninggal dunia saat covid lalu.

Beda dengan Pendeta Stephen Tong Tjong Eng. Sampai hari ini agenda kebangunan rohaninya belum surut. Cuma terhenti sejenak saat ada PPKM era covid. Selepas covid, PPKM dicabut, pendeta yang gencar mengecam teolog-teolog kemakmuran dan aliran haleluya itu kembali gaspol, istilah orang warkopan.

Di Katolik, pastor-pastor yang berusia 75 tahun diminta mengajukan pensiun. Bapa Uskup juga begitu. Hanya Paus yang tidak pensiun. Kecuali Paus Benediktus XVI yang memensiunkan diri pada usia 86 tahun. Paus Fransiskus saat ini juga 86 tahun.. tapi sepertinya tidak memilih pensiun macam pendahulunya itu. 

Ayas akan tanya langsung kalau ada kesempatan bertemu Rev Tang:
Apa resepnya? 
Jamu apa saja yang diminum? 
Apakah ada ramuan khusus dari Xiamen? 

Harga selamatan dan nazar di Gunung Kawi 2023

Masih ada oleh-oleh cerita dari Gunung Kawi. Ayas sempat motret daftar harga selamatan nazar dan wayang kulit. Angka-angka ini sering jadi rasan-rasan di warkop dan media sosial.

Sudah pasti mahal, bagi karyawan kelas UMK. Tapi, bagi para siansen kelas laopan, pasti murahlah. Apalagi kalau hasilnya nanti bisa berlipat ganda. Ada saja rezeki dari Gunung Kawi, bagi yang percaya.

"Kita orang harus punya keyakinan yang kuat. Kalau gak yakin ya anggap aja kita orang cuman dateng untuk wisata atawa rekreasi," kata Koh Ming, pedagang asal Surabaya yang langganan 'wisata' ke Gunung Kawi.

Ayas sempat minta daftar harga selamatan di Gunung Kawi. Kelihatan melonjak tajam dibandingkan sekian tahun lalu. Menyesuaikan kurs rupiah, inflasi, nilai pasaran dsb.

Paling murah tumpeng sayur Rp 60 (ribu). Kambing Rp 2.500. Sapi Rp 17.000. Nanggap wayang syukuran Rp 5.000. Wayang ruwatan Rp 10.000.

Peziarah silakan pilih mau pakai sesajen yang mana. Mau yang lengkap ya mahaaaal sekali. Tapi bisa hemat kalau ambil sajen biasa. "Ndak selametan juga ndak papa," kata seorang penjaga. "Semua itu tergantung keyakinan masing-masing."

Pesarean Gunung Kawi mulai berdiri sejak 1871. Ia jadi tempat peristirahatan terakhir Eyang Djoego alias Kiai Zakaria II dan Eyang RM Imam Soedjono.

Meski awalnya pesarean kiai, tokoh muslim, Gunung Kawi kemudian berkembang jadi tempat ziarah warga Tionghoa. Karena itu, di dekat pesarean ada Kelenteng Dewi Kwan Im, Tie Kong, Rumah Ciamsi. Ornamen nuansa Tionghoa terasa kental. 

Gepekris Prigen buah karya misionaris Tiongkok tempo doeloe

Orang Tiongkok tidak cuma pinter dagang. Mereka juga ikut pekabaran Injil ke berbagai negara. Salah satunya ke Hindia Belanda yang sekarang jadi Indonesia.

Salah satu karya misionaris Tiongkok adalah Gereja Persekutuan Kristen (Gepekris). Gereja aliran pentakosta ini dulunya satu sinode dengan Gereja Kebangunan Kalam Allah (GKKA). Ayas kenal GKKA karena dulu sering ngopi dekat GKKA di Sidoarjo. Dekat dengan stasiun kereta api itu.

