Jumat, 29 April 2022

Sirikit Syah Berpulang, Kita Kehilangan Media Watch

Sirikit Syah berpulang pada 26 April 2022 di RSI Surabaya. Dimakamkan di Keputih, Sukolilo, Surabaya. Dosen jurnalistik, wartawan senior, pendiri Media Watch ini menghadap Sang Khalik setelah sakit kanker cukup lama.

Mbak Sirikit sangat kritis pada wartawan. Tepatnya karya jurnalistik. Itu selalu ia suarakan lewat buletin Media Watch dan program mingguan di Radio Suara Surabaya.

Saking kerasnya, wartawan-wartawan yang masih kerja di media mainstream cenderung mengambil jarak. Sebab idealisme Sirikit sering tidak berbanding lurus dengan pragmatisme bisnis media. 

Terlalu idealis medianya bisa mati karena tidak dapat iklan. Terlalu pragmatis dan kompromi pasar juga membuat kualitas jurnalisme jadi hancur. Idealnya 9 elemen jurnalisme harus dijalankan. Tapi di lapangan sering melenceng dari pelajaran dasar untuk mahasiswa jurnalistik semester awal itu.

"Sekarang jurnalisme tanpa verifikasi kian merajalela di era media sosial," kata Sirikit.

Padahal, elemen jurnalistik nomor 1 adalah disiplin verifikasi. Tanpa verifikasi maka wartawan-wartawan hanya jadi corongnya humas pemerintah, kepolisian, militer, hingga public relations.

Kritik-kritik Sirikit memang sangat keras tapi perlu. Pahit tapi bikin sehat seperti minum obat. Karena itu, saya pernah mengundang Sirikit untuk memberikan pelatihan jurnalistik kepada wartawan-wartawan gereja di Surabaya.

Orangnya asyik ternyata. Omongan Sirikit yang kritis dan tajam ternyata disukai peserta seminar atau pelatihan. Salah satunya saat diklat jurnalistik komsos paroki di kawasan Citraland, Surabaya. Suasana sangat hidup. 

Peserta bahkan minta tambahan waktu. Tapi honornya tidak ditambah. "Soal itu (honor) terserah Sampean aja. Saya senang kok kasih pelatihan jurnalistik di lingkungan gereja," kata Sirikit.


Maklum, saat itu duit panitia sangat terbatas. Honor hanya ala kadarnya. Padahal saya mengajak redaktur-redaktur senior, dan saya anggap hebat, untuk memberikan pelatihan jurnalistik. "Kita perlu beri edukasi juga ke konsumen media," katanya.

Sudah lama sekali saya tidak kontak Sirikit. Apalagi datang ke rumahnya di kawasan Rungkut sejak pandemi covid. Saya pun tak lagi membaca tulisannya di koran. Juga tak lagi dengar suaranya di radio.

Seasa pagi, 26 April 2022, beredar berita berantai di grup-grup WA. Sirikit Syah kembali ke pangkuan-Nya.


Selamat jalan, Mbak Sirikit! 

Rabu, 27 April 2022

Nostalgia Cak Durasim di Radio Soeara Nirom Soerabaia

Terseboetlah tempo doeloe ada Radio Soeara Nirom di Djalan Embong Malang 87-89 Soerabaia. Itoe radio terkenal betoel seantero Soerabaia, Djawa Wetan, hingga kota-kota lain di Hindia Belanda.

Sekarang ini di taoen 2022 bekas kantor itoe didjadiken hotel mewah kelas atas. Orang soedah loepa dengen itoe Radio Soeara Nirom. Hanja tinggal kenangan bagi orang-orang toewa.

Kita batja-batja sedikit Nirom poenja programma taoen 1939. Tjoekoep interesan. Gamelan degoeng, lagoe Tionghoa, lagoe Ambon, lagoe Djawa dolanan, krontjong orkest, ketjapi modern, gamelan Soenda, Hawaiian Band  Harmonium Orkest Penghiboer Hati enz.

Saben Djoem'ah, Radio Soeara Nirom disamboeng dengen Missigit Besar di Ampel Soerabaia memperdengarkan chotbah dan sembahjang Djoem'ah.

Hari Ahad pagi djam 08.00 sampe djam 09.00 ada penjiaran dari Geredja Boeboetan di Soerabaia.

