Bukan Viktor Bungtilu Laiskodat kalau tidak bikin kontroversi. Sejak menjabat Gubernur NTT, bung satu ini selalu melontarkan ucapan yang keras, tajam, kontroversial, aneh, kadang nyeleneh.
Bung meminta para pegawai negeri (dan masyarakat) NTT untuk jalan kaki atau naik sepeda pancal. Tujuannya menurunkan angka inflasi. Memangnya ada hubungan jalan kaki dengan inflasi? Belanja BBM tentu turun. Tapi tidak berarti inflasi ikut turun.
Orang BPS kelihatannya geli dengan program jalan kaki + nggowes sepeda angin ala Gubernur NTT.
Pentolan Partai Nasdem itu juga mengusulkan agar gereja-gereja di NTT dijadikan sekolah berkualitas. Para pendeta, pastor, suster.. semua turun jadi pengajar. Sebab ia menilai kualitas guru-guru di NTT sangat merosot ketimbang masa lalu. Para rohaniwan itu dinilai masih punya kualitas, karakter, dan renjana untuk mendidik anak-anak NTT jadi manusia yang berkualitas.
"Mengapa dulu (tahun 1960an) anak-anak kita lulusan SMA atau seminari bisa bicara bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Latin, Prancis dan sebagainya? Sementara sekarang lulusan universitas pun tidak? Makanya gereja-gereja kalau bisa dijadikan sekolah. Pastor-pastor, pendeta-pendeta turun mengajar. Jangan cuma khotbah aja," kata VBL disambut tawa hadirin di Flores.
Ucapan Bungtilu saat perayaan ulang tahun STFT Santo Paulus, Ledalero, Flores, ini nuansanya guyon. Peserta seminar atau sarasehan ketawa dengan ide di luar kotak Bungtilo. Ada juga yang tepuk tangan.
Minggu lalu Bung bikin gebrakan di depan sejumlah guru dan pejabat-pejabat NTT. Masih terkait dengan rendahnya kualitas SDM di NTT. Rendahnya mutu lulusan SMA. Betapa sulitnya anak-anak NTT diterima di perguruan tinggi bermutu macam UGM, ITB, UI, ITS, atau Harvard.
Padahal, kata bung gubernur, alokasi anggaran untuk pendidikan sangat tinggi. Buat apa uang yang banyak kalau tidak mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas? Mampu bersaing dengan provinsi lain, misalnya, di Jawa?
Bungtilu lalu mengusulkan dimajukan jam pelajaran di sekolah. Dimulai pukul 05.00. Anak-anak sudah harus bangun pukul 04.00 agar tidak terlambat. Tahap awal uji coba di dua SMAN di Kupang yang dianggap sekolah unggulan.
Ucapan soal sekolah mulai jam lima pagi ini beda dengan guyonan soal gereja-gereja diubah jadi sekolah. Jadi viral di media sosial. Ramai dibahas di radio dan televisi di Surabaya, Jakarta, dan sebagainya. Serius ternyata.
Warganet seperti biasa langsung komen tanpa membaca atau mendengar pidato Bung Gub. Seakan-akan semua SMA di NTT dipaksa masuk pukul 05.00. Gubernur NTT jadi bahan tertawaan. Tapi ada juga yang mendukung. Khususnya kalangan pondok pesantren.
"Biasa kalau anak pondok belajar bahkan sebelum jam 5 pagi," kata salah satu warga Surabaya.
Pondok atau sekolah berasrama tentu beda dengan SMA negeri. Peserta didik atawa siswa tersebar di mana-mana bersama orang tuanya. Pagi-pagi buta harus bangun, mandi, sarapan, bersiap.. perjalanan bisa 30 menit hingga satu jam. Apalagi pakai sepeda pancal atau jalan kaki sesuai anjuran Bungtilo.
Yang pasti, NTT yang biasa dipelesetkan jadi Nusa Tidak Terkenal atau Nusa Tetap Tertinggal tiba-tiba jadi terkenal. Saya pun beberapa kali ditanya orang tentang kebijakan masuk pukul 5 pagi itu. Bahkan, BBC di London pun membuat laporan khusus secara panjang lebar.
Kitorang punya gubernur ini rupanya terlalu menyederhanakan masalah. Simplifikasi berlebihan. Begitu ruwet, kompleks, dan kronis masalah pendidikan di Indonesia. Bukan cuma di NTT. Mulai sistem pendidikan, kurikulum, belum lagi sistem PPDB yang kini berdasar zonasi atau jarak tempat tinggal dengan sekolah negeri.
Dan itu mustahil bisa diatasi dengan memajukan jam pelajaran mulai pukul 5. Kalau mulai sekolah pukul 4 pun tidak akan bisa. Bahkan bila perlu full day school atau sekalian semua murid wajib tinggal di asrama di lingkungan sekolah.
Bung Gub mungkin lupa bahwa SMAN 1 Kupang, misalnya, bukan lagi sekolah unggulan atau elite (akademik) seperti dulu sejak berlaku PPDB sistem zonasi. Dulu hanya anak-anak yang punya NEM tinggi bisa masuk SMAN 1. Sekarang tidak ada lagi NEM atau ujian nasional. Siapa saja bisa masuk SMAN 1 jika rumahnya berada di radius zonasi sekolah itu.
Maka, kalau mau membuat sekolah unggulan, khusus anak-anak dengan potensi akademik sangat tinggi, sistem PPDB harus diubah. Dijadikan semacam Sekolah Taruna Nusantara yang digagas Jenderal LB Moerdani di masa Orde Baru.
Belum lagi soal kualitas pengajar, sarana prasarana, laboratorium dsb. Kualitasnya harus di atas sekolah-sekolah biasa. Dan, sekolah unggulan itu harus berasrama macam di Tiongkok atau negara-negara maju lainnya.
Gubernur Bungtilu ini rupanya terlalu reaktif, tidak konseptual. Sayang, pakar-pakar pendidikan di NTT, wakil rakyat di parlemen, profesor-profesor tidak memberikan masukan untuk orang nomor 1 di NTT itu. Bisa saja mereka berpikir, masa jabatan Bung sebagai gubernur toh tinggal enam bulan lagi. Sampai awal September 2023.
"Kita harap gubernur baru nanti tidak seperti dia. Dari dulu dia terlalu banyak jual retorika, marah-marah, ancam pukul bupati, dsb," kata seorang kawan asal NTT yang tinggal di Surabaya.
Kawan yang senang makan RW itu lebih senang melihat Bungtilu kembali jadi politikus di Jakarta. Bikin ramai Senayan.