Apa kabar Merah Putih?
Lama tak ada kabar calon vaksin buatan anak bangsa ini. Saking lamanya, aku pikir proyek vaksin Universitas Airlangga itu mandek. Atau dihentikan.
Toh, Indonesia sejak awal tahun digerojok Sinovac dari Tiongkok. Kemudian AstraZeneca, Pfizer, dan beberapa lagi. Capaian vaksinasi pun sudah di atas target 70 persen - di kota besar macam Jakarta dan Surabaya.
Maka, aku pun lupa dengan Merah Putih yang sempat ramai di awal pandemi korona. Buat apa bikin sendiri kalau bisa membeli dari luar negeri yang punya pengalaman di bidang itu?
Kayak mobil atawa motor. Kita orang lebih suka beli dari Jepang ketimbang produksi sendiri. Kalau ada orang Indonesia yang bikin purwarupa (istilah kerennya: prototipe, prototype) mobil atau motor biasanya diejek habis-habisan. Kita memang sudah ketagihan produk-produk luar negeri meski tiap hari Baba Alim kampanye di televisi: Cintailah Ploduk-Ploduk Indonesia!
Kamis Wage, aku baca di koran saat rehat gowes. Vaksin Merah Putih siap uji klinik di RSUD Soetomo. Awal Desember 2021. Panitia sedang mencari relawan untuk jadi kelinci percobaan. Uji klinis tahap kedua tahun depan.
Lalu, kapan si Merah Putih ini siap disuntikkan?
Belum jelas. Masih panjang perjalanan ke sana. Sementara virus ganas yang namanya korona ini tidak ambil pusing dengan vaksin-vaksin buatan Tiongkok, Inggris, USA, Indonesia, dsb. Covid terus bermutasi dan merajalela seperti yang kita alami hampir dua tahun.
Indonesia sudah jelas kalah telak dalam balapan vaksin covid. Kita masih seperti yang dulu. Vaksin baru siap setelah pandemi lewat puluhan tahun. Padahal teknologi modern sudah bisa melipat waktu. Vaksin ternyata sudah bisa disuntikkan ketika pandemi lagi ganas-ganasnya.
Ibarat olimpiade vaksin, Tiongkok terbukti paling cepat dan masif dalam produksi vaksin korona. Meskipun vaksin-vaksin dari Zhongguo itu sering diejek di sini karena dianggap tidak efektif. Banyak banget temanku yang menolak Sinovac.
"Aku mau vaksin apa saja asal bukan dari Cino," kata beberapa anggota kumpulan di media sosial.
Padahal, saat itu, vaksin yang tersedia ya cuma Sinovac. Mereka yang menolak vaksin Tiongkok itu mengira kualitas farmasi atau vaksin Sinovac dan kawan-kawan mirip mocin (motor cina) yang memang brengsek gak karuan. Mereka lupa bahwa pakar-pakar dan pemerintahan di Beijing sana terus melakukan perbaikan.
Tahun depan bisa diprediksi kasus Covid-19 sudah lebih terkendali. Gerojokan vaksin dari Tiongkok, Amerika, dan sebagainya mungkin tidak sebanyak tahun 2021. Saat itu si Merah Putih mungkin sudah siap disuntikkan sebagai vaksin penguat untuk dosis ketiga.
Akankah vaksin Merah Putih ini berterima di Indonesia? Kembali ke prototipe mobil buatan insinyur atawa anak-anak SMK di sini. Bukannya diapresiasi malah diejek habis-habisan. Sebab rakyat kita memang sudah lama menganggap produk-produk dalam negeri kurang berkualitas.
Vaksin Merah Putih ini, ibarat pepatah Jawa, alon-alon watok kelakon. Ibarat orang tempo doeloe naik sepeda kebo. Nggowes alon-alon sambil bersenandung Sepasang Mata Bola, Kopral Djono, Arjati, Rindoe Loekisan... yang penting sampai ke tujuan. Tidak perlu balapan.
Toh, divaksin atawa tidak divaksin, semua orang akan mati juga.