Minggu, 02 April 2023

Nostalgia Koran Bahasa Belanda Vrije Pers di Kaliasin 52

Tidak banyak wartawan veteran Jawa Pos era Kaliasin (sekarang Jalan Basuki Rahmat) yang masih tersisa. Salah satu yang sedikit itu Bung Sudirman. Ia masuk JP tahun 1978.

Oplah JP saat itu sekitar 6.000 eksemplar. Itu pun order cetak. "Koran yang retur banyaaaak sekali," kenang Sudirman. Saat itu Surabaya Pos jadi raja surat kabar, katanya. Oplah SP sekitar 75 ribu.

Jawa Pos yang didirikan The Chung Shen pada 1 Juli 1949 awalnya berkantor di Kembang Jepun 166. Di bekas gedung Bank of Taiwan. Adapun gedung kolonial di Kembang Jepun 167-169 (sekarang kantor Radar Surabaya) jadi kantor NV New China dan koran Hua Chiao Hsin Wen alias Huaqiao Xinwen alias Chinese Daily News. Milik The Chung Shen juga.

Om The lalu mengakuisisi Surat kabar De Vrije Pers yang berbahasa Belanda di Jalan Kaliasin 52 Surabaya,  19 Februari 1954. Bekas kantor De Vrije Pers inilah yang kemudian dijadikan kantor JP. Sebab gedung eks Bank Taiwan diambil oleh yang berhak. Kemudian dibongkar dan dibangun stan-stan Pasar Terang.

Bung Sudirman bilang kantor redaksi dan percetakan JP di Kaliasin rupanya kurang hoki. Kok bisa? "Bagian depan menghadap Embong Sawo, menghadap timur tusuk sate," katanya setengah bercanda.

Masih dengan manajemen lama, Om The yang Tionghoa Hollands Spreken, memindahkan kantor ke Kembang Jepun 167-169. Kantor redaksi dan percetakan jadi satu. Menempati gedung tua eks Unie Bank yang dibangun sekitar 1880.

Hokinya bagaimana? "Sama saja. Oplah masih 6.000-an. Om The makin tua, sementara anaknya tinggal di Inggris. Tidak mau melanjutkan usaha ayahnya," ujar Bung Sudirman.

Hoki JP mulai berubah ketika JP diakuisisi PT Grafity penerbit majalah Tempo. Dahlan Iskan ditugaskan menata redaksi dan mengubah budaya kerja perusahaan. "Semangatnya DI bagaikan habis minum suplemen."

Sudirman yang waktu itu nyambi jadi koresponden Merdeka dan side job lain dipanggil DI. "Anda harus memilih biar fokus. Ikut JP atau kerja yang lain," tegas DI.

"Saya pilih tetap mengabdi di JP. Mampir ngombe di JP," ujar Bung Sudirman.

Anaknya Bung Sudirman juga mampir ngombe di JP. 

Jokowi kurang tanggap, terlambat tanggap isu Israel

FIFA benar. 

Indonesia memang tidak layak jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 karena menolak kehadiran Israel. Padahal, Israel lolos kualifikasi Zona Eropa. Tidak gampang lolos di Zona Eropa yang mutu sepak bolanya sangat tinggi.

Sebaliknya, Indonesia lolos ke Piala Dunia U-20 karena dapat wild card sebagai tuan rumah. Timnas sepak bola Indonesia kelompok umur atau senior mustahil lolos ke Piala Dunia karena mutu sepak bolanya yang sangat buruk. Jangankan tingkat dunia, sampai sekarang pun Indonesia belum pernah juara Piala AFF. Padahal, cuma level Asia Tenggara. Alih-alih tingkat Asia.

Indonesia juga benar. 

Indonesia menolak Israel karena membela konstitusi. UUD 1945 menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan dst dst, kata Plt Menpora Muhadjir Efendi. Israel negara zionis masih menjajah Palestina sampai hari ini.

Indonesia tidak akan pernah membuka hubungan diplomatik dengan Israel, kata Menko Polhukam Mahfud Md. Selama Israel masih menjajah Palestina, katanya.