Habis itoe pendengar dapat nikmati lagoe2 Tionghwa dan klenengan gending2 Djawa Timoer. Soembangan dari NV Handel Mij Sampoerna en Sigarettenfabriek Liem Seeng Tee. 

Kita orang paling seneng Loedroek Soerabaia dipimpin oleh Pak Gondo alias Tjak Doerasim (Cak Durasim) di dalam Studio Nirom mengambil tjerita TJAK DOERASIM MENDJADI ABOENAWAS. 

Edjaan sekarang: Cak Durasim Menjadi Abunawas. Begimana dia poenja tjerita?

"Bagian apa jang akan dihidangkan, maka di sini kita beloem akan memberi taoekan. Baiklah para penggemar loedroek bersabar hati sampai nanti hari Achad 12 Februari j.a.d. ini.

Soeara Nirom edisi 5-18 Februari 1939 melandjoetken:

"Sementara, oentoek mendjadi penghiboer para pembatja, maka pada toelisan ini kita sadjikan wadjahnja Tjak Doerasim bersama Minin dalam pose jang sangat aneh dan loetjoe."

Sekianlah sedikit nostalgia dengen Radio Soeara Nirom dan Tjak Doerasim di Soerabaia pada masa pendjadjahan Belanda. Kita hatoerken diperbanjak terima kasih kepada toean dan njonja jang soedah batja ini laporan.

Sabtu, 23 April 2022

Syarah ceramah, pensyarah dosen, universiti universitas

Saya tidak pernah dengar atau baca kata "syarah" di media-media massa Indonesia. Yang paling sering SARA: suku, agama, ras, antargolongan. Karena itu, saya takjub dengan berita di Kompas, Sabtu 23 April 2022.

Kutipannya: 

"Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie saat acara Syarah Konstitusi Bab XII Pertahanan dan Keamanan Negara."

Materi ceramah itu kurang menarik. Lebih menarik soal minyak goreng yang langka dan mahal sejak empat bulan lalu. Bagi saya, kata "syara" itu yang menarik.

Saya jadi ingat DR, kawan asal Kupang, NTT, yang sudah karatan di Surabaya. Dulu ia kuliah pascasarjana di Selangor Malaysia. Lalu sempat jadi dosen di negara tetangga itu.

"Orang Malaysia sonde (tidak) kenal dosen tapi pensyarah. Beta ini pernah jadi pensyarah di salah satu universiti di Malaysia," kata senior yang juga politisi banteng itu.

Sejak itulah saya kenal kata "pensyarah". Artinya, dosen atau guru di universitas atau perguruan tinggi. Pensyarah bisa diartikan pengajar.

 "Orang Malaysia itu banyak pakai serapan bahasa Arab dan Inggris. Mereka menyerap bunyi, bukan tulisan. Imej, parti, imigresyen, universiti, kolej, motosikal. Di Malaysia tidak ada sepeda tapi baisikal," kata mantan dosen UK Petra itu.

Lama sekali, 10 tahun lebih, saya tidak dengar atau baca kata "syarah". Juga tidak lagi ngobrol dengan DR yang sibuk di parlemen (Malaysia: parlimen). Baru kali ini muncul kata yang unik itu.

Maka, saya periksa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Ternyata ada kata syarah. Keterangannya:

syarah
n keterangan; uraian; ulasan; penjelasan
n pidato; ceramah

pensyarah
n pembicara (dalam ceramah dan sebagainya): saya sudah menghubungi empat orang ~ yang sangat tegas
n orang yang mengajar di perguruan tinggi; dosen

Oh, ternyata syarah dan pensyarah sama persis artinya dengan di Malaysia. Ternyata banyak lema di dalam KBBI yang sangat jarang dipakai di Indonesia. Termasuk "tandas" artinya toilet, kakus, atau WC yang biasa dipakai di Malaysia sana.

Pater John Urus Kebun di Graha Wacana SVD Ledug


Wabah virus setan corona selama dua tahun juga berimbas ke rumah retret, tempat rekoleksi, dan sebagainya. Graha Wacana SVD di Ledug, Prigen, Pasuruan, ikut sepi.

Tak ada lagi retret, pendalaman iman, kajian kitab suci, weekend ME, paguyuban tulang rusuk dsb. Penghasilan jelas turun drastis. Padahal Graha Wacana alias SVD Family Center ini salah satu tempat retret favorit di Jawa Timur.