Ayas awalnya penasaran dengan Gepekris di Jalan Raya Ledug Nomor 9, Tretes, Pasuruan. Sebab, gereja ini unik. Lokasinya tak jauh dari Graha Wacana, rumah retret milik pater-pater SVD, juga di Desa Ledug. Bedanya Graha SVD belum lama dibangun. Gepekris ini gereja tua tempo doeloe.

Ayas pun mampir ngopi di dekat Gepekris Prigen. Ada warkop dan kafe yang bagus. Binaan gereja itu. Ayas bertanya sedikit tentang keberadaan Gepekris, corak, tata liturgi, dan sebagainya.

Sayang, hampir semua orang yang Ayas ajak ngobrol itu muslim. Mereka hanya tahu ada gereja di Jalan Ledug. Mereka tidak bisa bedakan maka Katolik, Protestan, Pentakosta, Karismatik, Advent dsb. "Pokoke iku gerejone wong Nasrani,"  kata jamaah warkop.

Syukurlah, di era digital ini tersedia banyak informasi di internet. Ayas buka Wukipedia. Ada artikel yang membahas Gepekris secara umum. Gereja ini hasil pekabaran Injil yang dilakukan Chinese Foreign Missionary Union (CFMU). 

CFMU berpusat di Ik Chou, Kwangsi. Diketuai Pendeta Leland Wang. Pada 26 Maret 1929 CFMU mengutus misionaris dari Tiongkok ke luar negeri untuk mengabarkan Injil. "Lingkup penginjilan CFMU semakin luas ke berbagai bangsa dan daerah, sehingga kantor lembaga misi CFMU dari Provinsi Kwangsi dipindahkan ke Hongkong," tulis Wikipedia. 

Ayas terkesan membaca artikel tentang zending Tiongkok, CFMU, hingga jadi Gepekris. Bukan main gembala-gembala dari Tiongkok. Seandainya Tiongkok tidak jadi negara komunis pada 1949 bisa jadi akan banyak gereja-gereja di sana.

Haleluyaaaaah!!! 

Konser mencerdaskan bangsa ala Ahmad Dhani

Terlepas dari sepak terjang politiknya, Ahmad Dhani tetaplah musisi dan komposer hebat. Semalam Dhani bersama bennya Dewa 19 dan sejumlah artis papan atas bikin konser di Surabaya. Judulnya The Night At Orchestra Chapter III.

Bukan konser ben biasa. Orkes semiklasik mengiringi lagu-lagu Dewa 19 yang (hampir) semuanya dikarang Ahmad Dhani.

Dhani membuka pertunjukan dengan hit lawas Queen, Bohemian Rhapsody. Lalu komposisi karya  Rachmaninoff dan Maurice Ravel. Terlihat musikalitas politikus Gerinda ini bukan kaleng-kalengan.

Mulan Jameela, istri tersayang Dhani, dapat jatah tarik suara 5 lagu. Meski usianya sudah kepala papat dan sibuk jadi anggota parlemen, Mulan masih energetik. Penonton senang. Riuh rendahlah arena konser di Grand City.

Lalu Muhammad Devirzha alias Virzha, vokalis Dewa 19, membawakan lagu-lagu hit ben itu. Roman Picisan, Selimut Hati, Lagu Cinta, Pupus, dan Risalah Hati.

Ari Lasso, vokalis pertama Dewa 19, dapat giliran terakhir. Lasso membawakan lagu-lagu yang tak asing lagi bagi anak muda 90an (yang kini makin menua).  Elang, Aku Milikmu, hingga Cinta Kan Membawamu Kembali.

Lasso ini juga sudah tua - ukuran artis pop. Tapi penonton tetap senang dengan karakter vokalnya yang bersih dan tajam.

Dhani bilang konser di tahun politik ini ada misi khusus untuk edukasi penonton. Khususnya agar bisa mengapresiasi orkestra. Musik orkestra (klasik) bisa mengasah kecerdasan. "Jadi, saya ingin mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," tuturnya.

Dhani yakin penonton yang beli tiket mahal tidak pulang dengan tangan hampa. Tapi membawa ilmu.. dan makin cerdas.