Ya sudah.

Lupakan saja Piala Dunia U-20. Meski begitu banyak anggaran dikeluarkan untuk membenahi 6 stadion secara besar-besaran sesuai standar FIFA. Salah satunya GBT Surabaya yang dekat tempat pembuangan sampah di Benowo. 

Pemkot Surabaya sudah habis-habisan membenahi GBT baik di dalam maupun luar. Bikin jalan baru akses ke GBT. Areal parkir yang luas. Hingga menghilangkan bau sampah. Sejak Wali Kota Risma sampai Wali Kota Eri Cahyadi fokus perhatian ke GBT sebagai salah satu venue resmi Piala Dunia U-20.

Belum lagi pembenahan Stadion Gelora 10 Nopember di Tambaksari da  Lapangan Thor sebagai tempat latihan peserta Piala Dunia. Dua tahun lebih persiapan kejuaraan akbar itu.

Semuanya jadi useless. Gara-gara kehadiran Israel. Konstitusi di atas segalanya bagi Indonesia meski sudah banyak negara Arab dan Islam yang berdamai dengan Israel. Arab Saudi yang keras pun makin ramah dengan Israel. Begitu pula Qatar, tuan rumah Piala Dunia 2022 lalu.

Masalahnya, mengapa kehadiran Israel baru ditolak hanya beberapa hari jelang undian di Bali?

Gubernur Wayan Koster menolak. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo juga menentang Israel dengan dalih mengikuti jejak Presiden Soekarno dulu. Belum lagi ormas dan partai Islam yang sudah pasti menentang habis Israel itu macam PKS, Muhammadiyah, kelompok 212, dsb.

Israel lolos kualifikasi pertengahan tahun lalu. Mestinya pemerintah peka dan tanggap. Presiden Jokowi, Menko Polkam, Menlu, Menpora, dsb sudah harus ambil sikap. Siapa pun tahu bahwa kehadiran Israel di Piala Dunia U-20 bakal mengundang kontroversi luar biasa.

Isu Israel sangat sensitif di Indonesia. Dan bisa digoreng jadi isu politik. Pemerintahan bisa jatuh karena dianggap melanggar konstitusi. Ormas-ormas 212 bakal demo berjilid-jilid jika Israel jadi main di Piala Dunia U-20.

Nah, di sinilah kelemahan pemerintah. Tenang-tenang saja. Menganggap isu Israel ini biasa-biasa saja. Bak api dalam sekam. Presiden Jokowi baru memberikan reaksi setelah FIFA membatalkan drawing di Bali. Terlambat, Pak!

Nasi sudah jadi bubur.

Indonesia memang tidak bisa menenggang Israel demi konstitusi. Sebaliknya, FIFA pun tidak menenggang negara yang melakukan diskriminasi terhadap anggotanya yang jadi peserta turnamen resmi. Apalagi sekelas Piala Dunia.

Maka, apa boleh buat, gagasan Jokowi agar Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade dan Piala Dunia beneran (senior) ibarat pungguk rindukan bulan. Sebab, Israel sudah pasti mengirim banyak atlet ke Olimpiade.

Bahkan, bukan tidak mungkin, Indonesia bakal didiskualifikasi sebagai tuan rumah Piala Thomas dan Piala Uber seandainya Israel lolos kualifikasi. Ah, seandainya Palestina segera merdeka! 

Vigilate et orate! Berjaga dan berdoa!

Pekan suci dimulai hari ini dengan Minggu Palem. Aku ikut misa semalam di Gereja Kristus Raja, Surabaya. Suasana lebih meriah karena tak ada lagi pembatasan macam tiga tahun berturut-turut.

Misa Palem sederhana saja. Tidak ada perarakan membawa daun palma. Apalagi jalan kaki agak jauh macam di NTT. Prosesi palem kelihatannya hanya sekadar formalitas. Di dalam gereja saja.

Hosanna filio David...
Pueri Hebraeoum, portantes ramos olivarum...

Anak-anak Hibrani, membawa ranting-ranting zaitun...

Setelah Minggu Palem, lalu Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Vigili Paskah, Minggu Paskah.