Graha Wacana jadi jujukan para pengusaha Katolik untuk retret Tulang Rusuk. Sering banget retret di situ karena pendiri dan pentolan Tulang Rusuk, Romo Yusuf Halim SVD, memang anggota ordo SVD. 

Sayang, Romo Halim dipanggil Tuhan saat pandemi covid sedang ganas-ganasnya. Masih banyak romo atau pater yang bisa melanjutkan gerakan Tulang Rusuk. Tapi belum ada romo yang punya karisma dan magnet sehebat mendiang Romo Halim SVD.

Saya sering mampir ke Graha Wacana bahkan saat masih pembangunan karena ada Pater Paul Klein SVD. Pater inilah penggagas dan pendiri Graha Wacana di Ledug dekat Tretes itu. Pater Paul Klein menghabiskan sebagian besar usianya di Flores, NTT. Urusannya pastoran keluarga.

Asyik sekali ngobrol dengan pastor asal Jerman itu. Antusiasmenya sangat tinggi. Kata-katanya selalu positif. "Tuhan akan tolong kita," kata Pater Paul tentang dana pembangunan Graha Wacana yang seret.

Graha Wacana kemudian diasuh beberapa pater asal Pulau Flores dan Pulau Lembata. Salah satunya Pater John Lado SVD asal Lembata. Satu pulau dengan saya meski beda kecamatan.

Berbeda dengan romo-romo di paroki atau gereja di Surabaya, Pater John ini tidak kelihatan seperti romo. Selalu pakai kopiah, kaos oblong, jarang pakai jubah. Juga lebih sering berpenampilan seperti petani atau tukang kebun.

"Ama, go nepi jaga ekan, mula buah," kata Pater John dalam bahasa Lamaholot, bahasa daerah di Flores Timur dan Lembata. (Saya lagi sibuk ngurus kebun, tanam buah.)

Dari dulu, jauh sebelum pandemi pun Pater John sibuk mengurus kebun dan berbagai keperluan di Graha Wacana Ledug. Tentu saja tetap pimpin kurban misa gantian dengan imam-imam lain. 

Sesekali diminta memimpin ekaristi di Gereja St Teresa, Pandaan. Tapi sebagian besar waktunya untuk urusan kebun buah. "Rasanya seperti di kampung halaman," kata pater yang pernah bertugas di Surabaya itu.

Enak mana tugas di Graha Wacana atau Surabaya?

 "Enak di sinilah. Tapi kita kan harus ikut keputusan pembesar," katanya.

Meski sejuk nyaman, udara segar, saya tidak bisa berlama-lama ngobrol dengan sesama orang Lembata ini. Sebab, saya tahu, pater-pater SVD punya jadwal yang padat dan kaku. Ada jam bicara, jam tidur siang yang tidak boleh diganggu, serta doa brevis atau liturgi jam.

Saya pun pamit.
Deo gratias!

Mahasiswa kedokteran harus baca ribuan buku tebal


Kalau mau jadi dokter harus kuat baca buku. Tebal-tebal semua. Lebih banyak yang berbahasa Inggris.

Mahasiswa-mahasiswa fakultas lain juga perlu banyak baca buku. Tapi tidak sebanyak kedokteran. Tak sampai 30 persen.

Karena itu, arek FK harus cerdas betul. Harus fokus betul. Tidak boleh piknik atau ikut ormas, unjuk rasa, paduan suara dsb. Bisa-bisa kuliah tidak selesai. Jadi mahasiswa abadi.

Itu saya simpulkan setelah menata buku-buku almarhum Prof Dr dr Trijono, SpR di kawasan Rungkut, Surabaya. Beliau guru besar Fakultas Kedokteraan Universitas Airlangga. Meninggal dunia gara-gara covid pada 18 Agustus 2021 lalu.

Beliau saya anggap orang tua sendiri. Lama banget saya tinggal di rumah Prof Tri. Tidak banyak bicara, banyak baca, sesekali menyanyi dan main musik.

Buku-buku peninggalan almarhum banyak sekali. Terlalu banyaaak. Tapi berat-berat semua. Saya coba membaca sejenak tapi tidak nyambung. Ilmu kedokteran dan kesehatan terlalu berat untuk kita orang. Mumet.

Jumat, 22 April 2022

Wartawan doyan copas dan kalimat panjang

Wartawan-wartawan di era digital, tentu tidak semuanya, senang copas: copy paste. Rilis berita dari humas langsung dicopas. Tidak diolah dengan matang. Maka berita sangat bergaya pidato pejabat.