Kalau di Jawa kelihatannya landai-landai saja, apalagi bersamaan dengan puasa Ramadan, di NTT bakal meriah lagi. Khususnya di Flores dan Lembata. Khususnya lagi di Larantuka.

Upacara Semana Santa (Pekan Suci serapan dari bahasa Portugis) dipastikan normal kembali. Sejak bulan lalu tempat-tempat penginapan, rumah penduduk untuk homestay sudah penuh. Ribuan peziarah bakal datang ke Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, untuk mengikuti tradisi Semana Santa warisan Portugis pada abad ke-15 itu.

Semoga Semana Santa di Nagi Larantuka dan seluruh dunia berjalan lancar, aman, membawa berkat Allah.

Spiritus quidem promptus est, caro autem infirma! 
Roh memang penurut tapi daging lemah!

Vigilate et orate!
Berjaga dan berdoa! 

Kamis, 16 Maret 2023

Seniman Santoso Setyono Larang Anak Jadi Seniman


Seniman patung Santoso Setijono, 72,  berpulang pekan lalu. Jenazahnya dikremasi di Kembang Kuning, Surabaya, Sabtu 11 Maret 2023. Cukup banyak kenangan dengan Cak San, sapaan akrab perupa lulusan ASRI Jogjakarta, 1978, itu.

Cak San rada nyentrik khas seniman. Asyik diajak ngobrol apa saja. Meledak-ledak gayanya. Selalu semangat dan optimistis. Guyonannya juga asyik.

Sepeninggal Cak San, saya cari-cari tulisan lama tentang pria kelahiran Jogjakarta, 12 Oktober 1950, itu. Tak banyak informasi di internet. Maklum, tak banyak wartawan yang menulis tentang kiprah pematung ini.

Eh, kebetulan nemu arsip koran lawas di Surabaya. Tulisanku sendiri juga. Hasil ngobrol ngalor ngidul saat Santoso sedang menyelesaikan patung Cak Durasim di Taman Budaya Jatim, Jalan Gentengkali 85 Surabaya.

Tidak pakai catatan, tak pakai rekaman, hanya mengandalkan memori otak. Itu salah satu ajaran Suhu Dahlan Iskan. Bahwa semua wartawan Jawa Pos Group tidak boleh mencatat saat wawancara dengan narasumber. Kecuali angka-angka, tanggal lahir, ejaan nama, nomor telepon, dan sejenisnya.

Nah, para seniman senior ini kebanyakan tidak mau anaknya ikut jejak bapaknya jadi seniman. Mulai dari Rudi Isbandi, Liem Keng, Bambang Thelo, hingga Santoso ini.

"Sejak awal saya justru melarang anak-anak saya jadi seniman," kata Santoso seperti dikutip Radar Surabaya, Minggu 25 November 2007.

"Cukup bapaknya saja yang jadi seniman. Saya tidak mau anak-anak melakoni hidup seperti saya."

Tidak heran, dua anak Cak San tidak bergelut di dunia kesenian. Natashia Sekar Akoso dan Christosa Lingga Hasmoro punya dunia sendiri. Jauh dari dunia seni rupa atau visual art.

Saya jadi ingat seniman Liem Keng sang maestro sketsa di Undaan Kulon 125 Surabaya. Anak-anaknya pun jauh (atau dijauhkan) dari dunia serupa. Ada yang dagang di Bali, ada yang di Sulawesi.

Karena itu, rumah sekaligus studio dan toko pracangan Liem Keng di Undaan Kulon dijual tak lama setelah papanya meninggal dunia. Sekarang jadi toko listrik. Padahal, Liem Keng dulu pernah menyatakan keinginannya agar rumah studio itu dijadikan museum.

Nasib Museum Rudi Isbandi di Karang Menjangan pun tidak jelas. Sudah mangkrak sepeninggal seniman senior yang doyan blusukan setiap hari ke berbagai sudut kota itu.

Saya pun mampir ke rumah studio Cak Santoso Setijono di Desa Keboan Anom, Gedangan, Sidoarjo. Hening, sepi, tertutup rapat. Saya langsung teringat nasib rumah Rudi Isbandi dan Liem Keng di Surabaya. Juga rumah dan studio rocker legendaris Ucok AKA Harahap di Lawang. 

"Anaknya bilang rumah ini mau dijual," kata tetangga mendian Cak San.

Hidup itu singkat, seni abadi!

Rumah seniman (biasanya) lekas berlalu. 

Senin, 13 Maret 2023

Santoso seniman patung yang menolak tua

Kapan jenazah Bapak Santoso Setyono  dimakamkan?

"Bapak dikremasi Sabtu pukul 12.00 di Kembang Kuning," jawab keluarganya.

"Quia pulvis es, et in pulverem reverteris!" kata pater katolik mengutip Kejadian 3. 

Dari debu kembali ke debu! 

Selamat jalan Cak San!
Semoga damai bersama Sang Pencipta! 

Saya sedang di luar kota sehingga tak bisa ikut upacara kremasi di Eka Praya, Kembang Kuning. Apalagi informasi tentang kremasi itu baru saya ketahui hanya 4 jam sebelum pelaksanaan.

Minggu pagi, 12 Maret 2023, saya mampir ke rumah mendiang Cak Santoso di Keboan Anom, Gedangan. Ada beberapa karangan bunga. Rumah besar sekaligus studio seni rupa itu tertutup rapat.

Keluarga Pak San sempat datang tapi pulang lagi, kata tetangga.

Saya hanya bisa mengenang Cak Santoso seniman patung yang unik itu. Orangnya energetik, semangat, selalu merasa muda dan kuat meski otot, tulang, dan onderdil di tubuhnya sudah sepuh.

Langkahnya tegap, omongannya keras, penuh energi. Jamune opo? Gak ada, katanya.

Sebagai seniman patung, Cak Santoso cukup mewarnai Sidoarjo. Kebetulan konco pleknya sesama KAAS, Win Hendrarso, jadi Bupati Sidoarjo dua periode, 2000-2010. Seniman-seniman eks ISI Jogja yang tergabung dalam KAAS sering bikin acara di Pendapa Delta Wibawa.

Suasana pendapa saat itu memang sangat hidup. Bupati Win senang kesenian, pameran lukis, undang Sawung Jabo, Inisisri dsb. Juga menggagas Sidoarjo sebagai kota festival. Seniman-seniman dikirim ke Jogja, Bandung, Australia untuk studi banding.

Cak Santoso dapat job bikin patung udang dan bandeng. Banyak banget patung-patung karya Cak San yang menghiasi Sidoarjo.

Cak Santoso juga dapat job bikin patung Cak Durasim. Dipasang di depan Gedung Cak Durasim, Gentengkali, Surabaya. "Saya harus laku, meditasi, beberapa hari sebelum bikin patung Cak Durasim," kata Santoso.

Begitu banyak kenangan manis dan pahit bersama Cak Santoso. Semoga semangatnya yang berapi-api, tidak pernah merasa tua, tetap berkarya sampai kapan pun diwarisi kawan-kawan seniman di Bumi Jenggala.

Matur suwun, Cak Santoso!

Sabtu, 11 Maret 2023

Tidak ada wifi. Baca koran bahas PSK Tretes

Tidak ada wifi.
Bicaralah dengan orang sekitar Anda.

Begitu tulisan di warkop depan Candra Wilwatikta, Pandaan. Tempat yang dulu sangat terkenal dengan pertunjukan seni budaya tradisional dan modern.

Ayas mampir di warkop itu bukan untuk ngopi tapi ingin nunut wifi. Sebab lupa beli data. Semalam data yang masih banyak hangus.

Warkop di Pandaan ini sejak dulu hanya jualan kopi sasetan. Bukan kopi racikan yang nikmat. Kopi sasetan terlalu banyak gula. Padahal saya suka kopi yang agak pahit. Gula cukup satu sendok kecil.

Kaget juga baca tulisan itu. "Tidak ada wifi! Bicaralah dengan orang sekitar Anda."