Kalimat-kalimat berita kloningan ini juga panjang-panjang. Bertentangan dengan ajaran lama Bos Dahlan Iskan. 

"Kalimat-kalimat yang panjang membuat dada pembaca sesak," kata Bos Dis yang sangat fanatik kalimat-kalimat pendek. 

"Saya selalu mengajarkan agar dalam menulis kalimat-kalimatnya harus pendek. Kalimat pendek, begitu saya mengajar, akan membuat tulisan menjadi lincah," kata mantan menteri BUMN itu.

Ini kutipan berita di Surabaya, Kamis 21 April 2022:

"Bisa jadi akan ada perbedaan tanggal Hari Raya Idul Fitri yang harus diantisipasi. Sehingga menghitung H-7 dan H+ 7 disesuaikan. PPKM Mikro di tingkat desa dan kelurahan harus kembali direaktivasi. Lebih bagus lagi jika ada pos-pos di desa yang pernah berdiri, kembali dilakukan reaktivasi," tutur Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Kutipan omongan Khofifah terlalu panjang. Mirip ceramah atau khotbah. Tak banyak pembaca yang senang dengar khotbah. Wartawan di lapangan harus mengolah bahasa pejabat atau penceramah menjadi bahasa jurnalistik.

 Bos Dahlan menulis:

"Kutipan itu — direct quotation — juga harus pendek-pendek. Dengan selingan kutipan-kutipan pendek, tulisan itu bisa membuat pembaca seolah-olah bercakap-cakap sendiri dengan sumber berita."

Sayang, jurnalis-jurnalis muda jarang yang mengamalkan ajaran para suhu jurnalistik macam Bos Dahlan. Meskipun sudah sering ditatar dan diberi buku pedoman, style book, dan sebagainya.

Karena itu, tidak heran para redaktur media massa makin lama makin botak. Tapi tetap kurang waktu untuk membongkar habis tulisan asli jurnalis-jurnalis penganut paham copas ini. 

Sabtu, 16 April 2022

Misa Malam Paskah 3 Jam di Katedral Malang

Ekaristi Sabtu Paskah di Gereja Katedral Malang baru usai. Uskup Malang Monsinyur Henricus Pidyarto Gunawan OCarm pimpin langsung misa Vigili Paskah ini.

Durasi misa kembali normal seperti sebelum pandemi covid. Hampir 3 jam. Lama sekali. Apalagi kita yang sudah terbiasa ikut misa padat selama dua tahun pandemi ini.

Saya sendiri biasa ikut misa yang durasinya di bawah satu jam. Malah lebih sering tidak sampai 30 menit. Karena itu, misa 3 jam ini rasanya sangat lama. Fokus, konsentrasi sering buyar saat mendengarkan bacaan-bacaan yang banyak.

Bacaan pertama tentang Kisah Penciptaan, Kejadian 1, tidak dibacakan tapi dinyanyikan seorang gadis. Enak memang suaranya. Tapi tentu jadi lama. Ditambah paduan suara SATB: sopran alto tenor bas yang lengkap.

Saking lamanya misa, saya jadi lupa isi khotbah Bapa Uskup Pidyarto. Cuma ingat sedikit poinnya: kebangkitan Kristus juga mengingatkan akan kebangkitan kita juga. Selebihnya lupa.

 Memori otak mulai lemot mungkin kena virus corona. Padahal dulu saya bisa mengingat poin-poin khotbah atau ceramah dengan mudah tanpa mencatat di notes atau merekam.

Lagu-lagu misa malam Paskah ini hampir sama dengan ketika saya masih aktif di paduan suara akhir 90-an dan awal 2000-an. Ordinarium Misa Kita IV karya Rama Sutanta SJ, komponis cum paster Jesuit yang belum lama meninggal dunia saat puncak pandemi covid.

Tak hanya di Malang, kor-kor di Surabaya pun senang membawakan Misa Kita IV karena tingkat kesulitannya lebih tinggi ketimbang misa-misa lain. Makin sulit makin disukai. Makanya Misa Syukur atau Misa Dolo-Dolo sangat jarang dinyanyikan dalam 15 tahun terakhir di Jawa.

Secara umum misa agung Vigili Paskah di Katedral Malang, Jalan Ijen, ini berlangsung syahdu dan nyaman.

Selamat Paskah! 
Semoga kita semua bangkit lagi setelah dua tahun digempur badai corona!