Amat menarik pesan singkat itu. Bicaralah dengan orang sekitar Anda! Itu yang hilang di era media sosial yang serba digital ini. 

Begitu banyak orang yang cangkruk di warkop di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan sebagainya. Tapi semua orang sibuk dengan ponselnya sendiri-sendiri. Tak ada lagi diskusi gayeng ala warkop seperti dulu.

Orang mampir ke warkop lalu main HP. Satu jam, dua jam, bahkan bisa lebih untuk nebeng internet gratis.

Tak ada data dan wife, apa boleh buat, Ayas baca koran Radar Bromo. Koran jaringan Jawa Pos Group itu menulis kasus penangkapan 2 mucikari, 3 penjaga vila, dan 48 PSK di kawasan Tretes. Bisnis esek-esek itu rupanya tidak mati-mati juga di Tretes meski sering digerebek satpol PP.

Wanita-wanita muda yang direkrut, kata Radar Bromo, berasal dari Bandung hingga Kalimantan. Pasti ayu-ayu. Tarif paling murah Rp 600 ribu. Ada 3 wanita malah masih di bawah 17 tahun. Seru!

Kopi sasetan produksi Sidoarjo yang legendaris itu habis. Ayas melanjutkan perjalanan ke rumah retret tidak jauh dari Pandaan dan Tretes. Mau silaturahmi dengan pater senior SVD asal Pulau Lembata yang sudah lama bertugas di situ.

Ada juga satu pater CM asal Lembata alias Lomblen yang jadi gembala di rumah retret milik Kongregasi Misi alias CM di Prigen. Mumpung masa Prapaskah, kita orang sesekali perlu piknik ke kawasan adem ayem sambil minta berkat pater senior.

Haleluyaaaaaah!!! 

Rabu, 08 Maret 2023

Vaksinasi keempat di Puskesmas Gunung Anyar

Pandemi Covid-19 genap berusia 3 tahun di Indonesia pada 2 Maret 2023. Rasanya biasa saja. Tak ada liputan khusus di media, seminar, atau kegiatan khusus di Surabaya. Seakan virus corona sudah lumpuh.

Karena itu, prokes jaga jarak, cuci tangan, pakai masker makin diabaikan. Saya perhatikan 3 dari 10 orang di Surabaya dan Sidoarjo tidak pakai masker meski berada di dalam ruangan. Apalagi cuci tangan dan jaga jarak.

Gubernur Khofifah dan Walkot Eri Cahyadi sering mengimbau warga datang ke puskesmas untuk mendapat vaksin keempat. Namun, warga cenderung abai alias santai-santai aja.

"Aku cuma vaksin dua kali," kata Cak Man di Rungkut. 

Kapan vaksin ketiga, Cak? "Dua kali wis cukup. Memangnya masih ada covid," kata pemilik warung yang gila Rhoma Irama ini.

Bukan saja Cak Man, jemaah warkop pun kebanyakan punya pendapat sama. Mereka rata-rata enggan divaksin ketiga, keempat, kelima dst. Beda dengan vaksin pertama dan kedua dulu. Saat itu wabah corona luar biasa. Angka kematian sangat tinggi. Sekarang sudah terasa normal. Persis sebelum ada covid.

Pagi ini, Rabu 8 Maret 2023, saya mampir ke Puskesmas Gunung Anyar. Mau vaksin keempat. Suasana benar-benar sepi. Tak ada orang yang sedang atau antre disuntik.

Beda dengan vaksin ketiga dulu, puluhan warga antre hingga di luar gedung. Kali ini saya sendirian. "Fotokopi KTP-nya mana?" tanya cewek nakes lumayan ayu.

"Belum  fotokopi. Saya fotokopi dulu ya!" 

"Gak usah. Minta KTP asli."

Tidak sampai lima menit selesai urusan administrasi. Lalu ditensi. Hati-hati, tensi sampean sudah tinggi. 160. Minum obat, jaga makananan dsb, pesan nona itu.

Lalu.. disuntik.. beres!
Selesai vaksin keempat alias booster kedua.

Akankah ada lagi vaksinasi kelima, keenam, ketujuh... dst?